11. GARNISH CAFÉ

66 8 0
                                    

*Cerita ini memiliki hak cipta ©All Rights Reserved by zeriandrifin. So, don't you dare to plagiarize this story. Or, you will know the consequences.

*Picture of this part by www.yelp.com


Bel pulang sekolah berbunyi. Aku membereskan barang-barangku dan kumasukkan ke dalam tas JanSport kesayanganku. Jason menepuk pundakku dari belakang. Aku langsung menoleh ke arahnya.

"Amanda, kita pulang bareng yuk?" ajaknya.

"Gak deh, makasih Jason. Aku kan kalau pulang bareng sama Zac. Kasihan dia pulangnya sendirian. Tau sendiri kan Lena kalo pulang selalu sama teman-temannya. Makanya aku nemenin Zac aja." Jawabku santai sambil melirik ke Zac.

"Ayolah, sekali... aja." Rengek Jason.

"Gak deh. Aku bareng Zac aja. Kalo aku gak bareng dia, kasihan entar dia dimarahi Mommy sama Daddy kalo dia ninggalin aku, hehe." Jawabku ke Jason.

"GAK! Mommy sama Daddy gak bakal marah! Bareng Jason aja. Itu lebih baik daripada harus ngangkut kamu di mobilku!" sahut Zac yang ternyata daritadi menyimak pembicaraanku dengan Jason walaupun dia sok sibuk membereskan barang di bangkunya. Sembari itu dia juga melemparkan jaket tebal yang dipakainya tadi kepadaku.

"Apa ini, Zac?" tanyaku.

"Pakai! Banyak angin diluar sana." Ucap Zac sambil berjalan pergi keluar kelas.

Aku bingung... tumbenan banget. Aku langsung memakai jaket tebal milik Zac itu meskipun agak kebesaran ketika kupakai. Aku terkaget ketika tanpa basa-basi, Jason dengan bersemangat menarikku begitu saja.

Aku masuk ke dalam mobil Jason. Aku awalnya duduk di belakang tapi tidak dibolehi oleh Jason. Jason kemudian membukakan pintu mobil bagian depan dan mempersilahkan aku masuk. Setelah aku masuk dan duduk, Jason menutupkan pintu mobil. Semua itu dia lakukan seolah aku bak ratu istana.

Mobil Jason melaju di jalanan Huntington Dr. Saat mobil kami berada di perempatan San Marino Rotary Centennial Clock, mobil Jason tiba-tiba putar balik. Aku kaget.

"Lho, kok putar balik? Kita mau kemana Jason?" tanyaku penasaran.

"Kita makan dulu ya..." jawab Jason lembut.

Ternyata mobil Jason berhenti di Garnish Café yang letaknya di Huntington Dr. dekat sekolah. Aku dan Jason mulai memesan menu. Aku hanya ingin makan pancake blueberry dan soda saja dan sepertinya Jason memesan menu yang sama denganku.

"Hmmm... pancake-nya enak banget." Celetukku di sela-sela obrolan.

"Ini café favoritku di daerah sini. Lega deh kalau kamu suka." Jawabnya lirih.

Kami mengobrol kesana kemari dan kadang diselingi gelak tawa. Aku merasa senang karena selain ada cowok yang ngeselin seperti Zac, tapi ada juga spesies cowok yang menyenangkan seperti Jason ini.

Tak kusangka, ketika ku asyik ngobrol dengan Jason tiba-tiba datanglah si Zac! Zac masuk ke Garnish Café dan memesan sebuah menu. Ku terus pandangi dia. Dia duduk di pojok dekat kaca parkiran. Yang bikin kesel adalah dia bersikap seolah dia tidak melihatku, padahal dia tadi sempat melihat ke arahku!

"Hei, lihat apa?" tanya Jason penasaran.

"Itu ngapain Zac kesini? Emang dia suka kesini?" tanyaku penasaran.

"Masa? Setiap aku kesini gak pernah liat Zac tuh. Tumben dia kesini?" Jason juga heran sambil dia menoleh ke belakang melihat Zac yang sedang terdiam duduk di bangku pojok.

Aku mencoba melambaikan tangan ke Zac, tapi tidak direspon sama sekali. Aku sebel banget akhirnya ku berhenti bertingkah konyol dengan melambai-lambaikan tanganku ke Zac si angkuh itu.

Kulanjutkan obrolanku dengan Jason. Jason banyak sekali cerita kepadaku mengenai pekerjaan orangtuanya yang merupakan bisnisman di bidang properti. Dia punya banyak hotel dan rumah sewa di seluruh Amerika. Kemudian dia juga bercerita kalau dia adalah anak tunggal. Dia begitu banyak bercerita tentang dirinya, sedangkan aku hanya diam saya mendengarkan. Toh hidupku tidak ada yang menarik untuk diceritakan pada Jason. Lama-lama agak membosankan juga hanya mendengar ocehan Jason mengenai kehebatan dirinya dan keluarganya.

Aku mulai menggertak-gertakkan jari tanganku ke meja secara pelan dan celingukan ke kanan ke kiri seolah ku ingin segera kabur saja karena gak tahan sama ocehan Jason. Kulihat jam tangan Nixon ku menunjukkan pukul 5 sore. Aku meminta Jason untuk segera mengantarku pulang dengan alasan karena takut kemalaman. Karena kalau sampai waktu makan malam aku belum sampai rumah, aku takut Mommy bakal marah. Jason mengiyakan dan akhirnya perbincangan bertema "Jason dan keluarganya yang super pamer" bisa segera berakhir.

Aku pergi begitu saja tanpa menyapa Zac karena percuma kalau aku sapa pasti bakalan tidak direspon kayak tadi.

Aku dan Jason berjalan keluar dari café dan menuju parkiran. Angin sore berhembus kencang menuju ke arah kami. Maklum, saat ini sudah masuk musim gugur jadi angin kencang berhembus di daratan Los Angeles. Tak kusangka, saat angin berhembus mata kananku seketika menjadi pedih. Sepertinya mataku kemasukan debu.

"Aww... mataku." Aku mengaduh kesakitan sambil mengucek-ucek mata kananku.

"Kenapa? Kenapa?" tanya Jason panik dan sengan sigap mengecek mata ku. Saat tahu kalau aku sedang kelilipan, Jason langsung memegang mata kananku dengan kedua tangannya yang lembut. Jason mulai mendekatkan wajahnya ke wajahku. Bibirnya sangat dekat sekali ke mata kananku dan dengan perlahan mulutnya memberikan tiupan lembut ke mata kananku berkali-kali. Aku merasa risih melakukan adegan seperti ini dengan Jason. Apalagi aku masih merasa kesal dengan Jason karena ocehannya tadi. Makanya langsung kuakhiri saja adegan sok romantis ini.

"Udah udah Jason... udah mendingan kok. Makasih ya." Jawabku sambil mulai agak mengambil jarak dengan Jason. Aku jadi salah tingkah di depan Jason. Aku juga takut kalau Zac melihat aksi Jason ini. Nanti malah disangka aneh-aneh lagi.

"Jangan dikucek lagi ya matanya." Seru Jason kepadaku. Aku pun mengangguk.

Jason mulai menyalakan mesin dan mengemudikan mobilnya menuju Woodstock Rd. untuk mengantarkanku pulang.

***


*Terima kasih sudah membaca. Silahkan baca bab selanjutnya. Dan jangan lupa beri masukan ya... :)

ADOPTED: Love Me, Then.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang