Season 2 | Bab 55 - Terciduk

2K 113 84
                                    

Vote-Vote-Vote ⚘⚘⚘

*****


"Klek." Pintu ruangan Dievo terbuka perlahan. Vanya terperangah mendapati Dievo yang sedang memakaikan kalung kepada Ciara, sekretarisnya.

"Oh jadi inisial DR itu benar singkatan dari namamu Dievo?" tanya Vanya. Dia mengatakannya dengan nada yang begitu terdengar menyeramkan. Bahkan tatapan matanya begitu tajam bagaikan pisau belati.

Vanya melangkah perlahan mendekati Dievo dan Ciara yang diam terpaku. "Ternyata kamu begitu perhatian pada sekretarismu ya!" ucap Vanya dengan ketus.

Vanya kini berhenti tepat di depan Ciara. Dia meraih kalung yang baru saja dipakaikan kepada Ciara oleh Dievo. "Hadiah yang indah bukan Ciara? Tapi dia adalah suamiku sayang. Mengapa kamu menginginkan pria yang sudah menikah?" ucap Vanya. Dia menatap lekat wajah Ciara. Ciara tidak menjawab, bahkan kini dia terlihat begitu gugup menghadapi Vanya yang mulai terlihat menakutkan.

Vanya mengalihkan pandangannya ke arah Dievo yang kini nampak pucat. "Buket bunga yang cantik beserta kartu ucapan yang begitu romantis. Aku rasa itu saja sudah berlebihan untuk seorang wanita yang bukan istrimu Dievo. Namun kamu juga memberinya kalung yang indah!" ucap Vanya. Dia kini menatap Ciara dan Dievo secara bergantian sama seperti tatapan tajam seekor elang yang ingin menerkam mangsanya.

"Kenapa kalian diam saja, hah? Bingung mau bilang apa? Atau takut untuk mengakuinya?" tanya Vanya. Dia tetap mengatakannya dengan tenang. Namun dia mempertahankan tatapannya yang menusuk.

"Kapan terakhir kamu mengirimkan bunga untukku Dievo? Dan kapan terakhir kamu memberiku bingkisan? Mengapa dia mendapatkan perhatianmu sebesar ini? Sejak kapan kalian bersama hah?" tanya Vanya untuk yang kesekian kalinya. Dia nampak mulai terpancing emosinya karena Dievo dan Ciara hanya diam terpaku. "JAWAB PERTANYAANKU!" ucap Vanya. Dia kini mulai berteriak karena sudah kehilangan kesabarannya.

"KALIAN INI KURANG AJAR!" ucap Vanya dengan tegas. "Tidak menganggapku sama sekali, hah? Tidak merespon pertanyaanku!" ucap Vanya untuk yang kesekian kalinya. Kini Vanya meraih sebuah gelas yang tidak berada jauh dari dirinya dan menghempaskannya ke arah tembok, "prang!" Hingga serpihan-serpihan gelas itu terpental ke arah Ciara namun tidak mengenai sedikit pun kulitnya. Hal itu berhasil membuat Dievo dan Ciara terkejut dan semakin gelisah.

Dievo tersentak mendapati sikap Vanya yang mulai hilang kendali. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa Vanya akan mendatanginya ketika dia sedang bersama dengan Ciara. Dievo tidak mampu menjawab ataupun mengelak dengan semua yang sudah terungkap.

"Hapus air matamu! Jangan berpura-pura lemah di depanku. Bukankah aku yang seharusnya terluka, bukan kamu, heh! Kamu bahkan tidak terluka oleh serpihan gelas itu, atau mungkin sebaiknya aku melemparkannya ke arahmu?" ucap Vanya dengan penuh kebencian. Dia kembali mendekati Ciara yang wajahnya semakin tertunduk karena rasa malu dan takut.

Namun Ciara tetap saja menangis. "BERHENTI MENANGIS DAN HAPUS AIR MATAMU! ucap Vanya. Kini  dia kembali berteriak ke arah Ciara yang semakin bergetar tubuhnya. Mendengar suara Vanya yang semakin meninggi membuat Ciara kini menuruti perkataannya. Ciara berusaha menghentikan isakan tangisnya serta menyeka air matanya.

Tanpa Vanya duga kini pintu itu kembali terbuka oleh seseorang. "Klek." Mulai tampak wajah Bayu yang datang dari balik pintu. Vanya seakan mengetahui apa yang akan Bayu lakukan. "Berhenti di sana Bayu! Jangan maju selangkah pun. Jika tidak ingin aku berbuat lebih dari ini!" ucap Vanya. Dia berusaha berbicara dengan tenang namun suaranya begitu terdengar menyimpan dendam.

Menyadari nyonya Vanya yang semakin terbawa emosi, maka Bayu memilih untuk mengikuti perkataannya. "Tidak usah membelanya! Aku bahkan tahu kamu sudah menutupi semuanya selama ini bukan? Aku tidak terlalu terkejut, karena kamu memang orang kepercayaan pak Dievo," ucap Vanya. Kini dia menatap tajam ke arah Bayu. Hal itu berhasil membuat Bayu menjadi berkeringat dingin karena rasa bersalah serta takutnya.

Vanya menghembuskan napas panjangnya dengan begitu berat, hingga terdengar begitu mendebarkan. Kini Vanya memilih untuk duduk di sebuah sofa yang begitu dekat dari tempat Ciara berdiri.

"Jadi selama ini hanya aku yang tidak tahu ya?" tanya Vanya. Dia kembali menghembuskan napasnya dengan perlahan. "Sudah berapa lama kalian seperti ini? Dan kamu Dievo kenapa menikahiku kalau kamu sudah punya dia untuk menghiburmu!" ucap Vanya. Dia kembali menatap tajam ke arah dua tersangka itu.

"Kalian ini begitu kompak untuk bungkam ya! Sudah tertangkap olehku, tetapi kalian tidak juga meminta maaf padaku. Kalian memang pasangan yang serasi!" ucap Vanya. Dia menggebrakkan meja yang berada tepat di depannya. Tidak ada lagi Vanya yang lemah dan tak berdaya, kini Vanya sudah menjelma menjadi wonder women yang mungkin mampu untuk melemparkan Ciara dari jendela kantor Dievo.

Namun Vanya tidak serta merta melakukan tindakan yang akan merugikan dirinya. Dia hanya akan menyimpan khayalan liarnya dan berharap Tuhan lah yang akan membayar semua perbuatan Dievo dan Ciara.

"Baiklah. Tidak apa kalau kalian mau tetap bungkam. Aku sudah punya buktinya. Mungkin kamu mau menjadi orang yang terkenal ya Ciara?  Tetapi dikenal karena reputasimu sebagai pelakor!" ucap Vanya dengan tegas. Kini dia meraih ponsel yang tersimpan di dalam tas.

"Jangan nyonya Vanya. Saya mohon?" ucap Ciara. Dia berusaha membujuk Vanya untuk tidak melakukan niatnya, namun Ciara masih menundukkan kepalanya. Dia tidak berani menatap wajah Vanya yang begitu menakutkan ketika sedang emosi.

"Oh akhirnya kamu mau bicara juga hah?" tanya Vanya dengan ketus. "Jadi harus diancam dulu baru mau membuka mulut?" Vanya kembali bertanya dengan intonasinya yang semakin meninggi.

"Apa motivasimu untuk melakukan hal ini Ciara? Aku yakin bukan karena paras Dievo yang begitu menggoda kan? Atau karena uang?" ucap Vanya. Dia mulai mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

"Berapa yang kamu inginkan Ciara? Kalau hanya uang aku juga bisa memberimu. Kamu tahu kan siapa aku? Aku juga yakin kamu tau V.H Boutiques?" ucap Vanya. Dia tidak peduli dengan anggapan apa pun tentang dirinya kini. "Memang tidak akan sebanding dengan harta pria itu yang memiliki perusahaan sebesar ini. Namun setidaknya aku pun bisa memberikan uang padamu." Vanya masih dalam posisi terduduk, namun dia mendekatkan wajahnya ke arah Ciara.

"Tidak nyonya Vanya. Saya tidak menginginkan uang anda maupun uang pak Dievo. Tetapi saya benar-benar mencintai pak Dievo," ucap Ciara.

"Luar biasa! Kamu sekarang sudah berani mengatakannya," ucap Vanya. Dia kembali bangkit dari posisinya yang masih terduduk. Kini dia berdiri tepat di depan Ciara. Vanya menarik paksa kalung yang melingkar di leher Ciara. "Kalau begitu kamu juga tidak menginginkan kalung ini bukan? Biar aku buang saja!" ucap Vanya. Dengan gerakan cepat, kini kalung itu sudah berada di dalam tasnya. "Jangan nyonya!" ucap Ciara. Dia terlihat begitu gelisah.

"Kalau kamu dekat dengan Dievo bukan karena menginginkan hartanya, maka kamu tidak akan sekalut ini ketika aku merampas kalung pemberiannya. Karena aku saja masih bisa menahan diri ketika tahu kamu merampas pria yang sudah menjadi suamiku!" ucap Vanya. Dia berbicara dengan tegas dan hal itu berhasil membua Ciara kembali menciut karena meras takut.

Tiba-tiba Ciara berlari keluar dari ruangan Dievo tanpa sepatah kata pun. Hingga Dievo terkejut dan terlihat gelisah. "Setakut itu kah kamu ketika dia pergi? Padahal sejak kita menikah kamu seolah tidak lagi memahami perasaanku!" ucap Vanya. Dia terlihat begitu terluka dan bergegas melangkahkan kakinya untuk meninggalkan ruangan yang penuh dosa itu.

"Tunggu!" ucap Dievo. Seketika tangan Dievo sudah meraih pergelangan tangan Vanya dan menahannya pergi.

"Jauhkan tangan kotormu dariku!" ucap Vanya. Dia dengan sekuat tenaga melepaskan diri dari genggaman Dievo.

♡♡

_TBC_

ANOTHER LOVE (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang