16.

1.2K 217 31
                                    

•sixteen; her [new] brother•

Malam sudah semakin larut. Meskipun begitu, Jae masih saja betah berada di rumah Saerin. Brian sudah pamit sejak dua jam yang lalu. Seungwan juga memberi kabar kalau ia akan pulang sangat larut.

Mereka sudah pindah ke ruang tamu. Sedaritadi, Saerin melingkarkan lengannya pada pinggang Jae. Ia ingin Jae tetap disini, menemaninya sampai Seungwan pulang. Jae hanya tersenyum manis dan menepuk pucuk kepala Saerin beberapa kali.

"Rin-ie, aku harus pulang sekarang. Ini sudah larut, aku tidak enak pada Seungwan noona. Besok pagi-pagi sekali aku akan datang menjemput mu, tenang saja. Jadi, aku pulang, hmm?" bujuk Jae sembari sedikit menundukkan kepalanya untuk melihat Saerin.

Kepala Saerin menghadap pada dada Jae dan menggeleng dengan erat, "Tidak, aku masih ingin memeluk mu. Kau enak untuk dipeluk," jawab Saerin yang semakin menenggelamkan kepalanya pada dada Jae.

Jae terkekeh, "Baiklah jika itu mau mu. Tapi aku ingin bertanya pada mu tentang suatu hal, apa tidak masalah?" Saerin mengangguk sebagai jawaban. Tangan Jae kini berada pada dagu Saerin, bermaksud untuk mengangkat kepala Saerin.

Wajah Saerin sudah menghadap pada Jae. Senyum manis Jae masih setia disana, melihat itu Saerin pun tersenyum hingga matanya menutup. Lucu sekali.

Padahal, waktu masih bersama Hoseok, Saerin tidak pernah tuh bermanja-manja seperti ini.

"Tadi kau bercerita pada saat kau bertemu dengan Hoseok sampai Hoseok menyatakan perasaannya pada mu, lalu bagaimana kalian putus?"

Saerin tersentak mendengar pertanyaan Jae. Ia memang bercerita tentang Hoseok tadi. Sedari Jae sampai dirumahnya sampai Brian ingin pulang, Saerin terus bercerita. Jae dapat melihat binar bahagia dari mata Saerin, saat perempuan itu menceritakan Hoseok.

Ah tenang saja, Jae sudah tidak menyukai Saerin lagi, saat ini Jae sedang mencoba untuk mendekati teman satu angkatannya, Irene.

Tentu saja Saerin tahu akan hal tersebut. Tadi Jae sudah bercerita. Awalnya Saerin tidak suka mendengarnya, karena yah, Saerin sebenarnya ingin membuka hatinya untuk Jae. Namun, memang dirinya diharuskan untuk menutup kembali hatinya.

Tangan Saerin sudah lepas dari pinggang Jae. Badan Saerin juga sudah bersandar pada punggung sofa. Helaan napas terdengar dari bibir mungil Saerin. Jae menatap Saerin dengan tanda tanya besar di kepalanya.

"Kalau kau tidak ingin bercerita, tidak apa, aku--"

Wajah Saerin menatap Jae dan tersenyum tipis, "Tak apa, aku akan bercerita," potong Saerin. Kini, badan Saerin sudah menghadap ke arah Jae sepenuhnya. Mata kucingnya juga menatap manik mata Jae. Yang ditatap pun hanya memandang Saerin dengan penuh tanda tanya.

"Waktu itu, kira-kira sedang musim semi, Hoseok mengajak bertemu. Ini aneh, karena biasanya ia akan menjemput ku dirumah. Namun ini tidak, ia menyuruh ku untuk berangkat sendiri. Aku hanya mengiyakan saja permintaannya, toh aku juga sudah lama tidak bertemu dengan Hoseok," cerita Saerin sembari tangannya ia gunakan untuk membenarkan letak poni Jae.

Jae tersenyum dan Saerin balas tersenyum dan kemudian tangannya ia gunakan untuk mencubit pipi Jae dengan pelan. Ia ingin bermanja-manja dahulu dengan Jae, sebelum nanti Jae menjadi milik orang lain.

Sunshine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang