Volume 1 - Chapter 01: Pendaratan Pertama

11 1 0
                                    

Kalendar Kerjaan. 12 Oktober 3488.

Langkahnya cepat, namun tegas. Perawakannya menunjukan usia tak lagi muda. Menggunakan seragam militer lengkap dengan jubah yang hampir menyentuh lantai tidak menghambatnya untuk bergerak semakin cepat.

Setiap orang yang melihatnya, menyilangkan tangan kanan ke dada kiri lalu menundukkan kepalanya. Para pengawal ruangan khusus segera membuka pintu ketika dia sudah semakin dekat.

Ruangan itu besar. Hiasannya terlihat mewah, menunjukkan kejayaan dari masa-masa lampau. Lantainya terbuat dari marmer terbaik. Dindingnya dipenuhi oleh foto-foto para pahlawan dan dewan militer dari generasi ke generasi. Ditengahnya terdapat meja bundar yang cukup besar beserta tujuh kursi.

"Jadi, mereka sudah memutuskan?" Tanya sang Jendral Nilveim sambil duduk di bangkunya.

"Kurang lebih seperti itu, Nilveim."

"Vandal, Kau yakin ini yang terbaik?"

"Tentu, Nilveim. Lagi pula kita, tujuh dewan militer, tak akan bisa berbuat banyak jika Highest Three Sudah memutuskan sesuatu." Sahut Jendral Vandal.

"Terlebih lagi, dewan rakyat sudah mendesak. Mereka selalu beranggapan bahwa perang merupakan jalan terbaik. Tetapi ketika diminta mengirimkan anggota keluarganya untuk maju berperang, mereka mengelak dengan segala cara. Sungguh memalukan." Tambah Jendral Fariz.

Sejenak, Jendral Nilveim terlihat berpikir. "Hmm, itu yang membuat raja, panglima, dan penasihat memutuskan untuk bertempur."

"Bukan hanya itu, Nilveim." Tambah Jendral Lily. "Kau tau sendiri, sang pengkhianat, Adipati Raven merupakan mantan orang terpercaya raja dan cerdas dalam segala aspek. Jika dibiarkan, maka kerajaan akan hancur dengan cepat. Dan-"

"Dan jika bernegosiasi, sudah pasti tidak akan ada kesepakatan. Kalaupun ada, posisi raja akan segera digulingkan dan sistem pemerintahan dirombak sesuai keinginan Raven. Kekuasaan mutlak. Dengan kata lain, apapun tindakan yang diambil, semua harus berujung pada satu hal. Perang." Sela Jendral Lifex.

"Wah wah, nak Lifex. Kau sudah semakin pintar ya semenjak masuk dewan militer." Sahut Jendral Albert.

"Dan para Adipati?"

"Sama saja, Nilveim. Para Adipati tak dapat bergerak banyak semenjak pemberontakan Raven dan perebutan wilayah di timur. Sudah tak ada pilihan lain. Kita diminta untuk memutuskan kapan maju berperang." Jawab Jendral Decimus.

"Lalu, Decimus, sebagai ahli strategi, apa yang kau sarankan?"

"Tentu saja Nilveim, menurunkan prajurit regular kita. Baik darat, laut, udara. Yang pertama kita akan mempertahankan wilayah timur dan selatan yang akan menjadi titik gempuran Raven. Pasukan akan segera dikerahkan setelah kita mengambil keputusan. Jalur persediaan senjata dan makanan juga sudah ku persiapkan berikut dengan jalur cadangan. Karena kemungkinan besar Republik Aternal juga akan memanfaatkan situasi ini di wilayah barat, maka kita akan memperkuat pertahanan disana. Sekitar tujuh puluh persen pasukan kita akan dikirim ke selatan dan timur. Lima belas persen di barat untuk berjaga, dan sisanya di utara."

Mendengar penjelasan itu, Jendral Vandal mengerutkan dahinya. "Kau terlihat begitu yakin dengan utara."

"Utara itu terlalu kuat untuk dijatuhkan. Bukan karena pasukan sebagai faktor utama. Tetapi musim dingin yang cukup ekstrim. Sekarang bulan oktober, dan negara mana yang dengan bodohnya berani ke wilayah utara, Vandal?"

"Jendral muda, Lifex Snow. Jaga nada bicaramu."

"Maaf, Nilveim."

"Jadi..." Jendral Nilveim melanjutkan. "Apa ada titipan lain dari raja?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RITTERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang