Part 8 - Macarons

56 4 0
                                    

13.19 WIB
Lapangan Parkir

"Kak Raka!"

"Eh, Geb..."

Geby berlari menghampiri Raka dengan kostum cheersnya. Rupanya tim cheerleader sedang berlatih siang ini. Sepertinya Geby sudah tidak diganggu dengan kepanitiaan OSIS, mengingat beberapa lomba class meeting ada yang sudah beres dan ada yang belum.

"Kenapa Geb?"

"Kak Raka bakal ketemu Oca kan? Aku titip ini buat dia. Tadinya mau kasihin langsung, tapi ternyata dia nggak masuk. Boleh kak?" ucap Geby sambil menyodorkan sebuah paperbag coklat.

"Oh, apa ini Geb?"

"Sebenernya ini oleh-oleh dari Bang Gerdy, Oca sempet titip waktu tau kalo abangku mau ke Bali. Tapi dia bilang, kasihin ke dia waktu ulang tahun aja gitu... So..."

"Ocaaa ulang tahun?! Oh God kenapa aku bisa lupa!!!" Raka terdengar panik.

"Eh, eh, Kak Raka... Kak Raka... tenang-tenang!" ucap Geby sambil mengipas-ngipaskan tangannya di depan wajah Raka, "masih besok kali Kak, hahaha..."

"Geb, serius?" Raka tampak bingung.

"Hahaha... iya Kak! Aku nitip ini ke Kak Raka hari ini, soalnya besok aku berangkat ke Medan sampe liburan abis hehehe..." kekeh Geby, masih mengatung-ngatungkan tas coklat itu di depan Raka.

"Hmm... Geb, boleh ngobrol bentar nggak? Tapi mungkin bakal lama sih, soal Oca" Raka merasa Geby dapat diandalkan mengenai kisah kasih di sekolahnya itu.

"Soal Oca? Kenapa Kak?" Geby masih berlagak tidak mengerti namun Geby berani bertaruh ini mengenai kisah mereka bertiga. Raka, Oca dan Dania.

"Panjang Geb..." kata Raka mengacak rambutnya sendiri, sebelum seorang wanita memanggil Geby dari jauh.

"Geby!!! Ayo mulai lagi, cepet balik!" teriak Mbak Nadine, sang pelatih cheers.

"Eh?! Iya mbaaak. Yaampun. Yaudah Kak, gimana? Nanti sore aja ya kita ketemu abis aku latihan? Oke nggak?" kata Geby mulai bergerak-gerak di tempat berdirinya seperti orang sedang menahan pipis.

"Okedeh Geb, kabarin aku ya!"

"Sip kak!" ucap Geby kemudian berlari menjauh.

***

210 and Co.

Pagi yang tidak begitu cerah dan siang yang lumayan pucat. Aku tidak akan fokus bekerja jika panggilan-panggilan telepon di hapeku ini tidak berakhir juga. Aku butuh udara segar dan mungkin chamomile?

Secepat angin aku menutup laptop tanpa mematikannya, meski kulihat ribuan notifikasi email sedang melayang-layang di dalamnya. Kepalaku penuh. Aku harus menyeduh teh atau semacamnya.

"Selamat pagi hampir siang Josh!" sapa seorang lelaki dengan kumis tebalnya. Kami berpapasan di tangga yang memang terasa lebar untuk tempat perhentian.

"Eh, pagi Om, tumben datang awal?" balasku menyalaminya.

"Iya, mau kedatangan kolega Om dari Bandung, jadi rajin hahaha...!!!" tawanya menggelegar, aku hanya tersenyum pahit.

TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang