Prolog

6 1 0
                                    

Bunga adalah rantai utama penyerbukan. Benang sari dan putiknya adalah sumber kehidupan bagi kelangsungan diri. Penyerbukan menjadi simbol kemandirian. Manusia harus bisa belajar mandiri pula. Tidak merepotkan orang lain. Dan tidak membunuh orang lain hanya demi mempertahankan kelangsungan hidup.

Aku ingat, bagaimana ketika ayahku melarang anak-anaknya untuk bisa hidup mandiri. Termasuk aku yang dulu berniat ingin kuliah di luar kota, namun ayah melarang dengan begitu kerasnya. Hingga aku memutuskan untuk memilih jalan hidup pilihanku sendiri. Saat ini.

Berat. Iya, aku tau. Bahkan, lebih berat dari sekedar rindunya Dilan kepada Milea, atau rindu antara hujan dan kenangan. Yang ternyata, rindu dari hubungan jarak jauh antara keluarga jauh lebih berat dibandingkan rindunya hubungan percintaan.

Mataku terus menatap sebuah name card bertuliskan "D'mimosa" yang sedari tadi berada dalam genggamanku sebelum suara pintu terbuka diiringi dengan suara lonceng yang mengintrupsi lamunanku.

Kudongakkan kepala dan menatap seseorang yang tengah berjalan kearahku.

"Ini udah lewat jam seharusnya kita lunch. Kamu sibuk?" Aku selalu suka dia yang berbicara dengan nada tenangnya. Meski dalam keadaan marah sekalipun. 

Menghela napas. Aku membereskan lembar demi lembar sebuah laporan yang tadi pagi dikirim oleh Fatur, salah satu pegawai di toko ini. Lalu beranjak untuk menghampiri dia.

"Sori. Aku nggak sempat buka hp sebelum mastiin kerjaanku benar-benar beres." Aku mengutuk dalam hati karna baru saja sedikit berbohong padanya. Walau tidak sepenuhnya bohong juga. Aku memang sempat melihat data laporan dari Fatur, lalu setelahnya memilih untuk melamun.

Dia terlihat tampak percaya dengan ucapanku. Karna memang aku sulit untuk mengetahui apa sebenarnya yang dia pikirkan, atau bahkan apa yang dia inginkan, dan dia rasakan. Dia, terlalu sulit untuk kutebak. Atau, aku yang tidak terlalu peduli dengannya?

Seperti yang Gracy-sahabatku pernah katakan. Aku ini tidak begitu pandai untuk memanipulatif keadaan. Dia juga sering mengatakan jika aku adalah orang yang tidak peka terhadap manusia, tapi terlalu peka terhadap tumbuhan. Apalagi bunga. Percuma untuk menyangkal, aku mengiyakan saja segala bentuk protesannya tentang diriku. Sebab Gracy selalu merasa paling tau segalanya, padahal sebenarnya dia tidak tau apa-apa.

Mungkin Gracy bermaksud untuk peduli denganku, tapi aku yang selalu membatasi diri dengannya. Hingga dia begitu kesulitan mencari celah untuk bisa mengetahui segala aspek dalam kehidupanku. Meski kami berteman cukup lama.

Aku memang menjunjung tinggi terhadap sebuah kehidupanku untuk tidak menceritakan kepada siapapun, meski itu sahabatku sekalipun. Tidak dengan Gracy, dia, atau keluargaku. Karna aku selalu percaya, bahwa hidup hanya tentang aku, dan Tuhan yang menciptakan siapa aku. Bukan tentang mereka.

Seperti sebuah filosofi tentang bunga yang menjadi teladan dalam bersikap. Meskipun Bunga tidak mengatakan dirinya bunga. Walaupun bunga tidak mengatakan dirinya cantik. Namun ia sungguh bisa dijadikan teladan bagi makhluk ciptaan Tuhan untuk menjadi dirinya sendiri apa adanya.

Bukan tentang siapa yang menerima apa adanya. Tapi, siapa yang memilih untuk tumbuh lebih baik bersama.

Maka, inilah ceritaku.

***

31-Maret-2018
1:25 AM

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

As Long As You HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang