Typo maklumi yaaah. Ngetiknya di hape. Ngeditnya gk teliti soalnya lagi mati lampu. Eeits..
Sediakan tisu kering yah. Jangan tisu basah.🍁
🍁
🍁
🍁🍁🍁Repost 2 April 2020
maaf semalam kasev nggak update...
happy reading dan siapin tisu
"Grace, kita bisa membebaskan kakak kamu!"
Perempuan dengan rambut coklat bergelombang itu menatapku dengan mata tak percaya. "Ibu Siwi bilang apa?" tanyanya memastikan pendengaran.
Aku menarik napas pendek, membebaskannya dan tersenyum kepada Grace. "Gara bisa kita bebaskan!"
"Ibu Siwi tidak bohong 'kan?"
Aku menggeleng. Mencondongkan tubuhku dengan menumpu kedua siku di atas meja kerja. "Kalau tidak percaya, sebaiknya kamu ikut saya bertemu Allan. Dia yang akan membantu urusan kita."
Gadis itu masih berusaha menguasai diri.
"Kamu harus ikut karena kamulah keluarga Gara satu-satunya, kamu yang bertanggung jawab nanti dalam proses pembebasan bersyaratnya."
"Tentu saja, Bu. Saya akan melakukan apa pun yang mampu saya lakukan untuk membantu kakak."
"Kalau begitu kita temui Pak Polisi Allan besok setelah kuliah terakhir. Dia akan menerangkan apa saja yang harus kita persiapkan."
Aku tiba di rumah mama mertuaku sekitar pukul lima sore. Papa juga baru sampai. Terlihat lelah di wajahnya ketika aku menyalami tangan beliau yang tengah duduk bersandar di ruang tamu.
"Baru pulang, Wi?" tanya papa dengan menegakkan tubuhnya. Aku pun duduk di bangku lain sebelah papa.
"Papa juga, ya."
"Masih lama mamimu di Bandung?"
Kugelengkan kepala. Mami tidak bicara apa-apa soal tanggal kepulangannya. Ini sudah beberapa hari mami di sana. Ketika akan berangkat, mami kelihatan berat hati meninggalkanku sendirian. Namun setelah sampai di sana, ketika berkumpul bersama keluarganya, mami mungkin melupakan kekhawatirannya. Meskipun mami selalu meneleponku setiap malam, menanyakan kabarku dan kandunganku, mami tak membahas soal kepulangannya. Padahal, jika hanya menghadiri acara pernikahan saja, dua atau tiga hari sudah cukup. Atau jangan-jangan, mami terlalu senang berjumpa keluarganya hingga ingin lebih lama tinggal di sana?
"Tidak apa-apa. Kami juga orang tuamu. Jangan takut sendirian, tinggallah dengan nyaman di rumah ini," ucap papa dengan wajah kebapakannya.
Telah lama sekali aku kehilangan sosok papi. Hari ini, hanya beberapa patah kata yang diucapkan Papa Juan, mataku memburam. Mengedip-ngedipkan mata untuk menghalau air yang terbit di sudut mata, aku mengangguk.
"Jangan anggap kami orang asing. Karena jika kamu menganggap kami bukan siapa-siapa, kami akan sedih. Papa dan mama ini adalah orang tua kedua kamu. Jangan canggung tinggal di sini. Ini adalah rumah Siwi."
"Boleh Siwi—" Aku menggigit bibir. Perlahan bangun dari tempat duduk dan berjalan dengan lutut mendekati papa. Di kaki papa, aku bersimpuh.
"Siwi merindukan papi. Siwi merindukan orang tua Siwi. Bolehkah Siwi memeluk Papa sebagai papa Siwi?"
Papa menyentuh bahuku, membuatku mendongak kepadanya. Kurasakan air mata menderas jatuh dari mataku. Papa mengusap kepalaku.
"Kamu tidak mengerti apa yang tadi Papa katakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Luka (Dihapus Sebagian)
Romance𝙰𝚍𝚊𝚔𝚊𝚑 𝚜𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊𝚊𝚗 𝚋𝚒𝚕𝚊 𝚕𝚎𝚕𝚊𝚔𝚒 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚖𝚎𝚗𝚓𝚊𝚍𝚒 𝚜𝚞𝚊𝚖𝚒𝚖𝚞 𝚊𝚍𝚊𝚕𝚊𝚑 𝚔𝚎𝚔𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚜𝚊𝚑𝚊𝚋𝚊𝚝𝚖𝚞? 𝚂𝚒𝚠𝚒 𝚖𝚎𝚗𝚐𝚊𝚖𝚋𝚒𝚕 𝚔𝚎𝚙𝚞𝚝𝚞𝚜𝚊𝚗 𝚋𝚘𝚍𝚘𝚑 𝚜𝚊𝚊𝚝 𝚜𝚊𝚗𝚐 𝚜𝚊𝚑𝚊𝚋𝚊𝚝...