Bab 18 - Jujur-jujuran?

33 0 0
                                    

[Author P.O.V]

Sebelumnya, Sabila berniat ingin pergi berlatih ke mushola untuk perlombaan tilawah nantinya di suatu masjid bersama bu Fiani, namun tiba-tiba dia mendapat kabar bahwa Rizqi akan mengikuti perlombaan yang sama dengannya. Lantas saja, gadis itu terkejut bukan main dan tak menyangka jika temannya itu sudah pernah mengikuti lomba tilawah, dan seketika itu pula, Sabila ingin mundur dan menganjurkan Rizqi untuk mengikuti perlombaan tilawah itu untuk kedua kalinya. Namun ... pertengkaran terjadi dan ini yang membuat Sabila semakin takut pada Rizqi.

Akankah Sabila akan tetap berniat untuk berlatih tilawah Al-Qur’an, atau pulang karena bentakan dari si Rizqi? Akankah lelaki itu dapat memperbaiki semuanya? Paling tidak mencairkan suasana karena telah membentak seorang gadis berhijab? Ini dia kelanjutannya.

***

“Kalau aku bilang tidak ya tidak!”

Suara Rizqi pun semakin meninggi. Itulah yang membuat Sabila pun terkejut bukan main. Bagaimana tidak, ketika Rizqi berkata yang demikian, itulah yang membuat Sabila semakin takut padanya. Lantas, gadis itupun segera berbalik arah dan berlari meninggalkannya.

“Sab, Sab, tunggu! Sabilaaaa!” seru Rizqi yang akhirnya berlari mengejar Sabila, namun punggung gadis itu langsung saja menghilang dari pandangan lelaki itu. Sungguh miris. Dia pun memutuskan untuk menghentikan langkahnya dan menjatuhkan tubuhnya ke bawah. Untungnya, tak ada satupun orang yang melihatnya.

Namun beberapa saat kemudian, Rizqi pun dihampiri oleh bu Fiani. “Assalamu’alaikum, Nak.”

Wa’alaikumussalam, Bu ...,” jawab Rizqi lirih, lalu segera bangkit dari posisi jatuhnya menjadi menghadap ke arah guru Agamanya itu.

“Di mana Sabila, Nak? Ada lihat, tidak?” tanya bu Fiani itu kepada Rizqi. Lantas, lelaki itu tak tahu harus menjawab apa, karena Sabila baru saja berlari dari hadapannya lantaran kesal pada seorang lelaki seperti dirinya.

Namun beberapa saat kemudian, Rizqi menjawab, “Maaf, Bu. Sabila sudah pulang, tetapi entahlah, dia bakal balik lagi ke sini atau tidak. Soalnya, gara-gara saya, dia menjadi seperti ini.” Lantas, raut muka bu Fiani itu langsung saja berubah.

“Kok gara-gara kamu? Apa yang kamu lakukan padanya sehingga dia menjadi seperti ini?” tanya bu Fiani itu lagi, saking rasa penasarannya akan Sabila sudah semakin tinggi. Mungkin itu semua disebabkan karena Sabila itu adalah anak kesayangannnya beliau.

Namun pada akhirnya, Rizqi pun menjawab, “Saya tahu kalau Ibu sedang mencari Sabila¸ tetapi gara-gara saya, mungkin saja dia lupa waktu latihan hari ini. Jadi saya minta maaf ya, Bu. Saya yang salah.” Dia mengatakan demikian sambil mengeluarkan air matanya, sedikit saja, lantaran tak mengerti lagi harus berbuat apa kepada Sabila itu.

“Ya sudah, Nak. Kita tunda latihannya ya, karena Ibu tak bisa mengajarkan kalian kalau jumlah orangnya tak lengkap. Besok, usahakan Sabila datang latihan, Ibu harap kejadian seperti ini tak terulang lagi,” titah guru Agama itu, yang kemudian dibalas oleh Rizqi dengan sikap hormatnya seraya berseru, “Siap, Bu!”

Akhirnya, bu Fiani pun pergi meninggalkan Rizqi, dan lelaki itu kembali berpikir mengenai Sabila. Timbul keinginanna untuk memperbaiki hubungannya dengan seorang gadis berhijab seperti dirinya.

Sab, aku tahu kalau kamu marah padaku. Tetapi setidaknya, jangan seperti ini. Aku jadinya kesal pada diriku sendiri, begitu tahu kalau kamu seperti itu. Tolong jangan seperti ini lagi, oke? Aku minta maaf padamu, kalau aku salah, oke?

Itulah apa yang diberontakkan oleh Rizqi di dalam hatinya, lalu dia pun pulang ke rumahnya.

***

Sabilillah: HijrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang