Pernah dipaksa mati oleh nestapa, hingga aku yang sekarat memaksa tertatih, perih, dan finalnya, frustasi. Saat itu aku pernah berbisik kepada Tuhan; Jiwaku telah sukses di paksa mati. Apa kini giliranku yang memaksa raga ini untuk mati juga? Nampaknya peluk bumi adalah hal yang paling menenangkan dalam lelap panjang.
Namun ternyata Tuhan belum mengizinkan itu,
Sebab dengan caranya ia mengirimkan bidadari seperti mama yang kini kupangil ibu, bersamanya ... aku perlahan hidup kembali.---------Binar Atma-------
---
"Ibu ...,"
Narsa lantas berpaling dan mendapati Binar berjalan mendekati meja kerjanya. Wanita berparas teduh nan keibuan itu lantas menyambut kehadiran Binar dengan senyum terbaik yang ia punya.
"Kenapa, Nak?" Ia bertanya saat melihat wajah suram putrinya.
"Abang-abang dan kakak-kakak lagi sibuk dengan kerjaan masing-masing, Mas Yasa juga, percuma Binar ganggu juga mereka cuma ham hem .. Iya adek ... sebentar adek ya," adu Binar seraya menghembuskan napas jengkel. "Jadi Binar tadi kesal terus Binar bilang: Bi aduin ibu biar abang-abang dibuang ke tambang aja sana ya."
Narsa yang mendengar itu sontak tertawa merdu lalu membuka tangannya, "Sini sama ibu saja, Ibu pangku sini."
Tentu saja perempuan pemilik wajah baby face itu menurutinya dengan senyum manis. Dalam hitungan detik saja ekspresi nya sudah berubah derastis bersama Narsa.
"Ibu sibuk juga?" tanyanya retorik ketika melihat jari-jari kanan Narsa yang kembali menari diatas Keyboard Laptop.
Kini ia sudah duduk di pangkuan Narsa dengan posisi menyamping, tangan kiri boss cantik nan baik hati itu di fungsikan untuk menyanggah tubuh sang putri yang kini sudah merebahkan kepalanya di dada Narsa dengan kedua tangan Binar mengalung di lehernya.
Sebenarnya tidak, atau sesibuk apapun dirinya jika itu menyangkut adik dan putrinya dirinya akan menyudahi pekerjaanya. tapi kali Narsa berniat menjahili Binar agar mood putri nya kembali baik. Jadi ia melirik sekilas Binar yang nampak diam memandang ke arah luar jendela kaca luas yang ada di ruangannya ini.
"Emm ... sibuk tidak ya ini?" ujar Narsa, berpura-pura kembali memfokuskan atensinya ke layar laptop.
Saat Binar mengerjap dan menoleh, spontan gadis itu mengerucutkan bibirnya, "Ya sudah Binar ke ruangan Binar lagi saja." sahutnya pelan, namun alih-alih beranjak ia malah mengeratkan tangannya yang mengalung di leher Narsa. "Tadi kan sudah meeting Ibu ...," kali ini ia berseru kesal tapi yang terdengar di telinga Narsa adalah suara Binar yang menggemaskan.
Jadi bagaimana wanita beraura keibuan dan disempurnakan dengan berintegritas tinggi itu tak tahan untuk menahan gemas berlama-lama hingga tawa merdunya kembali memenuhi ruangan kerja luas itu. Narsa kini sudah sepenuhnya menatap sang putri dengan kulum senyum candu di bibirnya.
Binar pun juga begitu, namun ekspresi nya yang terlampau serius dengan bibir yang masih bertahan cemberut itu semakin membuat Narsa tak tahan menahan gemas.
"Kalau ibu yang sibuk, Ibu yang dibuang Binar ke tambang atau ke dalam perkebunan gitu ya ...,"
Belum sempat Binar menjawab, Narsa tanpa aba-aba sudah menyerang Binar dengan kecupan di setiap sisi wajah menggemaskan putri nya itu, kini ia juga sudah sepenuhnya mendekap tubuh mungil Binar. Melindungi dengan dua tangan nya agar Binar tak jatuh dari pangkuannya.
Sebab kini tawa merdu Binar yang sudah mendominasi ruangan luas nan nyaman ini menyatu dengan suara tawa lembut milik Narsa. Untuk Binar, Narsa dan Hasya bagaikan telaga di tengah hutan yang airnya masih teramat bening dan sejuk lalu Binar adalah raga gersang yang berjalan terseok seok lalu Tuhan dengan sangat murah hati menolong dan menyelamatkan nya dengan mempertemukan Binar dengan Telaga tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nawasena Hasya Narsa
ChickLitNote: Yang Baik diambil yang kurang baik dijadikan pelajaran (Mengandung Adegan Kekerasan) Hasya Narsa adalah dua Jiwa yang berbeda Dua ukiran wajah yang tak sama namun mereka sama Terpahat dalam kehalusan dan tersuguhkan dalam kelembutan Akan tet...