Seperti yang udah diduga sebelumnya, sekarang gue jadi detektif dadakan lagi. Yap, di hari Sabtu dengan cuaca yang mendung ini—semendung hati orang yang diselingkuhin pacar—gue kembali ke rumah Revi buat melakukan hal yang menurut orang lain kurang kerjaan. Apalagi kalau bukan jadi stalker.
Hari ini bukan keberuntungan gue. Gara-gara nonton film—yang udah jadi rutinitas di Jum’at malam—gue biasanya bangun pukul setengah 5 gak tidur lagi. Tadi jadi ketiduran tepat di atas sejadah. Akibatnya mobil Mercedez Benz C Class kesayangan dipake sama adik gue buat jalan sama temen-temennya.
Ayah dan bunda lagi ke rumah nenek dari ayah di Yogyakarta. Nenek lagi sakit, tapi mentang-mentang gak ada ayah dan bunda dia jadi seenaknya langsung pake mobil gue. Biasanya kalau ada bunda gak dibolehin katanya takut terjadi sesuatu apalagi Alvira itu cerobohnya kebangetan.
Dari percakapan Jum’at minggu kemaren, gue yakin seribu persen pasti Revi keluar rumah lagi entah kemanalah. Dan sekarang di sinilah gue. Di depan gerbang rumah yang bersebrangan dengan rumah Revi.
Gue nguntit dia pakai motor. Jangan bayangkan motor di sinetron televisi—gue tahunya hanya motor Ninja—yang biasanya milik cowok dari kaum holang kayah yang ganteng yang pokoknya pacar impian kebanyakan cewek. Gue pake jenis motor matic dengan merk Honda Vario, tapi tenang yang pake tetep ganteng kok.
Sebenarnya ini motor khusus mang Asep—tukang kebun di rumah—buat nganterin bi Narti istrinya sekaligus pembantu di rumah. Tadi aja gue nunggu dulu mereka pulang dari pasar. Kendaraan pribadi hanya ada dua. Satu dipake ayah bunda dan satunya lagi dipake adik gue.
Gue pake masker, kacamata, jaket, celana, dan sepatu serba hitam. Ditambah membawa tas gendong, memakai jam tangan, dan motor yang digunakan pun berwarna hitam. Hanya satu yang beda yaitu kaos yang gue pake warnanya putih. Koleksi gue kebanyakan warna hitam serta beberapa berwarna putih dan merah.
Gue lihat ada tukang ojek online di depan rumah Revi. Celingak-celinguk sambil telepon. Beberapa saat kemudian gerbang rumah itu terbuka. Revi keluar dari rumahnya dan menghampiri tukang ojek online tersebut. Lalu, entah pergi ke mana.
Sedari tadi gue pura-pura mainin ponsel. Saat mereka udah pergi gue langsung ikutin. Jaga jarak pastinya meskipun gak terlalu jauh. Hanya terhalang beberapa kendaraan, cukup buat gue ngikutin Revi.
Gue terus ngikutin dia. Sampai akhirnya berhenti di depan rumah besar tidak tingkat. Ini bukan di perumahan hanya perkampungan biasa. Gue rasa rumah ini paling besar di antara rumah lain yang dari tadi dilewati.
Ini masih pukul 11 siang. Gue mau masuk rumah itu, tapi banyak orang di terasnya. Entahlah mereka siapa. Beberapa ada yang pernah gue lihat waktu di restoran selebihnya gue gak tau dan kebanyakan cowok. Ceweknya paling hanya sekitar empat sampai lima orang. Termasuk Revi yang sedang bermain gitar di sana, lalu mereka bernyanyi bersama.
Gue hanya tau sekilas itu aja. Karena posisi gue serong ke rumah itu dan tersembunyi dari mereka. Gue coba dokumentasi mereka. Berhubung kurang kelihatan gue jalanin motor sepelan mungkin dengan ponsel di telinga kiri seolah sedang teleponan untuk mencari alamat. Padahal kamera video udah aktif. Ya, sejauh ini teknik stalker gue udah keren bangetlah.
Gue berhenti setelah melewati dua rumah. Kebetulan di depannya ada warung. Lumayanlah buat nungguin sampai mereka masuk dan lihat kegiatan mereka di dalam rumah. Warungnya cukup besar di depannya ada satu meja dan dua bangku. Mungkin warung ini sesekali dijadiin tempat nongkrong.
Gue duduk di bangku itu. Gue jajan makanan ringan sambil main game Criminal Case ataupun Can You Escape di ponsel. Gue lebih suka game yang penuh misteri seperti itu. Bosen main game gue coba cek sekali ke rumah tadi dan ternyata mereka masih di depan rumah. Dan akhirnya gue menunggu lagi.
Terdengar suara adzan menandakan sudah waktu dzuhur. Beberapa saat kemudian gue lihat cowok-cowok yang bersama Revi tadi berjalan melewati warung. Kalau melihat sekilas gaya mereka seperti orang yang songong. Terserahlah sama gaya mereka yang jelas gue harus ke mesjid sekarang.
“Kalau boleh tau mesjid terdekat di mana ya, Bu?” tanya gue ke ibu yang jaga warung.
“Lurus aja nanti ada perempatan langsung belok kanan lurus lagi terus belok kiri. Nah di situ ada mesjid Darussalam,” jawabnya menjelaskan.
“Nitip motor dan tas saya ya, Bu. Saya mau ke mesjid dulu. Makasih, Bu.”
Gue langsung pergi ke mesjid mengikuti jalan yang udah dikasih tau tadi. Sampai di sana gue kaget ternyata cowok-cowok tadi ada di dalam mesjid. Ah, gue udah berburuk sangka.
Pulang dari mesjid gue tepat ada di belakang mereka. Banyak yang mereka obrolkan selama di jalan. Semoga mereka gak curiga gue dari tadi sekalian nguping. Obrolan mereka gak ada hubungannya dengan Revi. Dan ya, gak terlalu penting banget.
Asalnya gue mau berhenti di warung dulu. Namun, gue udah bosen menunggu mulu. Ya udahlah gue ikutin mereka dan sekarang jalannya agak jauhan dikit.
Gue diem dulu di luar saat mereka masuk ke dalam rumah. Terdengar suara bentakan dan kegaduhan yang sepertinya karena emosi. Tanpa nunggu lama lagi gue langsung ngintip di dekat jendela bersandar pada tembok.
"Kenapa lo semua bohong sama kita, hah? Dari kemaren jawaban kalian muter-muter. Takut sama bang Codet? Kita pasti lindungin lo semua. Gak usah takut sama bang Codet dan antek-anteknya itu." gini nih kalau cuma bisa ngintip dikit gue jadi gak tau siapa yang ngomong, tapi dari suaranya cowok.
Semua yang menunduk itu anak-anak remaja. Hanya mengucapkan maaf. Yap, mereka adalah pengamen jalanan terlihat dari ukulele yang dipeluk oleh salah seorang cowok paling umuran 13 tahun.
"Kita harus ke markas bang Codet nanti malem. Jam 11 kalian harus siap." seorang cowok berperawakan tinggi dan atletis berkata tegas.
Setelah itu semua terdiam dan memisahkan diri. Ada yang diam aja di tempat yang sama. Nanti malem mungkin gue akan ngikutin mereka lagi. Ini semakin menarik dan membuat gue penasaran.
----------📷----------
KAMU SEDANG MEMBACA
Journalist #ODOCTheWWG
Teen FictionCover by @WidyaOktav Gue Alvin Chandra Dirgantara. Kelas 11 IPS 3 di SMA Garuda. Hanya siswa biasa yang tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik di sekolah. Gue seneng bisa tergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik. Wawancara, membuat berita se...