Dering ponsel Kak Gio memutuskan kontak mata penuh amarah diantara kami. Bunda mengelus pelan lenganku sambil menggelengkan kepalanya. Kak Gio menaiki tangga sambil menerima panggilan yang mungkin sangat penting. Aku menghembuskan nafas untuk menurunkan kadar emosi yang hampir saja menguasaiku. Bunda menuntunku untuk duduk di sofa ruang keluarga
"Bentar ya sayang, bunda buatin kamu teh sama ambilkan cemilan"
Aku tersenyum sambil mengangguk menuruti perkataan bunda. Aku meremas kasar rambutku sambil mengepalkan kedua tanganku untuk kembali menetralkan hawa panas dalam tubuhku. Bertemu dengan Kak Gio benar-benar menyulut emosiku. Untung bunda sudah pergi ke dapur, kalau tidak mungkin beliau akan sedih melihatku seperti ini. Aku harus tenang di hadapan bunda. Aku tidak mau melihat bunda kembali sedih dan menangis. Aku harus bisa mengontrol emosi jika Kak Gio kembali menyulut amarahku
"Alfa, kamu kenapa Nak? Kamu sakit? Kok mukanya merah begitu?" suara Bunda membuatku menolehkan wajah
Aku tersenyum masam agar bunda tidak khawatir. "Nggak Bun, Alfa gak sakit cuma mungkin efek panas tadi diluar makanya jadi merah gini" bagus Alfa, teruslah berbohong pada bundamu, kata hatiku membuatku tersenyum miris
Bunda ikut tersenyum sambil meletakkan dua cangkir teh dan beberapa toples berisi kue kering berwarna coklat. Aku mengambil toples kue coklet berbentuk hati yang diatasnya ditaburi butiran kacang mete. Mengingat kue kering seperti ini lagi-lagi mengingatkanku pada Dea. Dulu dia suka sekali memberikanku banyak kue coklat yang berbentuk. Bentuk hati, bunga, bulan sabit, lingkaran. Aku tersenyum ternyata bunda juga punya hobby yang sama dengannya
"Enak? Kamu suka Nak?" Bunda menatapku sambil tersenyum
"Suka Bun, ini enak. Enak sekali. Apapun yang dibuat bunda pasti enak" aku mengacungkan dua jempol pada Bunda yang sudah hampir tertawa, entah apa yang lucu sampai Bunda begitu
"Kenapa Bun? Ada yang lucu?" Aku mengerutkan kening tanda heran
"Gak ada sayang, Bunda cuma heran aja kok tumben kamu mau muji buatan orang secara terang-terangan di depan Bunda" masih dengan tertawa kecil, Bunda sesekali mengusap air mata yang keluar dari ujung matanya
"Bunda kenapa sih? Alfa pulang ya kalo Bunda masih main rahasia-rahasiaan gini" jurus andalanku jika menghadapi Bunda alias merajuk dan pura-pura ngambek
"Iya deh Bunda cerita, tapi jangan pulang ya Nak. Bunda kan masih kangen sama kamu"
Nada bicara Bunda yang memohon membuatku tersenyum menang. Ternyata aku masih suka manja kalo bareng sama Bunda
"Sekarang Bunda harus cerita kenapa tertawain Alfa kayak tadi"
"Kue itu bukan Bunda yang buat Nak. Itu kue Bunda pesen sama Nafa dari Yogyakarta loh"
Aku memasang wajah kaget mendengar perkataan Bunda. Sejak kapan Bunda suka belanja kue diluaran. Biasanya Bunda selalu suka membuat apapun dengan tangannya sendiri
"Tumben Bun." sambil kembali memakan kue coklat aku mengabaikan keherananku atas sikap Bunda. Terlepas dari semua itu, rasa kue coklat ini memang enak
"Apanya yang tumben sih Al, kuenya enak kan. Kamu juga bilang enak tadi makanya Bunda juga suka. Jarang-jarang loh ada kue seenak ini" tambah Bunda
Aku hanya manggut-manggut mendengar perkataan Bunda. Kami menikmati waktu dengan minum teh dan menikmati kue coklat pesanan Bunda
"Kamu lapar apa doyan Nak. Itu uda toples ketiga loh yang kamu abisin"
Aku hanya nyengir kuda menanggapi ucapan Bunda sambil terus mengunyah kue yang toplesnya sejak tadi ada di pangkuanku
KAMU SEDANG MEMBACA
DEANDRA (FS1) ✔
Fiction généraleFahreza Series 1 Deandra pikir hidupnya sudah tenang menjadi single parent untuk putri tercintanya. Semua menjadi kacau, saat seseorang dari masa lalunya kembali hadir. Seseorang yang pernah membuatnya bahagia dan menderita disaat bersamaan, Algio F...