Devano keluar dari kamar mandi dengan masih memakai baju yang sama namun dalam kondisi yang bebeda karena kini dia terlihat lebih fresh. Devano tersenyum melihat Aluna yang tengah memainkan ponselnya diatas kasurnya. "Aluna kau ingin mandi?"
Aluna menoleh lalu mengangguk diapun meletakkan ponselnya diatas nakas lalu melenggang menuju kamar mandi dengan tak lupa membaca jubah mandinya juga handuk beserta gamis. Devano mengedarkan pandangannya,dikamar Aluna terdapat banyak figura yang didalamnya foto Aluna semasa kecil dan juga ketika SMA. Devano terkekeh karena sejak kecil Aluna sudah cantik dan menggemaskan. "Kau memang cantik dari dulu,sayang"gumamnya.
Beberapa menit kemudian Aluna keluar dengan sudah memakai gamis berwarna abu-abu dan rambut yang masih dililiti handuk. Aluna menatap Devano yang tengah memperhatikan foto masa lalunya. "Isshh,Vano. Jangan melihat foto-foto itu aku malu"ucap Aluna yang menutup kedua mata Devano dengan kedua tangannya. Devano terkekeh lalu melepaskan tangan Aluna dari matanya dia tatap Aluna lekat-lekat dan tangannya mengunci pinggang Aluna agar tetap berada dihadapannya,dengan Devano yang duduk dipinggiran kasur dan Aluna yang berdiri dihadapannya.
"Mengapa harus malu? Kau sekarang dan dulu sama-sama cantik dan tetap shalihah,bedanya sekarang tambah cantik"ucap Devano bersungguh-sungguh.
Aluna mengalihkan pandangannya dari Devano. "Dan... Emmm satu lagi"tambah Devano yang membuat Aluna kembali menatap Devano."Tetap menggemaskan,pipimu dulu chubby ya sekarang kok tirus?"sontak Aluna memukul dada Devano. Devano terkekeh "Padahal kan kalau saja sekarang masih chubby aku bisa cubitin setiap hari"
Aluna memberenggut kesal "Aku tidak chubby dulu maupun sekarang.Ah sudahlah tak ada gunanya berbicara dengan makhluk seperti dirimu!"Aluna menghentakan kedua lengan Devano yang mengunci pinggangnya lalu melenggang menuju meja riasnya untuk mengeringkan rambutnya.
Devano menghampiri Aluna dan memeluknya dari belakang setelah Aluna selesai mengeringkan rambutnya "Aluna,jangan marah seperti ini ya? Aku hanya bercanda. Jangan dibawa perasaan seperti itu,sayang"
Aluna membalikkan tubuhnya dan berdiri dihadapan Devano,dia mendongak untuk menatap wajah Devano "Vano,kau tinggi ya seperti tower saja"
Devano menaikkan kedua alisnya lalu mengangguk-anggukkan kepalanya "Oh... Balas dendam ceritanya?"
"Tapi ini fakta,Vano. Kau tinggi seperti tower dan kau tua"cibir Aluna dengan kekehannya.
"Iya aku tinggi dari pada kau pendek seperti pohon toge saja,ehh toge ya? Aku lupa"
Sontak Aluna tertawa "Iya.."
"Nah kau pendek seperti pohon itu,dan emm kau bawel seperti petasan yang meletup-letup,juga kau gendut!"
"Vano ih,oke kau TUA! kau mirip om-om,Vano"ucap Aluna tak sungguh-sungguh padahal Devano sangat tampan dan terlihat masih seperti usia dua puluh tahunan.
Devano menggelitiki perut Aluna "Ini hukuman karena kau waktu itu menyebutku tua dan juga untuk yang sekarang" Aluna tertawa dan matanya sudah berair karena terlalu tertawa kegelian.
"Vano.. Hahaa.. Vano hentikan.."ucap Aluna disela tawanya.
Devano tertegun saat Aluna tiba-tiba saja tak sadarkan diri "Ya Allah Aluna kau..."Devano mengguncang bahu Aluna dan Aluna tak menggubris. Aluna benar-benar meyakinkan akting pingsannya. "Aluna sayang,bangun ya. Maaf"
Aluna tiba-tiba saja mencium pipi Devano dan bangkit lalu berlari kearah balkon,dan Devano merasa dirinya dibohongi dan langsung mengejar Aluna dan kembali menggelitikinya dibalkon. Aluna tertawa "Vano.. Hhhhh. Oke oke maafkan aku. Maafkan aku,aku tak bermaksud membohongimu.. Hhhh maaf"Aluna beberapa kali mengambil napas karena terlalu lelah terus tertawa.
Devano tak henti menggelitiki perut Aluna lalu akhirnya dia mencium bibir Aluna. Cukup lama merekapun mengakhiri kegiatannya. "Vano... Aku sesak sepertinya aku akan pingsan,sungguh"
"Pingsan saja nanti aku yang memberimu napas buatan"
Aluna tertawa lalu memeluk Devano namun keduanya sama-sama menatap kearah langit yang setengah jam lagi akan masuk waktu senja,maghrib. "Vano kita disini dulu ya?"
Devano mengangguk dan mencium puncak kepala Aluna. "Iya,sayang"
Tiga puluh menit sudah terlewati langit sudah mulai menggelap dan cahaya orange yang sangat cantik menghiasi langit itu. Senyum kedua pasangan itu sangat terlihat tulus diwajahnya. "Kau ingat sesuatu tentang senja?"ucap Devano yang masih menatap langit.
Aluna mengangguk "Ya,senja dan halte itu,tempat kita pertama bertemu. Dan kau dulu sangat menyebalkan dan percaya diri. Dan berkat kehendak Allah yang mempertemukan kita disana kala itu hingga membuat kita bersatu seperti sekarang"
Devano menatap Aluna dan melepaskan pelukannya,dia mengaitkan rambut kebelakang telinga Aluna yang menghalangi wajah cantik Aluna "Dan kala itu hari pertama aku jatuh"
Aluna tersenyum "Karena kau jatuh pada pesonaku,bukan karena yang lain"
Devano terkekeh "Tidak. Itu tidak benar,tebakanmu salah besar.. Aku suka gadis berhijab dan-"
"Oh.. Jadi kau suka semua gadis yang berhijab sepertiku? Oh baiklah. Padahal masih banyak yang berhijab sepertiku,pergi saja dan cari saja yang baru"
Devano terkekeh lalu mengelus kepala Aluna "Gadis berhijab sepertimu mungkin banyak didunia ini,namun bedanya kau adalah satu-satunya gadis yang kucintai hanyalah dirimu,sayang"
Pipi Aluna memerah merona "Modus"
"Modus tapi kau berhasil blushing,Aluna"
Aluna meraba pipinya dan memang benar terasa panas. Keduanya tersenyum lalu masuk kedalam kamarnya dan bersiap untuk salat maghrib karena beberapa menit lagi adzan akan berkumandang.
Keduanya wudhu bersama dan setelah berdo'a masih didalam kamar mandi Devano menatap Aluna. "Vano,ih ada apa?"
Devano tersenyum "Nanti dikantor kita bisa wudhu bersama seperti ini. Dan kau ingat tidak saat pakaian kita basah karena kita berebut wudhu? Itu sungguh menyenangkan"
Aluna ikut tersenyum "Ya aku ingat,sudahlah kita salat sekarang- maksudku kau ke mesjid saja bersama mas Hasan juga abi"
Devano mengangguk lalu merekapun keluar dari kamar mandi "Sebentar aku akan bicara dengan mas Hasan dulu"
"Tak usah,sayang. Aku bisa sendiri"
"Tidak..." Aluna memakai sandalnya dan berlari keluar kamar dan masuk kedalam kamar Hasan yang memang disamping kamar Aluna hanya terhalang oleh satu ruangan. Aluna mengetuk pintunya dan keluarlah Hasan. Hasan tersenyum.
Aluna tersenyum dan mencium punggung tangan Hasan "Assalamu'alaikum,mas"
"Wa'alaikumsalam,de ada apa hmm?"
"Vano ikut mas dan abi ya ke mesjid?"
Hasan tersenyum dan tak lama dari itu Devano datang dengan sudah mengenakan sarung dan baju koko yang sudah Aluna siapkan. "Ya sudah ayo,Kan?"
Devano terkekeh "Iya ayo. Sayang,aku pergi dulu ya?"
Aluna tersenyum lalu mencium punggung tangan Devano dan Devano mencium puncak kepala Aluna "Wudhuku batal"
Aluna mengerucutkan bibirnya "Tinggal wudhu kembali apa yang susah?"
Devano terkekeh padahal dia bercanda tapi Aluna begitu sensitif hari ini "Iya iya.. Aku hanya bercanda,Aluna. Aku pergi Assalamu'alaikum"
"Hmm wa'alaikumsalam" Hasan tersenyum dan mengacak rambut Aluna "Mas juga berangkat dulu,de" Alunapun mencium punggung tangan Hasan dan kembali tersenyum.
"Iya"
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Kedua pria itu melenggang pergi dan Alunapun masuk kembali kedalam kamarnya dan kembali berwudhu dan bersiap salat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Bersamamu | √
SpiritualHR #1 in Spiritual -Ambil yang baiknya dan buang yang buruknya- ---- "Aku tidak pernah tahu alasanmu memilihku untuk menemanimu,menjadi kekasihmu. Entah karena cinta atau hal lainnya. Yang ku tahu adalah kini kau adalah suamiku,imamku,pria shalih ya...