Hari pun berganti. Tak terasa ujian akhir sebagai waktu yang menentukkan anak-anak SMA telah dijalani. Apakah perjuangan bangun pagi sampai pulang kerumah sore hari atau mungkin malam, akan terbayar setelah mengikuti 4 hari terakhir menggunakan seragam putih abu-abu yang konon katanya memiliki kisah terindah dalam sebuah kehidupan ? Masa dimana para remaja lebih bereskplorasi dengan semua hal yang berada disekitarnya, entah itu hal negatif atau positif dengan alasan mencari jati diri atau sekedar mengikuti trend yang entah siapa memulainya hingga menjadi mode atau gaya hidup dijaman sekarang.
Begitu juga Naomi, ah bukan hanya Naomi saja, tapi seluruh teman-teman seangkatannya atau mungkin seluruh remaja dinegara saat ini sedang fokus pada layar komputer yang berisikan soal-soal ujian kelulusan. Banyak diantara mereka yang mencoba mengerjakkan beberapa soal sesuai kemampuan mereka, bahkan lebih banyak mereka yang lebih memilih jalur cepat melalui kertas kecil yang katanya sudah menjadi rahasia umum akan ada dikantung setiap siswa siswi saat ujian nasional berlangsung, dan tak ketinggalan pada mereka-mereka yang lebih memilih menidurkan diri untuk menghabiskan waktu karena sudah mempunyai sisipan kecil disaku mereka.
Jika menurut kalian Naomi tak melalukan hal seperti itu, kalian salah. Naomi tetaplah Naomi, manusia biasa yang terkadang lupa dan kebingungan mencari jawaban. Seperti hari ini ujian matematika, Naomi sedikit kesusah mencari jawaban. Berulang-ulang mencari jawaban dari satu soal yang membuatnya bingung selama 6 menit, akhirnya Naomi menyerah dan membuka kertas kecil pemberian Natalia, setelah mencocokan soal dengan sisipan, ditemukanlah jawaban yang diinginkan Naomi dan langsung melanjutkan soal-soal yang lain untuk dikerjakan.
"waktu tinggal 10 menit lagi. Pastikan data diri dan jawaban kalian periksa kembali, jangan ada yang ketinggalan" instruksi dari salah satu guru pengawas ujian.
Naomi mengerjakan soalnya dengan tenang, hanya memerlukan 5x melirik kearah kertas kecil pemberian Nat, maka selesailah pekerjaannya. Naomi tersenyum puas melihat hasil kerja kerasnya, meski ada beberapa hasil contekan tapi dia tetap puas karena lebih banyak dia bisa mengerjakkannya seorang diri. Sesekali dia mengamati kembali data diri untuk memastikkan tidak ada yang hilang sekecil apapun tertinggal.
"ehh besok coret-coret ngumpul dimana ? Pusat kota jadikan ?"
"iyaa, seluruh SMA dijakarta ngumpulnya dipusat kota, kalaupun melimpir dikit palingan ke ancol atau ke puncak gitulah"
"lo ikutan gak ?"
"ikut donk, malah gue udah siapin amunisi cat dibagasi mobil"
Naomi terdiam mendengar percakapan teman sekelas yang ada didepannya. Ingatanya secara otomatis dipenuhi oleh Veranda. Bagaimana keadaan gadisnya ? Apakah dia baik-baik saja ? Apakah dia sudah belajar untuk ujian akhir ? Apakah dia mengalami kesulitan saat belajar ? Ikutkah dia tradisi coret seragam besok ?
Tanpa sadar air matanya luruh, efek Veranda terlalu kuat bagi Naomi. Bahkan Naomi menjadi pribadi yang rajin mengeluarkan air mata karena terlalu merindukan putri bungsu Bagastoro itu. Bukannya Naomi tidak ingin menemuinya, tapi setiap kali Naomi menunggu depan sekolah Veranda, Veranda justru sudah pulang menggunakan mobil pribadi melewatinya begitu saja. Datang ke apartement ? Tentu saja Naomi selalu melakukannya, tapi setiap dia mengetuk, pintu itu tak pernah ada yang membuka untuknya membuat hatinya nelangsa bukan main. Berkunjung kerumah ? Rasanya itu hal yang paling tidak mungkin Naomi lakukan karena penjagaan dirumah itu cukup ketat,bahkan Naomi harus puas menatap dari jauh rumah mewah itu tanpa mampu memasukinya.
Kringgggg
"ya, waktu telah habis"
Naomi langsung mengambil tasnya dan melengang pergi keluar dari ruangan ujian.
Naomi sekedar tersenyum tipis pada beberapa teman yang menyapanya. Jika diperhatikkan Naomi berjalan tanpa jiwa, tatapannya kosong tak bergairah. Konsentrasi yang susah payah dibangun pada soal-soal ujian mendadak buyar dan menghilang bak asap yang menguap ketika dia sudah keluar. Hidupnya menjadi hilang arah, bahkan Natalia pernah menolongnya yang nyaris terjatuh karena tak konsen berjalan.