12. Takjub

43 7 1
                                    

Pukul 10 malam gue udah berangkat ke markas Revi. Yap, mulai sekarang gue anggap rumah tempat berkumpulnya Revi dengan teman-temannya adalah markas. Meskipun menguntit Revi sampai sejauh ini bisa dibilang tidak termasuk urusan gue. Karena penasaran banget gue pikir gak ada salahnya menguntit dia lagi.

Untung adik gue gak pakai ini mobil sampai malam. Jadi gue bisa pantau mereka dari dalam mobil di depan warung. Gue lihat mereka udah mulai keluar markas. Ada satu mobil—persis dengan mobil yang waktu itu ke klub malam—sisanya motor sport.

Gue terus ngikutin mereka dan sampailah di sebuah tempat parkir dekat pasar yang udah sepi. Gue parkir agak jauh dari mereka, yaitu di gang dekat toko. Gue keluar dari mobil dan langsung mengendap untuk sampai di tumpukan kardus agar lebih dekat. Gue sekalian membawa kamera untuk mendokumentasikannya. Ternyata di sana udah ada orang-orang berbadan besar dan sangar. Sepertinya mereka sekumpulan preman.

Parkiran ini cuma ada satu tiang lampu itu pun menyorot ke arah tengah lapang parkir. Tempat gue ini gak tersorot lampu. Gue bersyukur akan hal itu.

Tepat di tengah lapang parkir suasana sangat menegangkan. Teman-teman Revi dan preman-preman itu berdiri berhadapan. Seolah bersiap untuk tawuran. Gue gak tau permasalahan mereka seperti apa. Di sini geng Revi cs terlihat menahan amarah.

"Ngapain lo semua ke sini?" tanya seorang preman bertubuh kurus.

"Gue udah pernah bilang, Bang. Jangan pernah ganggu mereka lagi," ucap cowok--yang tadi siang memberi perintah untuk kumpul pukul 11 malam--dengan tegas. Sepertinya dia adalah ketua geng Revi cs. Mulai sekarang gue anggap Revi dan teman-temannya itu satu geng.

"Rion, gue kasih tau sama lo ya. Bukan salah gue kalau malak hasil ngamen mereka. Salah sendiri ngamen di pasar yang udah jadi bagian gue. Inget ya, bagian kalian itu di jalanan. Mereka dapet duit ngamen di pasar. Ya, itu jadi milik kitalah," jelas seorang preman bertubuh tinggi dan besar. Gue yakin ini yang namanya bang Codet. Pantesan disebut bang Codet, gue lihat sekilas ada bekas luka dimukanya. Segaris semacam bekas luka sayatan senjata tajam. Dan cowok tadi gue tau namanya, Rion.

Uang hasil ngamen di jalanan bagian mereka? Berarti geng Revi cs itu semacam geng yang ngambilin uang pengamen jalanan? Gue nggak nyangka.

"Lo jangan bohongin kita, Bang. Mereka gak mungkin bohong sama kita," tegas Rion. Lalu, Rion membisikan sesuatu kepada Revi. Dan Revi pun berlari meninggalakan lapang parkir itu.

Beberapa saat kemudian Revi datang dan membawa seorang anak cowok. Paling kisaran umur 13 tahun. Dia juga salah satu orang yang gue lihat di markas geng Revi cs tadi.

"Sekarang lo jawab jujur. Apa bener kalian ngamen di pasar?" tanya Revi nada bicaranya datar. Gue ngerasa ini bukan Revi yang gue kenal. Melihat anak itu diam saja dan malah nengok ke arah bang Codet cs, Revi membentak. "Cepet, jawab!"

Anak itu langsung menunduk dan menjawab ketakutan. "Nggak, Kak. Kami ngamen di jalanan bukan di pasar. Akhir-akhir ini, bang Codet sering malakin uang hasil ngamen kita."

"Lo nggak bohong, kan?" tanya Revi memastikan.

"Nggak kak, sumpah," jawab anak itu masih menunduk dan ketakutan.

"Okay, lo balik lagi ke mobil Nara!" titah Revi anak itu pun pergi dari sana. Gue tadi sempet lihat mobil itu parkir di jalan besar. Agak jauhan dari tempat parkir pasar. Makanya gue jalan muter dan bisa parkir di depan toko yang tidak mungkin ketahuan. Gue gak mau misi ini sampai gagal. Semua harus diperhitungkan.

"Gue lebih percaya sama dia, Bang. Karena lo udah gangguin kita. Kita gak akan tinggal diem."

Suasana di sini semakin menegangkan. Setelah perkataan Rion tadi mereka seperti bersiap untuk bertarung. Okay, gue udah menduga dari awal melihat kemarahan geng Revi cs, ini pasti terjadi. Namun, gue nggak nyangka Revi juga ikutan bertarung.

Pertarungan udah dimulai. Gue yang lihat pun ngeri. Lebih tepatnya ngeri kepada Revi melawan preman kurus yang menyapa gengnya pertama kali. Gue heran dia itu kurus, tapi bisa ikut ke sekumpulan preman.

Gue hanya fokus melihat Revi bertarung sengit. Okay, gue salah menilai. Meskipun itu preman kurus, tapi dia bergerak gesit. Gue nggak yakin Revi menang. Dari tadi gue lihat dia hanya menghindar. Beberapa kali menepis serangan lawan. Sesekali ingin menonjok jarang kena lawan.

Selain gesit lawannya ini gak kenal ampun. Melihat Revi yang udah mulai kelelahan dia memanfaatkan untuk terus mencecar lawan. Revi yang bertarung malah gue yang was-was. Namun, gue berusaha untuk tetap menstabilkan kamera di tangan. Tanpa sadar gue terus memfokuskan kamera ke arah Revi.

Menghindar dan menepis itu yang masih Revi lakukan. Nggak ada pukulan berarti untuk lawan. Sekarang yang jadi masalahnya Revi udah mulai kelelahan. Dan akhirnya preman itu berhasil menonjok pipi sebelah kanan Revi.

Sempat berhenti sesaat, tapi Revi emang pantang menyerah. Dia berdiri dan langsung menyerang lawan. Pukulan lawan cukup keras. Gue lihat efeknya dari bibir Revi yang berdarah.

Namun, kali ini Revi mencoba melawan lebih banyak serangan kaki. Yap, dari tadi gue lihat Revi memyerang lebih sering menggunakan tangan. Ternyata berhasil dengan teknik tendangan memutar.

Tendangan tadi tepat mengenai kepala lawan. Dia terkapar lemah di lapang parkir. Gue lihat preman lain pun banyak yang terkapar. Gue takjub sama mereka udah berhasil melawan preman-preman itu. Terutama Revi, gue gak nyangka dia jago beladiri.

Gue langsung balik mengendap ke mobil. Gue gak mau sampai mereka menyadari kalau gue menguntit. Mereka bukan orang sembarangan gue harus lebih berhati-hati supaya gak ketahuan.

Journalist #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang