2. Wanita Kemarin Malam

92 7 8
                                    

Kicau burung gereja yang terdengar dari kejauhan adalah suara yang pertama kali menyerang telinga Midori pagi itu. Sementara matanya mengerjap akibat sinar matahari yang menembus masuk lewat serat-serat gorden kamar. Setelahnya ia mendengar jeritan cicada saling bersahutan.

"Ohayou, (Selamat Pagi)" gumamnya pada diri sendiri.

Midori baru ingin meregangkan tubuh ketika tersadar bahwa ia sedang tak berada di kamar apartemennya. Gadis itu menghela napas panjang, kembali memejamkan mata. Jemarinya dengan pelan meraba leher lalu turun ke dada, menemukan diri tak berpakaian sedikitpun. Lagi, helaan napas berat itu keluar.

"Kaoru," panggilnya dengan suara berat namun terbatuk karena tenggorokannya tercekat.

Midori diam sebentar lalu meraih ponsel yang ia letakkan di bawah bantal tadi malam. Jam digital di layarnya menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Saat memeriksa kotak masuk email, ada gerakan pelan yang diikuti helaan napas lembut ia rasakan di belakangnya.

Midori menoleh sebentar lalu kembali berkutat dengan ponsel di tangan. Satu lengan lain yang lebih panjang menangkup tubuh Midori yang hanya berbalut selimut. Gadis itu tak bergerak, hanya memutar bola matanya bosan.

" 'hayou," sapa sebuah suara berat. "Sedang apa?"

"Cek- ungh...," Midori berhenti sebentar karena wajah Kaoru tenggelam di lehernya. "Cek email," jawabnya lagi

"Urusan pekerjaan?"

"Ya," angguknya tanpa beralih dari layar ponsel.

Tachibana Midori baru membaca awal kalimat dari isi pesan yang paling atas ketika Kaoru tiba-tiba menjatuhkan satu kecupan pelan di lehernya, membuat Midori menahan napas sebentar. Ia coba menyikut lelaki tersebut dengan pelan tetapi Kaoru kembali menciumnya, kali ini di bibir dan berusaha mengambil ponsel Midori kemudian menaruhnya di bawah bantal seperti semula.

"Kaoru!"

"Iya, iya...." Kaoru menjawab pasrah. Menarik diri dari tubuh Midori. Ia menggeleng pelan sambil menyayangkan. "Hmm- padahal kau manis sekali tadi malam, Midori-chan."

Berlagak tuli, Midori mengabaikan komentar Kaoru dan beralih bangkit. Ia meraih pakaian yang tergeletak di lantai lantas mengenakannya. Sementara Kaoru hanya memandangi sambil tersenyum.

"Midori," panggil Kaoru. Ia tertawa kecil sebentar kemudian lanjut berucap, "Kau boleh pakai kamar mandiku kalau kau membutuhkannya. Aku sudah pernah bilang, kan?"

"Ya. Pernah," jawab Midori tak peduli.

Kaoru tertawa lagi. "Hahaha astaga. Ah, kau ini tak pernah berhenti membuatku tertarik, ya."

Midori kini selesai berpakaian dan duduk di pinggir ranjang, memakai kaus kakinya.

"Rambutmu masih berantakan," ujar Kaoru menyentuh ujung rambut Midori yang panjangnya hanya sepunggung atas.

"Hmm? Aku bisa urus sendiri, kok."

Terdengar suara gesekan lembut ketika Kaoru menyingkap selimut. Ia memainkan jemari telunjuknya pada punggung Midori sembari menawarkan pada gadis itu salah satu ruangan apartemennya.

"Oh ya, pakai saja dapurnya kalau perlu sarapan. Rasanya masih ada beberapa makanan olahan kemasan di kulkas."

Midori menoleh dan menghadap Kaoru yang tidur dengan posisi miring. Satu tangannya menopang kepala. Rambut laki-laki itu berantakan, wajahnya juga masih tak bersemangat khas orang yang baru bangun tidur. Bagian atas tubuhnya tak tertutupi apapun.

Kaoru mengangkat lengannya yang terbebas, meraih rambut Midori kemudian memainkannya pelan. Midori sendiri hanya diam membiarkan lelaki itu berkutat dengan apa yang dilakukannya.

Akai Ito (Benang Merah Takdir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang