8. Detektif Dadakan

49 6 0
                                    

Sekarang saatnya menjalankan misi mendokumentasikan kegiatan Revi. Gue sengaja pilih hari Jum'at, karena pulangnya lebih awal. Selain itu gue dapet jadwal Revi dari teman dekatnya bernama Dini. Dan hari ini adalah jadwal Revi les di rumahnya.

Gue dan Anggun lagi diperjalanan menuju rumah Revi. Untunglah dia bisa nyempetin waktu buat bantu gue menguntit Revi. Mobil gue berhenti saat lampu merah. Tiba-tiba Anggun menutup kaca jendela dan langsung mengubah kursi mobil menjadi tiduran.

"Anggun, lo kenapa?" tanya gue heran dia seperti sedang bersembunyi.

Anggun gak menjawab hanya diam dan sepertinya ketakutan. Gue coba tanya beberapa kali, tetep gak ngejawab. Sampai gue gak sadar udah lampu hijau dan banyak kendaraan di belakang yang membunyikan klakson.

"Anggun, tadi lo kenapa sih?" tanya gue sekali lagi. Sekarang mobil udah maju dan Anggun duduknya udah tegak kembali.

"Ha? Oh ... ngggak kok itu tadi gue sedikit pusing butuh tiduran. Vin, maaf sepertinya gue gak bisa ikut buat nguntit Revi. Gue harus ada di rumah. Guru les gue gak jadi ijin," jawab Anggun dan langsung turun dari mobil.

Belum juga gue jawab boleh udah main turun aja. Emang sih tadi bilangnya dia bisa ikut karena guru les nya ijin. Gue heran darimana dia tahu guru les nya gak jadi ijin padahal daritadi gak cek ponsel sama sekali.

-----Journalist-----

Gue udah sampe tepat di depan rumah yang ada di seberang rumah Revi. Gue langsung persiapan bawa kamera kesayangan dan memakai kacamata hitam. Biar keren gitu.

Gue berjalan santai ke depan gerbang rumah Revi. Sesaat gue baru sadar tujuannya kan mau menguntit, tapi malah seperti mau bertamu. Akhirnya gue cuma diem di depan gerbang dan memikirkan cara mengendap supaya gak terciduk.

Gue perhatikan rumah ini dari depan gerbang. Sebelum sampai rumah ada jalan seukuran satu mobil masuk. Ada pos keamanan juga di pertengahan jalan itu. Di seberang pos ada taman serta kolam ikan. Rumah Revi mewah dengan dua lantai yang sepertinya besar. Namun, nuansanya adalah tropis karena banyak tanaman dan pepohonan yang biasa ada di Indonesia yang memiliki musim tropis.

Gue suka pemandangan rumah ini. Selain itu suasananya sejuk, damai, dan tenang. Gue jalan ke sekitar rumah Revi yang sekelilingnya ditembok dengan pagar diatasnya. Beda dengan gerbang yang seutuhnya pagar. Rumah ini terletak di antara perempatan jalan.

Akhirnya gue nemuin gerbang samping yang ukurannya seperti pintu biasa yang terbuka. Sepertinya itu pintu khusus kalau nggak mau jalan terlalu jauh untuk sampai rumah. Gue langsung masuk rumah Revi.

Gue baru ngerti kalau rumah ini dikelilingi taman. Diantara rumah yang lain di komplek ini hanya rumah Revi yang halamannya paling luas. Posisi gue lagi di taman belakang dekat kolam berenang. Sebenernya gue mau masuk rumah dan mencari Revi yang sedang les. Namun, yang jadi masalahnya rumah Revi ini dengan taman belakang hanya dibatas sama pintu kaca. Mengendap pun gue rasa percuma pasti ketahuan. Ini aja gue lagi ngumpet di belakang pohon ah entahlah namanya, yang deket kolam berenang.

Gue lihat Revi membawa beberapa buku dan langsung menuju saung. Sambil mengendap diantara pepohonan gue ikutin dia. Beruntung saung itu ada kayu pembatas dipinggirnya setinggi 50 cm. Jadi gue bisa ngumpet dibelakangnya.

Sejauh ini gue belum ketahuan, tapi masalahnya ini kamera masih ada ditangan. Masa mau dokumentasinya dari belakang. Gue berdiri sebentar untungnya Revi sedang menghadap ke depan sambil teleponan.

Gue perhatiin sekitar dan melihat ada pot besar di samping kanan bagian depan saung. Namun, gue gak mungkin ke sana nanti ketahuan Revi. Ternyata keberuntungan berpihak ke gue. Revi pergi dari saung dan masuk ke rumahnya.

Secepat kilat –gak secepat kilat juga sih— gue simpen kameranya di pot itu dan mengatur kamera agar dalam keadaan merekam video. Lalu, gue tutup kamera tersebut menggunakan dedaunan. Gue berharap suaranya bisa ketangkep sama kamera itu. Jaraknya gak jauh banget sih, tapi gak menutup kemungkinan suara Revi dan guru les pribadinya itu kecil.

Kamera siap, gue langsung berdiri. Pembatas antara rumah dan kolam berenang dari kaca membuat gue bisa melihat Revi sedang berbincang-bincang dengan seorang cowok tinggi dan berkulit kecoklatan yang sepertinya anak kuliahan. Gue langsung lari ke belakang saung tadi. Lagi-lagi gue beruntung karena mereka gak sempet lihat gue.

Gue tahu dari Dini jadwal les Revi memang dari pukul setengah lima sampai pukul setengah enam sore. Gue lihat jam tangan hitam yang selalu dipakai sekarang tepat pukul setengah lima. Sebenarnya males ada di sini, tapi gimana lagi gue harus beresin tugas ini.

Dari yang gue denger dari sini mereka lagi belajar pelajaran fisika. Gue bosen di sini dengerin mereka yang bahas tentang gelombang bunyi. Gue sering cek jam tangan berharap segera pukul setengah enam. Entahlah gue merasa waktu terasa lambat.

Setelah satu jam menunggu akhirnya beres juga Revi lesnya. Namun, mereka masih diam sampai Revi memanggil guru lesnya. Dan gue yang masih setia nunggu di belakang saung.

“Bang Kevin,” panggil Revi dengan nada manja.

“Tumben panggil gue bang Kevin biasanya juga lo panggil Bangke. Ah, gue tahu pasti lo ada maunya,” ujar guru les Revi yang sekarang gue tahu namanya Kevin.

“Itu lo tahu Bang, he he,” ucap Revi terkekeh. “Bang, lo tahu kan besok hari Sabtu. Jadi, gue gak les lagi ya. Eum boleh gak—“

Bang Kevin langsung memotong kalimat Revi, “Gue bohong lagi ke bokap lo, dengan bilang lo lagi les di luar rumah bareng gue. Gitu, kan?”

“Ya, gitu Bang. Boleh, ya?” mohon Revi. “Gue janji kali ini bakal kasih bayaran lebih buat lo.”

“Ini bukan masalah uang, Rev. Gue bingung alasan apalagi sama bokap lo. Mungkin udah lima kali atau lebih pakai alasan yang sama. Lo mau guru les lo yang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung ini dipecat?”

“Pokoknya alasan apa aja deh, Bang. Gue cuman gak bisa les hari Sabtu. Masa tiap hari gue les terus. Gue bosen Bangke pengen bolos kali ini aja.” Revi terus memohon.

“Hari Sabtu kemaren-kemaren emang lo ngapain? Bolos les juga, kan? Ya udah deh terserah terpaksa bohong lagi, tapi inget gue bakal pakai alasan yang sama. Dan kalau sampe bokap lo curiga. Lo yang harus tanggung jawab. Ngerti?” Dari nada suaranya gue tahu kalau dia jengah sama permintaan Revi yang udah keseringan itu.

“Iya, gue ngerti. Makasih Bangke, hari Minggu gue kasih bayaran buat lo.”

Hari Sabtu Revi mau ke mana? Besok gue pasti jadi detektif dadakan lagi. Dan sekarang gue masih mikir gimana cara keluar dari rumah Revi. Mana udah mau magrib.

----------📷----------

Journalist #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang