Enam

431 30 1
                                    

Jason terduduk di lantai kamarnya dengan berkas-berkas yang berceceran mengelilingi tubuhnya. Ia ingin membaca berkas-berkas itu untuk terakhir kalinya, untuk memastikan bahwa target yang ia incar selama ini benar. Kemudian, setelah merasa yakin, ia pun merapikan kembali kertas-kertas kusam itu ke dalam map. Ia menyimpan kembali map tersebut ke dalam lemarinya.

Jason kemudian menghampiri kabinet kecil di sebelah kasurnya. Perlahan-lahan, ia membuka pintu kabinet itu. Akhirnya, napas lega pun keluar dari hidungnya saat ia melihat pistol miliknya masih tersimpan rapi di tempatnya. Pistol dibayar pistol, ucapnya dalam hati. Lalu, ia menunjukkan seringain lebarnya saat membayangkan pembunuh orang tuanya berakhir di tangannya. Waktunya sudah semakin dekat, ucapnya lagi dalam hati. Aku sudah sangat siap untuk menjemput kematiannya.

Saat ia sudah menutup kembali kabinet itu, dering ponsel terdengar di telinganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat ia sudah menutup kembali kabinet itu, dering ponsel terdengar di telinganya. Dengan segera, ia merangkak ke atas kasurnya untuk meraih ponselnya itu. Sebelum mengangkatnya, ia membaringkan tubuhnya dengan rileks di atas kasur, lalu mulai menekan tombol hijau di ponselnya.

"Jason, ayahku mengizinkanku untuk mengundangmu ke pestanya. Kuharap kau senang mendengar berita ini." Terdengar nada dengan penuh rasa antusias di sebrang telepon sana.

"Tentu saja, Sher. Kapan pestanya diadakan?"

"Besok malam, pukul tujuh. Bersiaplah, tampan."

Oh bagus. Jason menanggapinya dalam hati, tentu saja dengan sedikit sarkasme.

Jason memerhatikan dirinya di depan cermin. Ia memeriksa penampilannya untuk terakhir kali, bila mana ada yang kurang, ia bisa memperbaikinya. Jujur saja, kini ia sedang memuji dirinya sendiri dalam hatinya. Ia terlihat begitu tampan dibalik jas hitamnya. Tak lupa, di tangannya digenggam beberapa tangkai bunga mawar hitam yang diikat bersamaan dengan menggunakan pita berwarna putih. Ia berniat untuk memberikannya pada Tn. Dawton, sebagai ucapan selamat. Entah ucapan selamat dalam arti yang baik atau yang buruk. Tak tertinggal pula di saku celananya sebuah senjata. Ya, ia membawa pistol itu ke pesta Tn. Dawton, untuk menjaga-jaga dirinya. Setelah apa yang Sheri katakan, dan ketakutannya terhadap seorang anak dari rekan kerja ayahnya, ia pikir tak ada salahnya bila ia membawa senjata itu. Memang sedikit gila, tapi memang itu lah Jason.

 Memang sedikit gila, tapi memang itu lah Jason

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bersambung

DENDAM (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang