Sore itu Mei memutuskan untuk bertahan lebih lama di sebuah pantai, menyaksikan biru lautan dengan deburan ombak yang sesekali mengenai kakinya, dingin terasa disaraf-saraf kakinya.
Sudah hampir dua jam ia menunggu seseorang. Ia masih belum datang sampai saat ini.
Netranya sendu menatap coklatnya senja yang mengantar kepergian mentari seorang diri. Perlahan kedua matanya terpejam menikmati angin sepoi yang menerpa tubuhnya. Tenggelam dalam pertanyaan mengapa seseorang membatalkan janjinya.
Tiga puluh detik, tak juga pertanyaan itu menemukan jawaban. Mei membuka matanya yang kini tak lagi kering, sesuatu yang keluar dari matanya turun membasahi kedua lesung pipinya hingga tertahan oleh senyum pahit di senja yang begitu manis itu.
Mei menangis dalam diam, hening sekali. Hanya hatinya yang berteriak kencang memanggil nama februari. Untuk yang terakhir kalinya, dia kembali menatap langit yang sudah tidak lagi menyediakan matahari, mei memutuskan untuk pulang saja kerumah, karna rasanya tak mungkin ia akan datang.
"Kenapa aku masih ingin menunggumu kak?" Gumaman kecil yang begitu penuh seteru sepanjang perjalanan pulang itu. Terputar kembali ingatan tentang februari yang berjanji akan menemuinya senja ini.
Langkah demi langkah, sepatu converse abu-abu itu meninggalkan jejak dipasir putih sepanjang pantai menuju rumahnya.Tak begitu jauh, ia sudah sampai didepan pintu rumah classic yang dihiasi berbagai jenis tanaman didepannya. Mei segera manuju kamarnya. Seperti biasa mei punya cara tersendiri untuk menceritakan harinya di sebuah buku catatan kecil bernuansa merah jambu, pada sampul depannya tertulis sebuah kata yang hurufnya dibuat seperti doodle, yaitu kata diary book.
Sudah hampir setengah halaman yang berisi tulisan latin mei.
"Lelah sekali kak, apa kamu tau betapa berartinya janji itu untukku? Aku harus pergi ke luar kota besok kak. Apa tidak boleh aku melihatmu sebentar? Kenapa? Aku tak ingin hadiah apapun, aku hanya rindu padamu. Apa setidak penting itu arti diriku?"
Tetes demi tetes berjatuhan diantara tulisan itu, membuat tintanya terlihat memudar ke beberapa bagian.
Tangannya mulai lelah padahal hanya beberapa kalimat yang sanggup ia tuliskan, mei menutup buku diary itu dan memeluknya erat, seolah itu adalah februarinya.
Hari ini adalah tepat usianya yang ke 19, tapi hari ini pula terakhir ia berada di Surabaya, karena besok keluarganya akan pindah ke rumah eyangnya di jogja. Jadi hanya inilah kesempatan bertemu dengan februarinya.
Itulah mengapa janji februari sore itu begitu berarti bagi mei. Sebelum kenyataan mengecewakannya.Typo bertebaran
Wkwk aduh gajelas banget cerita apaan ya author? Hehe maklum ya readers aku masih sangat awam dalam hal menulis, jadi kasih komen kalian ya gimana saran buat akuuh😉
Jangan lupa kasih bintang yaa readers
Salam sedalam sanubari dari author💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Embun Pagi
Novela JuvenilHanya sebuah kisah rasa kagum yang teramat dalam gadis embun pagi dibulan mei pada laki-laki Februari yang pandai bersyukur dan melukis dunia dengan senyuman paling tulus bagi siapapun yang pernah melihatnya. Namanya Febri, tampan dan sangat menyaya...