Prolog

61.9K 2.1K 21
                                    

Cambukan serta pukulan itu diberikan kepada seorang anak kecil berusia 7 tahun, suara ringisan kesakitan memenuhi ruangan itu serta bau amis darah yang keluar dari mulut gadis mungil itu.

"Habisi dia!" gumam seorang lelaki, matanya memancarkan dendam yang dalam, namun di hatinya dia tidak tega melakukan ini.

"Ampun o..om," lirih gadis itu.

Lelaki itu tersenyum iblis, dia senang melihat anak dari musuhnya kini memohon ampun kepadanya.

"Hahahaha, ga akan saya lepaskan kamu! Orang tua mu telah membuat perusahaan saya hancur!" ucapnya.

Gadis itu hanya menangis, tidak mengerti apa yang dikatakan lelaki itu.

Pukulan demi pukulan dia terima, sangat sakit rasanya. Kepalanya terasa pening setelah menerima pukulan dari balok kayu.

Darah keluar dari belakang kepalanya, meringis menahan sakit dan pusing.

Suara tawa itu sangat mengerikan dipendengaran gadis itu.

"Ampun om, jangan pukul Shiva," ucapnya dan berakhir tidak sadarkan diri.

Pintu didobrak dengan sangat keras, Fernandes menatap orang yang sudah mendobrak pintu rumahnya itu.

"Oh hai, akhirnya kalian datang juga," sambutnya tersenyum.

Ketujuh orang itu menatap Shiva yang berlumuran darah dan tergeletak mengenaskan.

"BERANINYA KAMU MELUKAI PUTRIKU!" teriak ayah dan memukul Fernandes dengan membabi buta.

"Dia tidak tau apa apa! Kamu sudah melukainya! Aku akan membawa mu ke neraka!" teriak Ayah bertubi tubi memukul Fernandes sampai tidak sadarkan diri.

Bunda menghampiri tubuh lemas itu, mendekapnya dengan erat.

"Shiva?" terus memanggil nama putrinya dengan lirih, air mata itu tidak pernah berhenti melihat putrinya terluka parah.

Terdapat luka Cambukan dan pukulan, entah kemana anak buah Fernandes mereka tidak perduli.

"Iva?" panggil Dio.

Ayah menatap putrinya sendu, mengangkatnya untuk dibawa ke rumah sakit.

***

"Gimana keadaan anak saya dok?"

"Putri anda sedang kritis tuan akibat lukanya yang mengenai kepalanya dengan keras, anda boleh menjenguknya", ucap dokter tadi dan berlalu pergi.

"Berani-beraninya mereka melukai putriku!", Ayah menggeram marah.

"Akan kubunuh mereka!"

"Ayah bunda", panggilan lirih itu menyadarkan mereka berdua dari amarahnya.

Gadis itu telah meracau dari tidurnya. Ayah memencet tombol darurat, setelah beberapa saat dokter dan beberapa suster terlihat berlari untuk memeriksa keadaan Shiva.

Bunda  memegang erat tangan putri satu-satunya.

"Keadaan putri kalian mulai membaik, dia sudah melewati masa kritisnya, saya permisi dulu"

"Hei sayang, bunda disini", ucap bunda mengelus lembut rambut putrinya.

"Bunda, bunda Shiva takut", racauannya membuat air mata bunda menetes.

"Stt,  sayang bunda disini, Shiva tenang ya"

Gadis itu terlelap lagi. Bunda berpandangan dengan ayah. Mengerti, ayah mengangguk dan keluar ruangan Shiva.

SHIVA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang