Dua Belas

86 23 4
                                    


"

"Kalian sudah bisa keluar," kalimat awal sambutan Jagat ketika pria itu menjejak lantai ruang luas bernuansa dark grey itu.

Ke-empat bodyguard serta orang keamanan utama rumah ini mengangguk patuh kepada Jagat kendati tatapan pria itu tak berpaling sedikitpun dari sang objek di depan sana. Ia berdiri angkuh di'pijakannya sembari menunggu orang-orang nya itu benar-benar keluar dari ruangan ini.

Ruangan yang dialihfungsikan menjadi tempat melempar orang-orang tak bermoral dan keji seperti yang ada di hadapannya ini, jika sampai berani nekat mengusik di sekitar are rumah ini.

Dan sosok itu adalah Mahadi Agung Laksamana.

Sebelumnya, ruangan luas ini adalah gudang untuk menyimpan dan meletakkan peralatan dan perlengkapan komponen-komponen teknisi rumah. Bertempat terpisah dari bangunan utama rumah dan pavilion namun masih berada di area sekitar tanah luas rumah ini.

Mahadi Agung Laksamana pria berusia 44 tahun itu di sana tengah duduk terikat diatas kursi besi.

"Bajingan tengik!" umpat pria setengah baya itu seraya meronta dari kungkungan rantai besi yang membelit tubuh nya. "Lepaskan aku, laki-laki keparat!"

Tentu saja makian itu diperuntukan untuk presensi pria tegap nan gagah yang tengah berdiri diam beberapa langkah dari posisinya itu.

Jagat Harka Bumantara.

Pria itu masih enggan bersuara, ia biarkan saja dulu Mahadi mengamuk kesetanan tak terima sebab tertahan di ruangan ini kembali.

Jagat ingin tahu malam ini apalagi yang Mahadi ingin keluarkan dari mulut jahanamnya itu.

"Anak stress itu akan menjauhimu kalau dia tau ayah kandungnya lagi dan lagi, kau siksa."

Mencoba mengancam kembali rupanya.

Agaknya Jagat sampai hapal mendengar ancaman ini.

"Kau ... bapak gadungan ... biar begini tidak akan mengubah kalau aku adalah bapak kandung nya," api itu telah Mahadi sulut secara terang-terangan.

"Silahkan bunuh aku Setan! Silahkan kalau kau bisa bunuh aku sialan!!" Mahadi dengan nyalinya diatas rata-rata menantang.

Padahal ia cukup kenyang dan hapal bagaimana mengerikan pria dihadapannya itu. Hanya karena Mahadi memegang titik kelemahan pria itu. Segenap keyakinan dirinya telah ia pupuk bahwa Jagat tak akan mampu berbuat sesuatu mengerikan yang lebih dalam dari ini apalagi sampai membunuhnya.

Tidak

Sebab ... Mahadi menggenggam satu senjata yang dapat memukul mundur perlahan pria itu.

Mari kita buktikan. Apakah malam ini nasib Mahadi akan sedikit beruntung dari hari dan malam-malam sebelumnya.

Ia berdecih sengit saat melihat tak ada respon apapun dari Jagat.

"Ciih," laki-laki setengah baya itu meludah kearah depan dimana Jagat berdiri meskipun jaraknya beberapa langkah. "Kalau saja anak itu dan suaminya yang stress nya itu mau menurutiku .. HAH ANAK SIALAN!!"

Jagat kontan mengepalkan tangannya kuat-kuat di masing-masing sisi. Percayalah di balik pembawaanya yang nampak masih terlampau tenang. Ia tengah meredam sisi iblisnya yang sejak tadi tengah ribut merayu kewarasan Jagat.

Sial.

"APA!" teriak Mahadi ketika menyadari tatapan Jagat telah berubah.

Dan ia mengenal baik tatapan tersebut.

Namun ia tak ingin menunjukkan nyalinya yang ciut. Sembari menggerakkan kasar ikatan rantai di tubuhnya, ia kembali meludah penuh keremehan. Padahal setelah itu ia kontan meneguk salivah nya kasar.

Nawasena Hasya NarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang