24. Masa Saat Jauh (II)

1.4K 182 14
                                    

"gimana tentang berita perceraian Om Lukman sama Tante Melinda ?" tanya Veranda hati-hati setelah menyelesaikan tugasnya membantu Shania makan siang.

Shania hanya bisa tersenyum kecut mendengarnya.

"gue gak tau. Seminggu setelah mereka bercerai baru dibilang sama gue. Gue gak tau masalah apa yang terjadi sama papa dan mama. Mereka pisah tanpa penjelasan yang pasti dan tertutup. Gue benar-benar drop banget mendengarnya"

Veranda hanya diam mendengarnya. Dia tak tahu harus berkata apa-apa, tapi yang pasti hatinya turut merasakan kesedihan saat mendengar cerita Shania yang tak tau apa-apa tentang perceraian keduanya.

Veranda memberi usapan kecil dibahu Shania, memberi sedikit dukungan moril seolah mengatakkan bahwa Shania pasti bisa melewati masa-masa sulit seperti ini.

Shania sendiri hanya bisa tegar menerima perceraian kedua orang tuanya, meski terasa pahit dia harus bangkit dari keterpurukkan ini. Meski kedua orang tuanya tidak mengatakan secara pasti penyebabnya, tapi dia yakin bahwa perceraian bisa menjadi penyelesaian akhir dari suatu masalah yang tak lagi menemukan titik terang dari keduanya. Ahhhh, seandainya pemikiran ini sudah muncul terlebih dahulu sebelum Shania dengan sengaja menjerumuskan dirinya kelembah kelam lingkaran narkoba mungkin saat ini dia sedang belajar dikelasnya atau begadang menonton drama korea favoritenya hingga membuat matanya bengkak karena tak tidur. Kadang fikiran bersih seperti ini baru muncul setelah seseorang hampir berhasil kehilangan nyawanya.

"gimana sama ujian kelulusan lo ? Gue denger lo harus tetap dirawat intensif ngilangi efek heroin didalam tubuh lo sampai selesai ujian" kata Veranda.

Shania hanya mengindikkan bahu acuh mendengarnya.
"gak tau, tapi katanya sih gue bakal ujian disini, diawasin orang dinas pendidikan sama satu orang guru gitu deh. Jadi sudah dipastikan bahwa gue gak ikut pawai kelulusan sama coret-coret seragam disekolah"

Veranda terkekeh kecil mendengarnya, disaat seperti ini Shania masih sempat memikirkan hal sekonyol itu.

"yee, lo mah gitu. Udah sakit masih aja mikir coret-coret, yang dipikirin itu ujian masuk kuliah tau. Inget yah, kita udah sepakat masuk kampus bareng, satu fakultas dan satu kelas. Bahkan kalau bisa lo dan gue harus wisuda sama-sama. Ngerti gak" perkataan Veranda membuat Shania tertawa pelan mendengarnya.

"Veranda sahabat gue yang paling bawel. Kita tuh harus nikmati masa terakhir kita pake seragam SMA, nanti yang ada nyesel dihari tua karena gak terlalu menikmati masa remaja di SMA" kata Shania sedikit memberi pembelaan.

Veranda hanya mendengus mendengarnya. Sikap keras kepala Shania mendadak kambuh meski dalam kondisi seperti ini.

"iya deh, terserah lo. Susah emang kalo debat sama anak yang terlalu kekinian"

Veranda yang hendak beranjak dari duduknya menuju kamar mandi, dikagetkan oleh seseorang yang masuk keruangan dengan membanting pintu depan dengan keras. Begitu juga Shania dibuat syok karenanya.

"Shania.."

Tampak seorang pria yang mungkin memiliki umur sama dengan Kinal masuk kedalam ruangan dengan tampang lelah,kacau yang masih bisa terlihat diwajah tampannya, matanya yang memiliki lingkar hitam seperi panda terlihat begitu ketara. Dan tak bisa ditinggalkan di tangan kanannya memegang koper berukuran sedang seolah menandakkan dia baru saja menempuh perjalanan jauh untuk sampai ketempat ini.

"Kak Boby..." panggil Shania lirih

Boby Caesara Taufan. Anak pertama sekaligus kakak dari Shania Junianatha. Pria yang seharusnya saat ini sedang berkuliah penerbangan di Belgia, kini sudah berdiri didepan pintu kamar rumah sakit dengan wajah berantakan.

Veranda Dan NaomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang