Ting tong
Itu bukan bunyi bel rumahku tapi bunyi pemberitahuan dari ponsel bahwa ada pesan masuk. Tanganku meraba-raba ke samping kasur mencari benda berwarna hitam itu sementara pandanganku tak beralih dari novel yang sedang kubaca.
'La, jalan yuk!'
Begitu isi pesan yang muncul di layar ponsel dan si pengirimnya adalah Hari, teman sekantorku. Tanpa perlu berpikir lagi aku langsung membalas.
'Yuk!'
Tentu saja aku tak akan menolak tawaran untuk pergi bersamanya karena dia adalah lelaki yang kusuka. Emm, bukan, lebih tepatnya lelaki yang kucinta. Ditambah lagi ini malam Minggu. Wah, aku merasa bukanlah seorang jomblo.
Bukan kali ini saja dia berhasil membuatku seperti tak menyandang status jomblo, melainkan tiap hari. Dia selalu ada untukku dan begitu pun sebaliknya. Kami sering jalan dan menghabiskan waktu bersama, saling curhat bahkan dia tak malu menangis di hadapanku saat putus dengan pacarnya.
Aku dan Hari lebih dari akrab, kami sudah sangat dekat. Hampir tujuh tahun aku berteman dengannya. Kami saling mengenal di tempat kerja. Saat itu kami sama-sama pegawai baru di sana.
Awalnya perasaanku biasa saja padanya sama seperti perasaanku pada teman lelakiku yang lain. Tapi lama kelamaan perasaan itu mulai berubah, tak biasa lagi. Lalu aku tersadar bahwa aku telah jatuh cinta padanya.
Sampai sekarang rasa cinta itu masih kupendam dalam hati. Aku tak kuasa untuk mengungkapkannya. Bukan karena aku perempuan yang masih dianggap tak pantas menyatakan cinta terlebih dulu. Bukan seperti itu. Hanya saja aku takut jika aku mengungkapkan perasaanku padanya dan ternyata dia tak memiliki rasa yang sama sepertiku, sudah pasti hubungan pertemanan kami akan berakhir. Aku tak ingin itu terjadi.
Biarlah seperti ini saja. Aku menikmatinya. Mencinta tanpa terucap kata.
'Ok. Aku jemput kamu sekarang'
'Sip'
Aku bergegas turun dari tempat tidur. Di depan lemari pakaian aku berdiri mematung. Mau pakai baju yang mana, ya?
***
"La!"
"Ya?"
Aku menatap Hari yang duduk di hadapanku. Tangan kanannya menjulur ke arahku lalu tanpa permisi membersihkan sisa es krim coklat yang menempel di sudut bibir.
Ah, dia memang selalu bersikap manis seperti itu. Membuatku terbawa perasaan, gede rasa dan akhirnya membuatku berpikir bahwa dia juga mencintaiku. Semoga saja begitu.
Terlalu naif memang jika mengartikan tiap perhatian yang diberikan dan tindakan manis yang dilakukan Hari padaku sebagai tanda cinta. Maklumlah, namanya juga aku seorang jomblo jadi mudah baper dan ge-er.
"Makan es krim masih belepotan. Kayak bocah aja, kamu," katanya meledek diakhiri suara tawa.
Aku tersenyum sambil menunduk. Malu.
Kami menikmati malam Minggu ini dengan mengobrol santai di sebuah kedai roti bakar sambil menikmati live music performance yang disuguhkan di sana. Lalu saat kilatan petir mulai terlihat di hitamnya langit malam, kami memutuskan untuk segera pulang.
Baru setengah perjalanan kami tempuh, tetes-tetes hujan mulai turun yang menimbulkan bunyi pletak-pletuk di atas helm yang kupakai. Awalnya memang sedikit tapi lama-kelamaan tetes-tetes air itu semakin banyak, menderas.
Hari menepikan motornya. Kami berteduh di pelataran sebuah ruko yang sudah tutup. Sekitar lima menit kemudian hujan mereda, menyisakan gerimis. Tadinya Hari akan tetap berteduh hingga hujan benar-benar berhenti tapi aku memintanya untuk melanjutkan perjalanan. Toh, hanya gerimis saja.
YOU ARE READING
Dunia Maya ( Antologi Cerpen )
Short StoryDi sini berisi beberapa cerita pendek yang bakal di-update dalam waktu yang tidak tentu