Ketika om-nya berkata kalau mereka akan melakukan pelayanan sosial di kawasan kumuh, Arissa tidak pernah membayangkan kalau daerahnya akan sekumuh ini. Sangat kumuh sampai dia berpikir kalau saat ini dia bukan di Jakarta, tapi di negeri antah berantah yang dia tidak pernah tau ternyata eksis di dunia ini.
"Aishhh..." keluh Arissa merasa kesal dan tidak berdaya.
Walau begitu Arissa tetap melangkahkan kakinya ke tenda yang sudah didirikan sejak kemarin sore. Di tenda itulah nantinya Arissa harus menerima dan melayani masyarakat yang membutuhkan bantuan mereka.
"Loh, mbak sudah datang? Acaranya dimulai jam 8-kan?" Seorang pekerja yang bertugas menyiapkan tempat penyelenggaraan menyapa Arissa.
"Iya pak. Saya datang lebih awal untuk siap-siap sebelum tamu datang." Arissa menjawab sambil tersenyum tipis.
Pekerja itu mengangguk dan tersenyum, lalu permisi sebelum meninggalkannya yang sudah berada diposisinya.
Untuk ukuran orang yang tidak menyukai pelayanan ini, Arisa tau kalau dia memang terlalu cepat datangnya. Bayangkan saja, dia sudah di lokasi pelayanan 45 menit lebih cepat dari jam dimulainya acara. Tapi mau bagaimana lagi, memang beginilah Arissa. Dia tidak suka dengan yang namanya terlambat karena itu adalah salah satu mottonya dalam hidup. 'Jika bagimu waktumu berharga, maka perlakukan waktu orang sama berharganya dengan waktumu.' Makanya setidak ingin apapun Arissa ikut berpartisipasi dalam pelayanan masyarakat ini, dia tetap sudah ada disana lebih cepat dari jam seharusnya.
Begitu Arissa mendudukkan dirinya, matanya lalu menatap sekeliling sekali lagi dan mendesah berat. Kemudian di dalam hati dia menyemangati dirinya. 'Semangat Arissa! Ini tidak akan lama, hanya sampai besok.' Katanya sudah membayangkan esok hari agar dia semangat menyelesaikan hari ini. Lagipulan kalau dihitung-hitung, pelayanan masyarakat ini tidak full 2 hari karena besok mereka hanya sampai jam 2 saja . Setelah selesai membereskan barang-barang yang akan dipakainya, Arisa kembali mengedarkan pandangannya keseliling. Mencari tau apa yang bisa dilakukannya sambil menunggu orang-orang yang akan bertugas dengannya datang.
Saat itu dia menangkap sosok bapak tua yang tadi menyapanya sedang menyusun bangku untuk para tamu. Bangun dari duduknya, Arissa bersiap membantu bapak tersebut. Namun niatnya terhenti saat seseorang mendahuluinya. Seorang pria dengan kaos putih, celana jeans hiyam dan jaket parasut hitam yang lengannya ditarik setengah.
'Oh shittt!!! Kenapa dia ada disini? Jangan bilang kalau tebakan gue ama Eline minggu lalu benar, kalau dia salah satu perwakilan polisi yang akan ikut membantu pelayanan masyarakat.' Dengan tubuh yang kaku membeku Arissa bermonolog di dalam hatinya. 'Semoga tidak ya Tuhan, semoga tidak.' Arissa tetap berharap meski kemungkinan itu jelas sangat kecil. Dengan keberadaan Mario disini, sudah hampir pasti kalau pria itulah yang mewakili instansinya. 'Dari sekian banyak polisi, kenapa harus dia sih Tuhan.' Keluh Arissa masih dalam hatinya.
"Pak, biar saya saja."
Suara datar Mario, pria yang tadi membuat Arissa tidak jadi membantu si pak tua terdengar oleh Arissa. Mata Arissa seketika berputar malas karenanya. Ugghhh, kalau tau Mario ada ikut diacara ini, lebih baik dia menawar hukuman yang lain pada om-nya. Mengalihkan tatapan sebalnya dari Mario, Arissa lebih memilih untuk fokus pada handphonenya saja. Toh tidak adalagi yang bisa dia bantu siapkan.
"Selamat pagi Ssa, apakah yang lain udah pada datang?" Sapa senior Arissa sambil memberikan sebuah kotak snack kepadanya.
Arissa menoleh, kemudian tersenyum. "Selamat pagi mbak Mel, datang sendiri?" Tanyanya berbasa basi yang kemudian dibalas senyuman dan anggukan kecil oleh senior Arissa tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Mr Police (MMP II)
Chick-LitSejak ditolak cintanya oleh Mario 3 tahun yang lalu, Arissa selalu memanggap pria tersebut seperti kuman. Kuman yang harus dihidari agar dia tidak mengalami sakit hati dan pusing. Tapi apa jadinya kalau Tuhan tidak sependapat dengannya, sehingga Tuh...