Penantian yang sia-sia

31 2 0
                                    

Hari ini, adalah awal aku masuk di kelas 12. Menjadi siswa periode akhir SMA, menurutku waktu terasa begitu cepat berlalu. Begitu pula dengan cerita asmaraku dengan Rio. Dia adalah kekasihku. Sedikit gambaran mengenai Rio, dia adalah anak fisika. Dia juga mantan ketua OSIS di SMA ini. Dia juga siswa berprestasi, sudah banyak olimpiade fisika yang ia ikuti. Dan selalu mendapat juara. Aku sangat beruntung memilikinya. Namun, begitulah. Aku harus menerima kenyataan karena banyak pengagum rahasianya. Apalagi kebanyakan pengagumnya adalah wanita. Sudah kuduga akan seperti itu jika menjalani hubungan dengan siswa favorit di SMA ini. Terlalu banyak rasa cemburu, kesal yang aku rasakan. Namun, walaupun begitu. Rio selalu meyakinkanku bahwa tak ada rasa apapun kepada mereka. Dia pun tak pernah membuatku semakin merasa cemburu lebih. Aku percaya dia hanya mencintaiku.
3 tahun menjalani hubungan dengan Rio, tentu banyak kenangan tersendiri. Namun, waktu kita terbatas. Karena dulu dia yang harus mengurus organisasinya. Dan Aku juga sibuk dengan ekstrakurikuler ku. Pertemuan ku dengan Rio hanya hari sabtu saja, sepulang sekolah kita selalu bercengkerama di taman sekolah. Menurut Rio, aku harus kuat menahan rindu dengannya. Ataupun sebaliknya. Iya aku tahu, dia menjadi panutan di SMA ini. Tidak mungkin aku menuntutnya untuk memenuhi keinginanku. Saat bertemu pun, hanya obrolan singkat saja. Dan  dia selalu mengucapkan kata romantis untuk membayar semua kerinduannya padaku.
"aku punya pekerjaan lain, selain menjadi pelajar. Kau tahu? “ ucap Rio.
"ha? " Jawabku bingung.
"selain pelajar, aku juga memiliki pekerjaan lain untuk menjagamu." balasnya.
"apaan si, ngga usah berlebihan kali. Kamu kan dari dulu juga menjagaku" Jawabku.
"aku serius Ran. Aku tidak pernah disampingmu. Aku hanya mampu menjagamu dari jauh. Kamu wanita terhebatku. Aku beruntung punya kekasih sepertimu. Selalu memahami keadaanku." ucapnya.
"aku hanya wanita biasa Rio, sudah tugasku memahami keadaanmu. Aku juga beruntung memiliki laki-laki sepertimu. Sudah jadi ketua OSIS, cerdas, jadi siswa favorit pula. Tapi sayang, banyak pengagum rahasianya." jawabku.
"oh jadi kamu cemburu nih?" Rio meledekku.
"menurut kamu?" jawabku kesal.
"hahahaha, ini yang aku suka dari kamu Ran. Kamu terbuka padaku. Cemburu berarti takut kehilangan. Dan kamu katakan itu padaku, karena kamu takut kehilangan aku. Iya kan?." balasnya.
"tuh kan, ngga usah mulai deh." balasku.
"ampun Mrs. Duta olahraga. Jangan cemberut gitu mukanya. Biasa saja. Nanti aku makin cinta." gombalnya.
"Dasar gombal!" ucapku tertawa.
Begitulah sedikit obrolanku dengan Rio. Dia selalu membuatku tersenyum saat berada didekatnya. Karena dia tahu, pertemuan kita hanya di hari sabtu saja. Maka dengan begitu dia selalu menjadikan sabtu sebagai moment terbaiknya untuk mengobati rindu yang ada dihatinya.
Waktu begitu cepat berlalu, ujian sudah didepan mata. Itu tandanya sebentar lagi akan ada perpisahan untukku dengan teman-temanku juga dengan Rio kekasihku. Aku tidak membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Karena Rio pernah bilang padaku, ia akan pergi jauh untuk melanjutkan studinya. Dan sepertinya ia juga akan tinggal disana bersama keluarganya dengan kurun waktu yang tak dapat dikira.
Setelah ujian kita tempuh, tibalah hari untuk wisuda sekolah. Aku tak menyangka secepat ini menyelesaikan studi SMA ku. Hari itu, entah apa yang harus ada dalam fikiranku. Entah bagaimana hati ini meluapkan rasa bahagia yang begitu mendalam, ataukah kesedihan karena takut kehilangan. Aku bahagia, karena sebentar lagi akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Aku akan menjadi wanita karir, impianku sejak dulu. Namun disisi lain, aku juga takut. Ketika harus jauh dari kekasihku, Rio. Dia akan pergi meninggalkanku untuk melanjutkan studi di Jerman. Kenapa  harus jauh? Kenapa harus ke negara lain?. Aku tak rela, aku sendirian disini. Siapa nanti yang akan menjadi jagoanku lagi? Siapa yang akan menjagaku lagi? Ya Tuhan, aku belum siap Rio meninggalkanku.
Setiap kali Rio selalu meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja, dia akan kembali lagi kesini menemuiku. Aku tak dapat membendung airmata ku. Aku tidak tahu lagi bagaimana mencegahnya agar ia tetap disini saja.
"Sudah Ran, jangan menangis. Aku kesana hanya sebentar. Setelah itu aku akan kembali menemuimu."ucap Rio.
"tapi kan kamu bisa disini, melanjutkan ke perguruan tinggi bersamaku?" jawabku.
"aku tidak bisa sayang, ini adalah kesempatanku mewujudkan mimpiku. Aku tahu kamu wanita yang kuat, kamu akan mampu menjalani hari-harimu tanpa ku. Ada Tuhan yang selalu menjagamu" balasnya.
Dengan menghela nafas, aku tenangkan hatiku.
"baiklah, aku mengizinkanmu pergi. Aku akan menanti mu disini. Aku tahu kamu akan kembali. Jaga diri baik-baik disana." balasku.
"begitu dong, jangan menangis lagi. senyummu semangatku untuk kesana. Terima kasih telah menjadi kekasih terhebatku. Ayo kita foto. Kenangan terakhir bersama Mrs. Duta Olahraga." ucapnya.
"iya kapten." jawabku.
Dari hari itu, aku merasa terpuruk. Satu minggu lagi Rio akan ke Jerman. Dia masih sibuk mengurus berkas yang harus disiapkan untuk kesana. Dia mengambil jurusan teknik. Sedangkan aku, masih sibuk dengan usahaku untuk ke perguruan tinggi favorit ku. Mengambil jurusan olahraga. Tak lain mengapa Rio selalu memanggilku dengan Mrs. Duta Olahraga karena aku adalah duta olahraga di SMA ku. Aku sering mengikuti ajang olahraga tingkat SMA. Namun, hasilku tak sama seperti Rio. Dia selalu menjadi juara 1 disetiap perlombaan, sedangkan aku hanya menjadi juara 2 atau 3 saja. Tapi tak mengapa, begitulah hidup. Yang terpenting adalah usaha, dan tekadku menjadi atlete nasional dengan cara mengambil jurusan olahraga.
Seminggu berlalu, dan hari ini adalah hari Rio pergi ke Jerman. Aku ingin ke bandara untuk melihatnya yang terakhir kalinya. Aku ingin ngobrol dengannya, meskipun hanya sedikit waktu untuk kita bercengkerama. Tapi bagaimana? Nomor Hp nya tak pernah aktif akhir-akhir ini. Aku sangat cemas, bagaimana mungkin, di hari terakhir ini aku tidak dapat menjumpainya? Lalu aku berfikir untuk ke rumahnya. Ya, aku kerumahnya dengan diantar pamanku. Saat aku kesana, rumahnya sudah sepi. Aku mengecek bagian rumahnya dan tak ada satu orang pun disana. Aku ingin menangis, aku tidak pernah menyangka Rio sudah pergi. Pikiranku kacau. Yang ada dipikiranku hanya ingin bertemu Rio. Itu saja. Pamanku menenangkanku, tapi aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi.
Lalu, ada Pak Burhan datang. Dia adalah tukang kebun di rumah Rio. Dia menanyaiku kenapa bersedih. Lalu pamanku menceritakan semua padanya. Pak Burhan pun memahaminya.
"Den Rio baru berangkat tadi, kira-kira 5 menit yang lalu. Kalau neng Rana mau menyusulnya, masih bisa" ucap pak Burhan.
"masih 5 menit. Terima kasih pak Burhan. Rana langsung kesana menemui Rio." balasku.
"sama-sama neng" balasnya.
Setelah pak Burhan bilang begitu aku langsung bergegas untuk ke sana. Aku diberi tahu Rio di bandara mana. Aku langsung mengajak pamanku untuk mempercepat laju mobilnya. Aku tidak sabar bertemu Rio. Aku merindukannya.
Setelah sampainya di bandara, aku langsung masuk ke dalam. Namun langkah ku diberhentikan oleh petugas bandara. Katanya, yang tidak ada hubungannya dengan pemberangkatan pesawat tidak boleh masuk. Aku geram, aku memaksakan diriku untuk masuk ke dalam. Tapi petugas itu masih saja menolakku untuk masuk. Aku memohon, tapi tak pernah didengarkan. Malah petugas itu menyuruh ku pergi. Paman yang melihat ku pun langsung memelukku. Dia bilang akan ada saatnya nanti kamu akan bertemu lagi dengan Rio. Aku menangis tak berdaya disana. Aku tidak menemukan Rio, akhirnya akupun pulang dengan penuh isakan tangis. Karena aku tak mendapat kabar Rio sedikitpun.
Tiga bulan berlalu, tentang Rio. Dia sedang apa sekarang? Dia tak pernah kirim kabar untukku. Aku sangat merindukannya. Dan hari ini, adalah awal aku masuk kuliah. Dengan berbagai seleksi diwaktu itu, aku berhasil lolos ke perguruan tinggi favoritku. Disini, aku mencoba tenang. Membuka pikiranku untuk kembali lagi ke tujuanku, menjadi atlete hebat. Saat mata kuliah sudah selesai, aku menenangkan pikiranku dengan pergi ke lapangan basket. Aku bermain basket disana bersama teman-teman ku. Tapi aku masih merasa sunyi. Pikiranku masih tentang Rio. Hingga ada seseorang yang menghampiri ku.
"Hai, kok lesu gitu main basketnya?" kata laki-laki asing tadi.
"Eh iya ngga apa-apa kok. Cuma lagi badmood saja" balasku.
"oh gitu. Nama kamu siapa? Aku Aji". Dia mengulurkan tangannya untuk berkenalan.
"aku Rana". Balasku.
"oh Rana, bagaimana kalau kita main basket? Kalau menang aku akan traktir, kalau kalah Rana janji tidak akan badmood lagi?" ucapnya.
"boleh juga, siapa takut." tantangku.
Dari perkenalan singkat itu, aku merasa lebih baik dari sebelumnya. Iya, aku kalah dalam pertandingan tadi. Dan sesuai dengan yang disepakati, aku tidak boleh badmood lagi. Dia mengajakku ngobrol. Ternyata dia adalah senior di kampus, semester lima. Dia tanya kenapa aku badmood begitu. Lalu aku menceritakan semua yang terjadi padanya. Entah kenapa, meskipun baru kenal. Dia sudah menjadi sosok teman yang nyaman untuk diajak ngobrol. Menurutnya, aku tak perlu lagi terlalu memikirkan sesuatu yang belum pasti. Karena jika memang jodoh dia akan kembali. Semua nasihat baik darinya memotivasiku untuk bangkit dari keterpurukan.
Waktu silih berganti, dua tahun sudah aku menjalani hidupku sendiri. Aku rindu kebersamaanku dengan Rio. Sudah lama dia tidak mengabari ku. Aku kirim email ke Rio, tapi tak pernah dibalas. Hanya itu satu-satunya jalan untuk aku berkomunikasi dengan Rio. Tapi nihil sudah, aku tak pernah mendapatkan apapun darinya. Dan sekarang aku mencoba mengirim kembali melalui email.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 17, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Penantian yang sia-sia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang