Season 2 | Bab 58 - Terluka Dalam

1.9K 124 76
                                    


M

obil itu kini mulai keluar dari area DR-Stel. Pergi jauh meninggalkan lokasi yang menyimpan duka bagi seorang Vanya. Namun Vanya hanya diam seribu bahasa, tidak ada satu patah pun kata yang terucap dari bibir indahnya. Bahkan Vanya terlihat begitu terpukul. Akan tetapi tidak serta merta membuat Vanya menangis terisak. Dia masih mampu menahan rasa getir di dalam relung hatinya.

Adrian terlihat bingung. Dia tidak tahu kemana akan mengantar nyonya Vanya. Namun satu hal yang dia ketahui, satu tempat yang tidak akan didatangi oleh Vanya adalah sangkar emas milik suaminya. Yang selama ini mengunci erat dirinya di sana. Namun Vanya beruntung masih memiliki kesempatan untuk mengepakkan sayapnya kembali sebelum semuanya terlalu terlambat

"Maaf Nyonya, anda mau saya antar kemana?" tanya Adrian. Adrian nampak bertanya dengan hati-hati.

"Adrian...," ucap Vanya. Dia terdengar ragu untuk melanjutkan kata-katanya. Namun hanya satu tempat itu yang terpikirkan oleh Vanya. "Saya mau pergi ke makam itu" jawab Vanya.

"Baik nyonya Vanya," ucap Adrian. Dia seolah mengerti maksud yang telah disampaikan oleh Vanya kepada dirinya. Maka kini mobil itu melaju ke arah makam Natha Voralyo.

Butuh waktu sekitar empat puluh lima menit untuk mencapai tempat yang mereka tuju. Kini Vanya melangkahkan kakinya dengan gontai ke arah pusara Natha. Entahlah apa yang sedang dia pikirkan, namun satu hal yang Vanya inginkan saat ini, yaitu memuntahkan segala perasaan getirnya yang seolah mengadu kepada Natha.

Adrian hanya bisa memperhatikan nyonya Vanya dalam diam. Dia tidak punya hak untuk melarang wanita itu pergi ke sana. Jika memang dengan berbagi cerita dengan pusara Natha bisa membuat Vanya merasa lebih baik, maka Adrian tidak akan bersusah payah untuk menghalangi. Karena yang terpenting adalah Vanya bisa lebih tenang dan tegar menghadapi cobaan yang ada.

Vanya kini melangkahkan kakinya menuju pusara milik Natha. Dia terduduk tepat di samping nisan. "Natha. Apa kamu tahu sekarang aku sedang terluka?" tanya Vanya. Dia mulai meneteskan air matanya. "Terima kasih kamu sudah datang dalam mimpiku saat itu dan segera menyadarkan aku dari kebodohan." Vanya menyeka air matanya dengan sebuah sapu tangan yang disimpan sebelumnya di dalam tas.

"Hari ini aku melihatnya sendiri dengan mata kepalaku. Sakit sekali rasanya Natha. Dia memberikan hadiah yang begitu indah kepada wanita itu. Dia bahkan memintaku untuk menerima semuanya," ucap Vanya. Kini dia mulai histeris.

"Dia ingin aku menerima keputusannya yang egois. Dia sama sekali tidak memikirkan perasaanku yang terluka dan hancur. Natha seandainya kamu masih hidup aku akan berlari mencarimu. Maafkan aku tidak memilihmu waktu itu," ucap Vanya. Dia terdengar begitu menyesali keputusannya yang salah memilih Dievo untuk menikahinya.

"Aku tidak sudi dan tidak akan pernah mau dimadu. Tapi apa yang harus aku lakukan Natha? Tolong aku!" Vanya semakin terisak dan mulai kalut.

"Mungkin sebaiknya aku menyusulmu Natha. Tunggulah aku." Vanya mengatakannya begitu saja tanpa berpikir terlebih dahulu.

"Jangan nyonya Vanya!" ucap Adrian. Dengan sigap dia segera mencegah Vanya yang mungkin saja sudah punya niat untuk mengakhiri hidupnya yang kini seakan hancur.

"Lepaskan aku Adrian!" ucap Vanya. Dia mulai meronta karena tidak ingin dihalangi.

"Saya mohon nyonya, jangan lakukan hal yang dapat membahayakan kondisi anda," ucap Adrian. Dia memohon dengan lembut agar Vanya segera merubah pikiran sempitnya.

Vanya kini terdiam. Pikirannya kembali melayang entah kemana. Namun dia tidak lagi melakukan perlawanan. Akan tetapi Adrian menjadi bingung, apa yang harus dia lakukan. Melepaskan atau tetap merengkuh dengan hangat tubuh Vanya dari arah belakang. Bukan bermaksud untuk bersikap lancang, namun itu yang bisa dia lakukan untuk mencegah Vanya melakukan tindakan yang berbahaya.

"Apa nyonya baik-baik saja?" tanya Adrian. Dia mulai merasa gelisah. Karena dia tidak dapat melihat raut wajah Vanya. Maka dia tidak tahu apa yang sedang Vanya pikirkan.

"Saya sakit Adrian," jawab Vanya.

"Apa yang bisa saya lakukan nyonya?" tanya Adrian. Dia terdengar begitu tulus.

"Maaf kalau permintaan saya berlebihan. Apa boleh kali ini saja saya menangis di pelukanmu?" ucap Vanya. Dia menyadari perkataannya yang tidak pantas.

"Saya tidak keberatan nyonya. Apabila itu bisa membuat nyonya Vanya lebih kuat. Apa pun akan saya lakukan," jawab Adrian. Dia mengatakannya dengan sungguh-sungguh.

Seketika Vanya membalikkan tubuhnya. Kini dia sudah berada di dalam pelukan Adrian. Bukan karena menginginkan hal lebih, dia hanya butuh seseorang untuk tempat bersandar dan menangis mengeluarkan semua perasaan gelisahnya.

Vanya hanya membutuhkan sosok pria yang dapat melindungi dan menguatkan dirinya disituasi yang berat. Natha tidak akan pernah kembali. Maka Natha juga tidak akan bisa melindungi serta menghibur Vanya. Hanya ada kenangan-kenangan manis yang tersimpan rapi di dalam hatinya.

Vanya begitu kalut. Dia jatuh terlalu dalam ke lubang kesedihan untuk yang kesekian kalinya. Vanya begitu terpukul sejak mengetahui kenyataan pahit itu. Ini lah yang Adrian khawatirkan, dia hanya takut wanita itu tidak bisa bertahan dan bangkit dari kesedihannya ketika sudah mengetahui tentang perselingkuhan Dievo dengan Ciara.

Namun sebuah kebohongan jika terus disembunyikan akan terasa lebih menyakitkan nantinya. Mungkin ini lah yang terbaik bagi Vanya, mengetahui semua kebusukan suaminya sebelum dia jatuh terlalu dalam ke pusaran dusta Dievo.

Vanya masih terisak di dalam pelukan hangat Adrian. Hanya Adrian yang selalu ada di sampingnya pada semua situasi. Maka Adrian lah yang memahami penderitaan Vanya dengan baik. Tanpa bermaksud untuk melebihi batas, namun tangan Adrian dengan refleks membungkus hangat tubuh Vanya yang bergetar. Dia hanya ingin memberikan ketenangan untuk wanita cantik yang kini sedang tersakiti jiwa dan raganya.

Namun di tengah-tengah isakan tangisnya, seketika tubuh Vanya melemah dan tidak sadarkan diri. "Nyonya Vanya!" ucap Adrian. Dia tersentak mendapati mata Vanya yang nampak terpejam. "Nyonya bangun!" ucap Adrian. Dia berusaha untuk menyadarkan Vanya.

Tanpa menunda lagi, kini Adrian segera membopong tubuh Vanya ke dalam mobil. Dengan tenang Adrian melajukan mobilnya menuju sebuah rumah sakit. Membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit untuk mencapai rumah sakit terdekat.

Kini Adrian membopong tubuh mungil Vanya menuju ruang UGD. Para tenaga medis segera melakukan tugasnya. Waktu demi waktu berlalu, Adrian menunggu dengan cemas para dokter maupun suster untuk memberi kabar pada dirinya tentang kondisi nyonya Vanya.

Adrian terlihat gelisah memikirkan sesuatu. Dia sedang mempertimbangkan keputusannya, antara haruskah dia memberitahukan hal yang sedang menimpa nyonya Vanya kepada Dievo atau dia tidak perlu melakukannya. Karena sesungguhnya pria kurang ajar itu tidak berhak menyiksa Vanya untuk yang kesekian kalinya.

♡♡

_TBC_

ANOTHER LOVE (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang