Gue harus ngomong langsung ini sama Revi. Siapa tahu kalau berhadapan sama gue bisa luluh dan gak nolak lagi. Pagi ini sebelum masuk kelas, gue langsung jalan ke kelas Revi.
Saat sampai di depan kelasnya gue lihat Revi sedang membaca buku. Dia emang anak rajin. Disaat yang lain lagi rajin nyatet PR dari buku orang lain, sedangkan dia sibuk belajar. Gue langsung panggil Revi.
“Ada apa, Vin?” Revi keluar kelas, jengah melihat gue ada di sini.
“Itu, gue mau bahas tentang film pendek itu. Please lah Rev kalau lo gak mau gue bisa dikeluarin dari--”
Revi langsung memotong kalimat gue. “Aku sudah bilang tidak bisa, Vin.”
“Kenapa? Tolong gue lah Rev.”
“Tidak bisa, Vin. Aku tidak punya waktu untuk kerja sama dalam film pendekmu itu.”
“Kalau masalah waktu lo belajar, gue gak akan ganggu kok seriusan. Paling waktu lo belajar gue rekam bentaran. Tolong gue ya, Rev.”
“Aku tidak bisa, Vin. Apa tidak cukup aku membantumu di setiap hari Senin harus datang lebih pagi dari biasanya?”
Baru aja gue mau buka mulut buat ngomong bel masuk udah bunyi.
“Maaf Vin, aku tidak bisa membantumu. Aku masuk kelas dulu di sana sudah ada pak Rian. Lebih baik kembali ke kelasmu," titah Revi sambil menunjuk arah kanan dan terlihat pak Rian sudah mendekat ke kelas Revi.
Gue ditolak lagi? Ingin berkata kasar, tapi takut dosa. Ah, gimana ini? Emang sih masih sekitar tiga bulanan tugasnya. Namun, lebih cepat lebih baik. Gue gak mau terus menunda.
-----Journalist-----
Ada pesan WhatsApp dari Zaky yang isinya jam istirahat gue harus ke studio GJC. Entahlah apa yang mau diomongin, yang jelas pasti gue gak bakal istirahat lagi.“Ada apa manggil gue, Zak?” tanya gue sambil duduk dihadapan Zaky yang sedang memegang sebuah amplop.
“Gini Vin, nanti hari Sabtu gue ada urusan keluarga. Jadi, lo bisa gak wakilin gue buat dateng ke seminar di SMA Patimura, ini ada undangan gak enak kan kalau gak dateng?”
“Kenapa gak Angga aja Zak yang dateng ke sana? Dia kan wakil lo.” Bukannya apa-apa kadang gue gak enak sama Angga, dia wakil ketua, tapi yang diandalin pas Zaky gak bisa selalu gue.
“Lo aja deh. Udah gak ada penolakan. Hari Sabtu lo harus dateng ke seminar itu,” tegas Zaky lalu memberikan amplop yang ternyata berisi undangan itu. Tuh kan, ujung-ujungnya bakal maksa juga. Kalau gitu, ngapain nanya.
“Iya deh gue dateng. Eum, Zak boleh gak kalau film pendek itu pakai peran pengganti? Jadi gak harus Revi langsung yang main peran?”
"Lo tahu sendiri, kalau keputusan bang Radit itu gak bisa diganggu gugat? Mau lo sampai jungkir balik juga keputusannya A ya tetep A. Emang kenapa lo nanya gitu?"
"Tadi gue udah bilang ke Revi mau buat film pendek tentang dia, tapi dianya nolak. Kalau diperanin sama orang lain dia gak masalah. Pas waktu gue bilang harus dia sendiri yang peranin malah nolak."
"Gercep amat lo. Baru kemaren dikasih tugas udah mau mulai aja. Emang lo udah ditolak berapa kali, sih?"
"Baru dua kali sih."
"Nah," Zaky menggebrak meja yang menjadi pembatas. "Lo, baru ditolak dua kali udah ngeluh? Gue aja yang udah ditolak berkali-kali sama Sheila gak pernah ngeluh, malah terus berjuang."
Gue bengong. Lha? Ini si Paketu curhat? Emang sih, satu sekolah udah tahu kalau Zaky ini pantang menyerah mengejar cinta Sheila. Gadis yang cantik, tapi jutek. Sikapnya sebelas dua belas sama Zaky. Kalau mereka jadian gue kasih nama Duo Galak. Keren kali, ya?
"Intinya lo gak usah ngeluh. Waktunya kan masih lama, lo masih punya waktu cari cara supaya Revi nerima lo, gak nolak lagi. Gue pun yakin nanti Sheila bakal nerima gue."
"Zaky, berhubung pake peran pengganti gak boleh. Gue tukeran orang buat dijadiin film pendeknya aja ya?" Gue langsung ngalihin dari curhatan Zaky secara tersirat itu.
"Enak aja minta tuker. Emang ini di pasar bisa dituker? Inget ya, orang yang sudah dipilih tidak bisa ditukar kembali."
"Terus gimana?" tanya gue pasrah.
"Pokoknya gimanapun caranya tu film pendek harus beres sampai waktu yang ditentuin," tukas Zaky dan langsung pergi keluar studio.
-----Journalist-----
Gue berjalan lesu menuju parkiran. Karena datang lebih pagi membuat gue bisa parkir di sekolah. Sedari tadi pelajaran gue gak fokus. Gue masih mikirin Revi yang tetep kekeh gak mau diajak kerja sama. Gue cinta GJC, gak mau sampai dikeluarin gitu aja. Selama ini gue selalu beresin tugas dengan baik. Masa hanya karena satu tugas gak beres harus keluar.
Saat mau membuka pintu mobil, ada yang menepuk pundak. Gue berbalik dan ternyata itu Anggun.
"Gimana tadi bujuk Revi nya? Berhasil? Kapan rencana mau buat film pendeknya? Gue harus ngosongin jadwal dari sekarang kalau mau buat film pendek itu," tanya dan jelas Revi tanpa melihat gue yang lagi kusut ini.
"Gue nggak berhasil bujuk Revi. Gimanapun caranya gue harus nyelesain tugas i ...," tunggu kata Zaky caranya bebas kan, gue udah terpikirkan satu hal. "Gimana kalau kita untit Revi?"
"Gue masih gak paham maksud lo, Vin."
"Iya, jadi kita ikutin Revi. Kita lihat kegiatan Revi terus rekam. Nanti kita edit sampai jadi film pendek. Gimana? Itu film kan jadi real banget, kan?"
"Ha? Itu berarti kita ngambil kegiatan orang lain tanpa ijin? Gue nggak setuju, Vin." Anggun menolak rencanaku. Ayolah, ini hari apa, sih? Gue ditolak mulu perasaan.
"Lo mau dikeluarin dari GJC?" tanya gue dan Anggun menggeleng.
"Okay, gue setuju sama rencana lo, tapi maaf sepertinya gue gak akan sering ikut lo nguntit Revi."
Gue mengiyakan permintaan Anggun. Gue paham sama dia yang sibuk. Akhirnya gue punya cara nyelesain tugas ini. Meskipun Anggun gak bantu, gue gak masalah. Tinggal gue nyusun rencana buat jadi detektif dadakan.
----------📷----------
Aku publish 2 bab. Aku kira kemaren udah publish bab 5, ternyata belum😂. Jadi, ku publish sekalian sama bab 6. Maafkan kalau nganu😄.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journalist #ODOCTheWWG
Teen FictionCover by @WidyaOktav Gue Alvin Chandra Dirgantara. Kelas 11 IPS 3 di SMA Garuda. Hanya siswa biasa yang tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik di sekolah. Gue seneng bisa tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik. Wawancara, membuat berita se...