Setelah peristiwa kemarin malam, pikiranku terus terbayang dengan sosok Alvino Gunadi. Memang harus aku akui tidak mudah untuk melupakannya begitu saja. Semua yang terjadi masih membekas jelas dalam pikiranku. Sampai-sampai aku tidak bisa fokus dalam bekerja. Berulang kali aku melihat ke arah ponselku dan berharap ada pesan masuk ataupun telpon dari Vino. Aneh rasanya kenapa sekarang aku jadi berharap dan menunggu Vino untuk menghubungiku. Sekilas terbesit dalam ingatanku ketika Vino tersenyum dan menggandeng tanganku. Itu sangat menyenangkan sekali. Aku menjadi tidak bersemangat hari ini. Bayangan wajah Vino terus saja mengganggu pikiranku.
"Nat udah waktunya istirahat. Kita makan yuk!" Bianca tiba-tiba muncul dan menyadarkanku dari lamunanku.
Akupun melihat jam di tanganku, dan kemudian mengangguk.
Aku dan Bianca pergi ke caffe langganan kami yang letaknya dekat dengan tempat kami bekerja. Sesampainya disana ternyata caffe itu sedang tidak terlalu ramai hari ini, jadi kamipun bisa leluasa memilih tempat duduk. Kami memilih tempat duduk di salah satu sudut caffe itu. Kemudian seorang pelayan datang dan kamipun segera memesan makan siang kami.
"Kenapa sih Nat? kayaknya kamu gak semangat gitu?"
"Enggak. Biasa aja kok."
"Enggak mungkin. Kamu pasti lagi mikir sesuatu."
"Gak ada Bi."
"Kamu pasti mikirin Vino ya?" goda Bianca.
"Apaan sih. Enggaklah."
"Kangen ya? Hahahaha..." kata Bianca sambil tertawa.
"Jangan mulai dech!!" jawabku sewot.
"Eh... eh... Nat liat itu!" Tiba-tiba mata Bianca melotot seperti sedang melihat hantu.
"Ada apa sih Bi?" kataku sambil menoleh kebelakang karena penasaran apa yang dilihat Bianca.
"Liat Nat. Itu kan Alvino Gunadi. Wah panjang umur, baru diomongin. Eh... Nat ngapin kamu nutupi mukamu pakai serbet segala?" Bianca keheranan melihatku yang tiba-tiba menutup mukaku dengan kain serbet putih yang memang disediakan caffe itu di setiap mejanya.
"Aduh diem Bi! Berisik ah. Nanti kedengeran suaramu," kataku sedikit geram dan panik.
"Aduh Nat santai aja. Kelihatannya Vino tidak akan memperhatikan kita. Sepertinya mereka sedang sibuk, mungkin mereka sedang bicara bisnis. Tuh lihat!!"
Aku mencoba menoleh dan sedikit mengintip dari kain yang menutupi mukaku.Vino terlihat bersama dengan beberapa orang pria sedang duduk sambil berbincang-bincang. Dan ditangan Vino terlihat sedang memegang beberapa lembar kertas.
"Bi... ayuk balik kantor sekarang!"
"Kenapa sih Nat. Kamu mau menghindari Vino? Buat apa? Sebaiknya kamu santai aja. Kamu kan gak salah apa-apa."
"Bener juga sih. Tapi aku males aja ketemu. Lagian apa gak ada tempat lain sih? Pake milih bicara bisnis di sini."
"Udahlah Nat! Kita makan aja dulu, laper nih! Kan sayang sudah beli enggak dimakan."
"Ya udah tapi cepetan ya makannya nanti."
Beberapa saat kemudian pesanan makanan kamipun datang. Aku dengan segera menaruh serbet yang aku pakai untuk menutupi mukaku tadi dan mulai untuk makan. Aku seperti orang kalap karena berusaha secepat mungkin untuk menyelesaikan makan siangku.
"Bi kamu yang bayar ya! Ini uangnya. Aku tunggu di luar!"
"Iya oke. Tapi tunggu beneran jangan di tinggal, awas ya!" kata Bianca sambil menunjuk ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet doll & Mr. Perfect
RomanceSweet Doll and Mr. Perfect bercerita tentang seorang wanita yang bernama Natalie Adiwijaya yang memiliki pekerjaan sebagai journalist di sebuah majalah ternama ibu kota. Dan suatu hari Natalie memiliki tugas untuk mewawancarai seorang bilionare yang...