Berjalan tanpa arah pasti. Jalanan sangat ramai oleh orang-orang yang memiliki kepentingan sendiri. Pemuda itu sangat hampa. Hingga hujan yang turun membasahi sekitar dan membuat tubuhnya basah kuyup. Walau begitu, air yang berjatuhan itu tak dapat menggenangi hatinya yang kosong. Tatapan pemuda itu kosong, seperti kehilangan harapan.
(Tak ada yang bisa diharapkan. haha, tentu saja, bodoh)
Pemuda itu tersenyum masam sambil mengingat kenangan di masa lalunya.
Selama beberapa hari, pemuda itu terus memikul kesedihan yang mendalam, sehingga pikirannya membusuk. Ia berjalan tanpa letih walau tak tahu arah tujuannya. Hingga, ia sampai di jalan kecil dan sepi.
untuk beberapa detik ia terdiam lalu ia melanjutkan perjalanan sia-sianya.(sepi, mungkin cocok juga untuk orang gagal sepertiku)
Pemuda itu berteduh di depan restoran kecil. ia mengambil posisi jongkok untuk beristirahat sejenak. Kali ini, pemuda itu merasakan dinginnya cuaca hingga membuat hatinya mengingat kesalahan besar yang pernah terjadi. Ia sangat terpukul atas kejadian itu. Pemuda itu mulai mengalirkan air mata. Kesedihannya tak terbendung lagi. Semua emosi bercampur aduk sampai-sampai hatinya terasa lebih sakit lagi.
"Kenapa!? Kenapa ini terjadi padaku!? Apa salahku, dewa? apa aku manusia yang tak diharapkan, hah? berhentilah berbicara omong kosong, sialan!" Teriakannya tanpa pikir panjang. Saat itu juga seorang gadis muncul dari dalam restoran kecil itu. Ekspresinya kelihatan tak senang, ia menunjukan senyum garang. "hey, kau tahu tatakrama? berisik tahu!!!" geram gadis itu. "e-eh, benarkah? ma-maafkan aku!" mohon pemuda itu sambil bersujud pada gadis itu.
(Firasatku gadis ini berbahaya)
Tanpa sepatah kata lagi, gadis itu memukul sang pemuda tepat di kepalanya menggunakan sendok sayur.
*TOK
Pemuda itu kesakitan dan mengusap-ngusap kepalanya. "Itu akibat kamu berisik, bodoh!" ucap gadis itu sambil memalingkan wajah. "hah?! aku sudah meminta maaf, sialan!" ucap pemuda itu. "Memang itu salahku. Aku tak tahu lagi bagaimana untuk meredam kekesalan ini. Haha, benar benar bodoh, bukan?" lanjut pemuda itu.
Hujan semakin deras, dan situasi semakin hening. Keduanya terdiam. "Hmm, bagaimana kalau kamu masuk ke restoran kami. Gak baik loh diam di luar dengan keadaanmu yang basah kuyup. nanti masuk angin." ucap gadis itu memamerkan senyum terbaiknya. Pemuda itu terdiam melihat senyumannya. "ayolah masuk ke dalam." paksa gadis itu sambil menarik tangan sang pemuda.
Pemuda itu dipersilahkan masuk ke dalam restoran. Pemuda itu dipersilahkan mandi dan berganti pakaian.
(Apa ini? manusia gagal sepertiku diberikan keberuntungan?)
Pemuda itu menggunakan kamar mandinya. Tak ada rasa senang saat menerima empati dari gadis itu. Pemuda itu telah selesai lalu mencari pakaian gantinya. "lha, kok gak ada?" bingung pemuda itu. "oiii, 'manusia tak berguna' ini pakaianmu." suara gadis itu dibalik pintu. "Aku masuk ya." lanjutnya. "Gawat" itulah yang dirasakan pemuda itu. Gadis itu membukakan pintu kamar mandi. Dan, situasi semakin rumit. "A-apa yang kau lakukan! ini... pakai ini!" geram gadis itu sambil melempar pakaian kepada sang pemuda. Gadis itu dengan cepat menutup pintu dan berlari menjauh. Pemuda itu kebingungan.
Setelah itu, pemuda itu dipersilahkan untuk duduk di kursi pelanggan. Ia diberi ramen sambil ditemani gadis itu. "Aku tak punya uang" ucap pemuda itu. "Tenang saja, aku berikan makanan itu padamu. Habisnya kamu kelihatan lelah." ucap gadis itu. Lagi-lagi senyumannya kembali menghangatkan pemuda itu. Ia lalu melahap ramen pemberiannya. "ngomong-ngomong, beritahu aku namamu. 'Manusia lemah' kah?" tanya gadis itu sambil tersenyum jahil. "Lancang sekali! namaku Iki, Nagato Iki." jawab Iki kesal. "Baik, baik, Iki 'dungu'." komentar gadis itu. Pemuda itu sangat kesal hingga giginya gemetar. "Oh ya, namaku Reiko, Nishimori Reiko. Salam kenal, Nagato." ucap Reiko. "Salam kenal juga, Reiko 'gorila'." balas Iki. Reiko terlihat tak senang, ia tersenyum sadis.
(Gawat!)
Hingga, ramennya habis, Iki masih terlihat murung. "Bagaimana ramennya? Enak kan?" tanya Reiko. "Ya, sangat enak." jawab Iki. "Tapi kenapa kamu masih murung?" tanya Reiko lagi. "Aku tak tahu." jawab Iki.
Iki berniat untuk segera meninggalkan restoran itu. Tapi, pikirannya mulai rumit. Ia tak tahu harus pergi ke mana, tapi, jika terus menerus tinggal di sana, ia akan merepotkan Reiko. "Ah, iya, pakaianmu sudah kering, tunggu ya." Reiko berlari ke belakang ruangan.
(Dia baik sekali)
Tanpa menunggu lama, Reiko kembali. Ia mengembalikan pakaian milik Iki. "Terima kasih". Iki mengganti pakaiannya di ruang ganti lalu berjalan menuju pintu keluar. "Kamu akan pergi?" tanya Reiko. Jawab Iki jelas, "ya". Reiko terlihat Khawatir, terbaca dari ekspresinya. "Kamu sudah tahu akan ke mana?" tanya Reiko. "Ntahlah, tapi aku harus pergi. Terima kasih atas segalanya. Aku akan membayarnya nanti." jawab Iki. Reiko terdiam, lantas Iki segera membukakan pintu dan pergi. "Jika terjadi apa-apa, jangan sungkan untuk kemari lagi." ucap Reiko menunjukan senyuman hangat. "Baik." jawab Iki tanpa menoleh ke belakang.
(Maaf, aku berbohong, Reiko)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Buruk Juga Dilahirkan Kembali di Dunia yang Sama, Bukan?
Teen FictionSeorang pemuda yang diberikan kesempatan kedua untuk dilahirkan kembali di dunia yang sama. Pemuda itu mati dengan rasa tidak puas karena semasa hidupnya ia belum pernah mewujudkan mimpinya. Kali ini pemuda itu bertekad untuk mewujudkan mimpinya, na...