Chapter 3

424 62 8
                                    

Di saat orang-orang masih tertidur dengan nyenyak, di tengah keheningan malam menyambut pagi, seorang pria berparas manis tengah terusik didalam tidurnya, merasakan cacing dalam perutnya menyorakkan protes kepada sang tuan agar segera diberikan asupan makanan sesegera mungkin.

Dengan raga yang masih setengah bersatu dengan jiwanya ia dengan semangat yang pas-pasan bangkit dari tempat tidurnya yang nyaman setelah bergelung dengan selimut selama beberapa menit. Ia terus terang sudah tidak sanggup menahan rasa lapar yang kian menjadi-jadi seakan-akan lambungnya dikoyak dari dalam. Demi menuntaskan rasa laparnya, ia dengan segera beringsut dari ranjang dan memakai sendal rumahannya menuju dapur.

Dengan mata yang masih setengah terpejam, ia langsung membuka lemari es dan mendapati isinya dalam keadaan kosong. Ia pun mengumpat dengan sejadi-jadinya, ini benar-benar bukanlah waktu yang tepat saat dirinya tengah berada dalam keadaan sangat membutuhkan asupan makanan.

Dengan segera ia mengambil ponsel yang berada di kamarnya dan segera menelpon 'seseorang' yang selalu setia menyediakan apa yang ia butuhkan. Dan saat dering ketiga, suara berbisik dari seberang sana mulai memasuki rungunya.

'ada apa, Kook?'

"Hyung, aku lapar." Dan terdengar dari seberang sana suara helaan nafas yang berat.

'Tapi Kook... aku sedang sibuk'

"Tapi aku lapar! Dalam waktu 30 menit kau harus berada di apartemenku disertai dengan membawa daging digenggamanmu." Dengan kesal Jungkook langsung menutup sambungan teleponnya secara sepihak.

.
.
.
.
.

Taehyung dan beberapa rekannya sedang berada di rumah mewah kawasan gangnam. Baru saja terjadi pencurian disini dan mereka sedang sibuk melakukan investigasi di lokasi pencurian tersebut. Penyelidikan itu dilakukan mulai dari tengah malam hingga dini hari. Dan ditengah fokus mereka memerhatikan daerah sekitaran apartemen mewah tersebut, tiba-tiba saja rekannya itu mendapat telepon dari seseorang yang terlihat sangat pribadi sampai-sampai ia menjauh dari lokasi menuju tempat yang lebih sunyi dari sekitaran apartemen.

Taehyung melihat rekannya itu tengah berbisik membicarakan sesuatu yang kelihatan sangat serius. Beberapa saat kemudian rekannya itu terlihat gusar karena seseorang yang menelponnya mematikan sambungan secara sepihak.

Telah lama ia menjabat sebagai inspektur kepolisian, gelagat yang ditunjukkan seperti rekannya itu sudah sering sekali ia lihat. Saat melihat gerak-gerik rekannya yang terlihat sedang ingin berjalan melangkah kembali kesini, segera saja Taehyung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Tae, aku ada urusan sebentar, apa boleh aku pamit sebentar?" Tanya sang rekan tadi kepada taehyung yang mengernyitkan dahinya bingung.

"Kemana? sebentar lagi kita selesai. Apa kau tidak bisa menunggu selama beberapa menit lagi?"

"Tidak bisa Tae, ini sangat penting dan aku harus pergi kesana secepat mungkin." ujar sang rekan sembari menatap serius dan mengharap cemas kepadanya.

"Oh, kalau begitu baiklah.” Dan langsung saja sang rekan berlari menuju mobilnya dan segera melaju meninggalkan lokasi apartemen mewah itu. Sebenarnya taehyung agak sedikit menaruh curiga kepada rekannya itu tapi langsung saja ia tepis pemikiran buruk tersebut dengan kembali memusatkan perhatian pada tugasnya.

.
.
.
.
.

Disaat jungkook sedang memperhatikan jam dinding di ruang tamunya ia mulai menghitung mundur batas waktu yang tersisa untuk seseorang yang sedang ia beri tugas, lalu terdengar  dari arah luar pintunya seseorang sedang menekan beberapa digit angka secara cepat dan membanting pintu  tersebut dengan keras.

"kau telat lima detik hyung." Ujar Jungkook sambil tersenyum polos pada seseorang yang sedang menatapnya sangat kesal.

"ayolah Kook, kau tahu 'kan membunuh seseorang dan menguliti dagingnya itu memerlukan waktu yang tidak sebentar." Seseorang itu berucap dengan raut wajah yang tidak bersahabat.

"Kau sangat tahu hyung, Jeon Jungkook itu tidak pernah menerima sebuah alasan atas kesalahan yang diperbuat walau setipis apapun." Sembari mengambil kantong plastik yang telah ditaruh seseorang yang tadi datang dan membawanya kearah dapur.

"Asal kau tahu saja Kook, tadi aku harus meminta izin terlebih dahulu kepada Taehyung, tak mungkin 'kan aku pergi begitu saja?" Jimin berbicara seraya mengekori pria manis itu ke dapur.

Entah kenapa setelah mendengar nama 'Taehyung' terucap dari bibir seseorang itu rasa amarah yang sempat mendera hatinya berangsur menghilang. Malah sekarang Jungkook tengah asik menyiapkan alat masak beserta bumbunya sembari bersiul riang.

"Lupakan, kali ini aku memaafkanmu.”

Seseorang  yang mendengar ucapan yang keluar dari bibir Jungkook itupun langsung menghela nafas lega sembari memanjatkan puji syukur karena kali ini selamat dari Jungkook. Karena seandainya saja jungkook tidak membiarkannya lolos kali ini, habislah sudah. Karena nyawa seseorang yang berarti dalam hidupnya bisa berada diujung tanduk ditangan pria bermata bulat itu.

Jungkook memasukkan banyak daging dalam wajan yang sudah ia panaskan. Lalu mulai mencampurkan bumbu rempah yang sudah ia siapkan sembari menyiapkan wadah bekal bermotif kelinci berwarna pink kesayangannya.

"Untuk apa wadah bekal itu, Kook? tumben sekali." Ucap seseorang itu acuh sembari memainkan ponsel yang ia genggam, terlihat ia tengah berbalas pesan dengan seseorang di seberang sana.

"Bekal untuk menjenguk ayahku pagi ini."

"Oh, ayahmu yang psikopat itu? Cih, dasar tua bangka yang merepotkan." Seseorang itu masih terlihat santai dengan ponselnya.

Sedangkan Jungkook menyeringai. "Bukankah kau lebih parah hyung?. Ayahku membunuh seseorang karena ia kelainan jiwa, sedangkan kau membunuh seseorang hanya untuk menjadi santapanku."

Seseorang yang menjadi lawan bicara Jungkook itu terdiam membeku seperti orang bodoh yang tertampar oleh kenyataan pahit bahwa ia lebih dari sekedar seorang psikopat yang bengis.

.
.
.
.
.

Pagi telah tiba dan Taehyung baru saja tiba diruang pribadinya sembari meletakkan hasil kerjanya kemarin malam hingga dini hari dengan raut wajah lelah serta mengantuk yang mana hal tersebut mengganggu wajah tampannya.

Baru saja taehyung mendudukkan bokongnya di kursi putar kesayangannya, seseorang mengetuk pintu dengan pelan dari luar. Helaan nafas lelah sudah sering kali ia keluarkan, yang bisa ia lakukan adalah mempersilahkan bawahannya untuk masuk.

"Maaf menggangu Anda, ada yang ingin bertemu dengan tahanan di sel nomor 17."

"Siapa?" Tanya Taehyung pada bawahannya itu.

"Menurut informasi yang saya dapat, yang ingin bertemu adalah anak dari  tahanan tersebut."

'Anaknya? aku belum pernah melihat apalagi bertemu. Mungkin ini adalah kesempatan yang tepat untuk lebih mendalami karaker tahanan yang paling lama berada di sel tahanan ini'

"Baiklah, aku ikut." Taehyung segera beranjak dari tempat duduknya dan meraih salah satu kunci dari beratus-ratus kunci yang menggantung di ruangannya kemudian berjalan keluar ruangan sembari diikuti oleh bawahannya itu.

.
.
.
.
.

Tbc

Double up tapi vomentnya jangan lupa :)

PREJUDICE | TaekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang