9. Ketika

697 136 11
                                    

Akibat keresean teman-teman Jaehyun juga Eunseo, maka disinilah ia berakhir. Duduk manis disamping Jaehyun yang sedang fokus menyetir. Sedari tadi mereka saling bungkam setelah percakapan mereka yang terakhir.

Sejujurnya, Eunseo sedang memikirkan ucapan Jaehyun padanya tadi. Soal dirinya yang harus berhenti. Benarkah harus begitu? Eunseo percaya ia diberi kelebihan untuk digunakan sebaik-baiknya. Kalau memang yang terbaik adalah membantu arwah-arwah gentayangan tersebut, kenapa dia harus berhenti?

Sejauh ini Eunseo baik-baik saja, dan selama Jiho ada disampingnya, tidak akan ada yang berani macam-macam padanya.

Tetapi sampai kapan? Eunseo tidak seegois itu untuk menyimpan Jiho selamanya di sisinya, kan? Nggak. Jiho mesti balik ke alamnya. Kasus Jiho sama Bu Arta itu beda. Jiho yang gabisa balik kesana, sedangkan Bu Arta emang gamau balik kesana.

Jadi Eunseo lebih baik menolong yang memang ingin kembali ke alamnya. Jaehyun tidak berada di posisi yang tepat untuk mengatur-aturnya. Siapa memangnya? Mereka kenalpun karena keadaan yang sama sekali mereka nggak inginkan.

"Seo?"

Panggilan Jaehyun segera menyentaknya kembali ke realita.

"Eh, kenapa kak?"

"Rumah lo, belok mana lagi?"

Eunseo baru ingat, kalau Jaehyun bukan supir taksi online yang sering ia pesan. Biasanya ia tinggal tidur pun akan sampai di depan rumahnya dengan selamat. Sekarang ini yang mengantarnya adalah Jaehyun, orang yang sama sekali belum pernah nganter Eunseo juga bukan supir taksi online!

"Itu kak nanti di depan ada perumahan Bukit Kencana, masuk aja. Blok J nomor 15."

Jaehyun mengangguk, dan suasana kembali hening. Eunseo bersyukur karena tujuan mereka sudah dekat. Dia bisa lepas dari suasana canggung yang mencekik ini.

Secanggung-canggungnya dulu Eunseo pertama kali jalan sama Jaemin aja nggak kayak gini.

Iya sih, kepribadian mereka emang beda banget. Jaehyun pendiem sementara Jaemin udah kayak belatung nangka, petakilan. Anaknya juga cengengesan terus, yang ngeliat juga bawaannya pasti mau senyum aja. Beda sama Jaehyun yang kayaknya kalo ngomong mesti yang serius-serius aja.

Kelempengan. Eunseo ngga suka cowok kaku.

Eh? Siapa juga sih yang mau deketin Jaehyun. Kalo bukan karena Jiho juga Eunseo yakin, mereka ngga bakal sampe kayak gini.

"Udah sampe, Seo," ucap Jaehyun, memberhentikan mobilnya tepat di depan rumah Eunseo yang bercat biru langit.

Eunseo tersenyum canggung. "Makasih ya Kak udah dianterin."

Jaehyun membalasanya dengan anggukan. Sebelum Eunseo turun, Jaehyun menarik tangan Eunseo kembali membuat pemilik tangan tersebut mengernyit. "Kenapa lagi kak?"

"Inget yang gue omongin tadi," peringat Jaehyun.

Eunseo memang menganggukkan kepalanya, tapi dalam hatinya tentu saja lain. Ini hidupnya, maka dia yang memilih jalannya sendiri.

"Oh ya Seo," Eunseo menunggu ucapan Jaehyun selanjutnya. "Besok-besok jangan panggil gue pake embel-embel kak lagi. Ngomongnya juga biasa aja, jangan terlalu formal. Gue rasa kita udah ngelewatin batas strangers buat masih ngomong begitu."

Eunseo masih cengo di depan rumahnya saat Jaehyun udah pergi. Dia ngga ngerti. Maksudnya ngelewatin batas strangers tuh apa? Udah deket gitu maksudnya?

Idih ribet deh bahasanya kayak Vicky Prasetyo.

Baru aja Eunseo buka pintu rumahnya, dia udah disambut sama Jiho sambil megang gulungan kertas. Astaga, kalo Eunseo ngga inget dia tembus pandang mungkin udah di tonjok daritadi karena ngagetin.

Fate [Jaehyun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang