Tiga Belas.

90 26 4
                                    

Tidak perduli seberapa mengerikan luka yang tertanam, waktu akan terus melaju. Tidak seperti asmaroka yang gata, Jagat dan Renjana  menggenggam Litani layaknya agasthya dan asmarini dalam dekap Atma di Bentala.

Menatap rumah sakit--Asia Columbia Hospital di depannya itu beberapa saat setelah turun dari BMW X5 nya, Hasya Litani mengerjap saat mendengar suara deru halus mesin mobil bodyguard nya yang lain (sebutlah begitu) walau sejujurnya Hasya nampak terlalu malas dengan pria-pria berbadan tegap dan berpakaian serba hitam yang setia mengawal nya kemana mana.

Hasya seketika meringis sebab tak jarang orang awam menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan mungkin dalam pikiran mereka... Anak menteri atau anak presiden bahkan anak Sultan Yogyakarta saja tidak sampai seperti ini.

Dia ini siapa? Anak Sultan dari mana?

Padahal tidak begitu. Ia orang biasa-biasa saja.

Hasya jadi terkekeh sendiri tanpa suara ketika kerap kali mengingat hal itu.

Masih berada di depan gedung rumah sakit bertaraf internasional, kini Hasya hanya melirik lewat sudut ekor matanya saat derap langkah kaki dari dua bodyguard nya berjalan mendekat. Ia lalu berganti menoleh kepada  Dendi-- salah satu kepala Bodyguard yang memang semobil dengan dirinya tadi dan sang supir.

"Bang Dendi ajak yang lain ikut masuk ya, nanti setelah aku ke ruangan Dokter Gema,," Dendi mengangguk lalu melirik dua rekannya sekilas.

"Non--"

"Hasya," sahutnya cepat setengah mendesis.

Kendati kemana-mana ia memang diharuskan dikawal bukan Hasya yang mengharuskan tetapi Kakak dan calon suami nya itu yang gemar sekali membuat Hasya cemberut jika rezim mereka sudah mutlak.

Namun Hasya paling anti di'agungkan, salah satunya dengan panggilan Formal. Sebab ia sudah menganggap bodyguardnya itu sebagai abang-abang nya.

Ya, abang-abang yang menjaga adik perempuan nya. Anggap saja seperti itu ya walau sebutannya adalah bodguard.

Dan satu lagi, walau kata Binar lebih mirip seperti robot karena nyaris sulit berekspresi.

"Ini menu-menu yang ada di restauran itu, Sya." salah satu pria berpakaian formal dengan stelan jas hitam mengangsungkarkan beberapa lembar daftar menu dari salah satu restauran cepat saji dengan logo nelayan membawa jala ikan.

Hasya menerimanya lantas memperhatikan sebentar tulisan-tulisan menu di lembar paling atas. Ia kemudian beralih menatap Dendi dan menyerahkan lembaran-lembaran tersebut.

Karena jujur Hasya kurang tahu menahu perihal makanan-makanan cepat saji yang ada restauran-restauran karena bagi Hasya Litani dan Binar Atma, Chef terbaik dan terhebat sedunia mereka adalah Narsa Renjana.

Meskipun dirumah nya sendiri kakak nya itu memperkejakan beberapa chef dan Juga Jagat  memiliki bisnis resort yang otomatis ada resturan juga di dalam resort tersebut namun tetap saja untuk dirinya, Binar atau bahkan Jagat dan Saga sekalipun, masakan yang tersaji dari tangan Narsa Renjana tidak memiliki tandingan di lidah mereka.

Teringat akan satu hal, detik berikutnya ia menoleh ke sisi kiri, Hasya menerbitkan senyum manis dan mengangguk saat melihat dua laki-laki berseragam restauran yang hari ini ia booking itu berdiri di samping mobil bodyguard nya. Keduanya terkesiap saat melihat Hasya lebih dulu mengangguk sopan saat menyambut kehadiran kedua nya.

Nawasena Hasya NarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang