Genggaman Yang Terlepas

18 4 0
                                    

Setiap kata yang bang Dean ucapkan seakan menusuk dadaku. Tak ku bayangkan betapa kesakitannya Kenji saat itu. Sendiri. Namun aku mencoba menyemangati bang Dean yang terus menyalahkan dirinya.

"Bang Dean jangan nyalahin diri sendiri, semuanya sudah di atur oleh yang di Atas." Ucapku pada Bang Dean sembari menyeka air mata di pipiku.

"Harusnya aku gak ninggalin dia sendiri." Ucap bang Dean.

"Kalau bang Dean ada di bis itu juga, itu artinya, bisa jadi bang Dean tidak ada di sini sekarang. Lalu gimana sama Disa? Orang tua bang Dean juga, gimana perasaan mereka?" Tegasku.

Bang Dean diam menatapku. Lalu memalingkan wajah menghadap ke arah pantai. "Terimakasih" Dia tersenyum tipis.

"Untuk?" Tanyaku.

"Terimakasih, karena setidaknya kamu baik - baik saja atas kejadian ini. Setidaknya aku sedikit lega." Ucap bang Dean. Menoleh padaku dan tersenyum.

"Aaah" Aku menghela nafas panjang."Bang Dean pasti juga sudah dengar cerita tentang Lea dan kegilaanku."

Dia menatap ke arahku lagi lalu memberantakkan poni pendekku.

"Tidak ada seorangpun yang akan baik - baik saja saat orang yang ia sayangi harus pergi meninggalkannya. Terutama, jika itu tanpa kata perpisahan." Ucapku sembari memandang pantai.

"Tapi" Aku menoleh pada bang Dean. "Apa dengan terus bersedih dan menyesal, orang itu akan kembali lagi pada kita?"

Aku menggeleng. "Tidak, kan?"

"Lalu, apa menurut bang Dean, Kenji akan senang melihat kita terus menyesali kejadian yang menimpanya? Aku yakin dia ingin kita bahagia dan saling berbagi senyum." Lanjutku.

"Maka dari itu." Aku memegang bahu bang Dean. "Setidaknya dari sini, kita harus membalas semuanya dengan sebuah kebahagiaan. Dia pasti juga akan bahagia disana."

Bang Dean tersenyum padaku. Mengangguk. "Dari pada aku, kamu memang jauh lebih mengenal Kenji, Kei. Terimakasih sudah menjadi wakil Kenji untuk menenangkan kegelisahanku." 

Aku tersenyum lebar.

Ku lihat langit sudah mulai berwarna kekuningan, menandakan matahari segera terbenam.

Setelah berpamitan pada bang Dean, aku menuju kamar hendak membangunkan Disa yang sedari tadi mengajak melihat sunset. Namun kulihat tidur Disa sudah sangat nyenyak. Akhirnya kuurungkan niatku. Lalu turun ke lantai bawah.

"Ce, aku mau lihat sunset ya?" Tanyaku meminta izin pada Cece.

"Kamu belum makan, kan?" Ucapnya balik bertanya.

"Nanti dulu." Jawabku setengah berteriak sembari melangkah keluar.

Lagi - lagi, mataku tertuju pada sosok di pesisir pantai. Kenji.

Aku menyandingnya. Dia melirik ke arahku.

"Senja kali ini lebih indah, ya?" Ucapnya.
"Apanya? Sama aja." Jawabku acuh. Memalingkan wajah.
"Masa? Apa mungkin karena aku terlalu bahagia."
"Bahagia kenapa?"
"Tidak ada yang lebih membahagiakan selain fakta bahwa kita disayangi juga oleh orang yang kita sayangi." Ucapnya lagi.

Entah mengapa aku tersipu malu karena ucapannya.

"Bisakah kamu bertahan lebih lama? Setidaknya sampai matahari benar - benar lenyap di kaki barat." Ucapku memelas.

"Supaya apa?"Tanya Kenji.
"Supaya, saat kamu menghilang,  pandangan mataku sedang terbenam dalam gelap. Jadi. Setidaknya aku gak terlalu merasa kehilangan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Balik SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang