Sweet Hug

3 0 0
                                    

Hari itu hari Sabtu, dan ada acara pelepasan alumni Paskibraka untuk kelas 12.
Ya ya aku tau. Rasanya membosankan melakukan apel yang hanya diam berdiri dengan sikap siap dibawah terik matahari 29 Maret 2015. Kami Paskibra dilatih untuk siap sedia seperti ini. Tapi tak bisa kupungkiri rasa bosan ketika apel sangatlah mode on. Atau.. Ini hanya aku saja? He he he...

Beberapa hal melintas dipikiranku, seperti tak ada lagi kakak kelas, tak ada lagi yang akan memarahiku ketika latihan dilapangan, karna mereka sudah lulus SMA.

"Intruksi teman-teman!" suara Breng selaku dansat (komandan satuan) kami di SMA.
Semua terdiam saat dansat mulai berbicara. Ini adalah hal yang aku suka.

"Setelah ini, masing-masing dari kalian ambil vandel dan bunga yang ada diruang sekretariat. Kemudian berbaris rapi didepan abang-abang dan kakak-kakak dilapangan. Masing-masimg memberikan kepada satu orang kakak kelas. Mengerti?"

"Siap, mengerti!" jawab serentak.

"Laksanakan!" sahut Breng.

Satu persatu dari kita dengan rapi membawa vandel dan setangkai bunga. Berjalan berbaris menuju lapangan sekolah yang sudah kita dapati para alumni berbaris dengan rapi.

Aku bergegas memilih tempat didepan Fathur. Kali ini, aku akan menjadi saksi pelepasan jabatannya untuk tiga tahun ini. Dia tersenyum padaku. Rasanya nyeri, melihat senyum itu keesokan harinya tak akan pernah kudapati lagi di kantin, lapangan, ruang sekretariat paskibra, di taman, dan dimanapun itu disekolah.

Bila saat itu aku boleh berkata "tetaplah disini! Temani aku! Nanti kita purna bareng-bareng!" maka akan kukatakan.
Sayangnya, jika dia bersama aku, sia-sia saja unasnya karna tahun depan dia akan unas lagi denganku hahaha!

Dengan komando dansat, kami menyerahkan apa yang kami peruntukkan pada alumni.
Semuanya melingkar dilapangan, beberapa lusin balon warna-warni dibawa oleh salah satu temanku. Itu yang biasa aku dan teman-temanku sebut balon harapan. Sebagai tanda purna tugas alumni, balon harapan dilepaskan dengan menulis di secarik kertas kecil apa harapan masing-masing yang kemudian diikat pada tali balon.

"Bawain dulu ini" kata Fathur menyerahkan vandel, bunga dan balon hijau yang ia bawa sebelumnya.

"Mau nulis apa?" tanyaku dengan bersusah payah menepatkan posisi barang-barangnya yang membuat tanganku kuwalahan.

"Kepo!" jawabnya.

"Mesti!"

"Harapaku biar kamu gak bego lagi!"

"Sialan! HAHAH"

aku tertawa, dia juga.
Dia selalu bergurau denganku, tak pernah kata yang keluar membuatku sedih. Selalu saja kudapati tawa yang ku keluarkan saat bersamanya.
Hahh!! Memang dia abangku!

"Dalam hitungan ketiga kita lepaskan balonnya! Mengerti?" ucap Breng pada semua orang yang ada dilapangan.

"Siap mengerti!" sahut kami kompak.

"Satu.. Dua.. Tiga!"

Satu persatu kulihat balon-balon seperti berlomba menuju awan. Berlomba menuju keatas, menuju sang pencipta, yang kemudian Dia akan membaca semua harapan yang ditulis mereka -- kakak dan abang alumni, dan sesegera mungkin mengabulkannya, aamiin.

Beberapa diantara mereka bersalaman saling meminta maaf, meminta doa, dan bermanis-manisan.

Suasana berubah jadi haru ketika beberapa kakak alumni menangis sebab perpisahan.
Dari kejauhan kulihat bang Fathur yang tengah memeluk para sahabat-sahabatnya. Iya, aku menunggu. Menunggu giliranku! Dengan abangku!

Apa yang kupikirkan disana? Entah? Campur aduk melihat abang akan angkat kaki dari sekolah ini. Sedih, bangga, takut, senang, ahh rasa apa itu namanya!

Dia menatapku. Aku mendekat, semakin langkahku dekat dengannya semakin nyeri dadaku, mataku seperti buram saat tepat didepannya. Dia tersenyum. Aku merentangkan kedua tanganku seraya berkata "peluk!" padanya.
Badannya yang tinggi tegap memelukku.

"Abaaaaangggg" tumpah sudah air mataku yang sedaritadi mampang dikelopak mata. Mengalir deras, deras sekali.

"Jangan nangis! Cengeng!"

"Biar!" tubuhku masih ada dalam peluknya. Kepalaku tersandar dibahu kirinya dengan tetap menangis.

Kuharap aku bisa tetap dekat seperti ini dengan abangku. Rasanya aman!

"I told you that you can't leave me alone!" kataku racau.

"Aku kan gak ninggalin kamu sendirian."

"Terus?"

"Kan ada Riqi ahhahaha"

"Abaaaaaangggg..." rengekku.

"Iya iya -- aku akan sering-sering main ke sekolah. Kan kita juga bisa sering main bareng diluar"

Aku masih menangis.

"Doain abang supaya pendidikan abang lancar, dan ditempatin dines di jawa timur." katanya sambil mengusap kepalaku.

"Aamiin"

Kita -- aku dan bang Fathur diam beberapa detik. Aku memeluk erat tubuhnya, tak tahu apa yang kupikirkan saat itu. Karna terlalu sedih untuk berada disana!

"Udahan.." kataku melepaskan pelukannya. Tanganku mengulap air mataku.

"Yaahhh anak ini!" dia melihat kemeja pramukanya basah sebab air mataku.

"Ini apa?" tanyanya.

"Kan tadi nangis! Tapi campur ingus Hahahah"

"Sialan! Hahaha"

"Jaga baik-baik. Itu ingus kenang-kenangan dari aku!"

"Gak akan dicuci bajunya sampe aku jadi kakek-kakek. Hahah"

Dia tertawa, aku juga.

Dialah abangku, bang Fathur Rohman.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang