9. Interview

384 80 11
                                    

7 April 2018

Hai...hai...hai...
Malam minggu nih. Untuk teman-teman yang tak ada kegiatan (seperti aku😂). Enggak deh, untuk semuanya yang masih ngikutin cerita amatiran ini, aku up chapter baru dan lebih panjang dari biasanya. Jangan lupa vote dan comment-nya ya. Thank u..😙

Uribluebell

¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

"Silahkan dinikmati Seungwan-ssi."

"Terima kasih. Tapi panggil saya Seungwan saja Bu."

Choi Inha, wanita yang sedang berhadapan dengan Seungwan itu adalah narasumber pertama special project The Velvet. Ia  adalah seorang single parent  yang sukses membangun usaha kuliner, yaitu jaringan restoran keluarga yang memiliki puluhan cabang di Korea.

Saat ini Seungwan, Yoongi, dan Jungkook sedang ada di beranda belakang rumah wanita tua itu.

"Baiklah, Seungwan. Hei, kalian juga kemarilah! Tinggalkan saja peralatan bodoh itu!"Choi Inha memanggil Yoongi dan Jungkook yang sedang mempersiapkan peralatannya.

"Seungwan, bagaimana kalau wawancaranya santai saja? Jangan terlalu formal. Kita mengobrol saja. Sejak anak-anakku menikah, tak setiap hari aku bertemu dengan anak-anak muda seperti kalian,"kata wanita tua itu, senyum tak lepas dari bibirnya.

"Baik. Nanti beritahukan saja jika ada sesuatu yang tidak boleh saya tulis di artikel." Seungwan balas tersenyum bertepatan dengan Yoongi dan Jungkook yang menghampiri mereka.

Sekali lagi Yoongi dibuat terpana oleh senyum itu. Senyum yang begitu tulus dan menyejukkan. Sejauh ini, ia sudah beberapa kali melihatnya tapi tak satu pun senyum itu ditujukan padanya.

"Seungwan, berapa usia orangtuamu?" Choi Inha tiba-tiba bertanya.

"Ayah saya 49 tahun dan ibu 47 tahun."

"Waah...muda sekali ya. Mereka pasti tampan dan cantik karena kau sangat cantik."

"Ah... Ibu terlalu memuji. Saya biasa saja. Tapi memang orang sering mengira mereka kakak kami,"canda Seungwan.

"Kami? Kau punya saudara, Seungwan?"tanya Choi Inha lagi

Peran mereka sebagai pewawancara dan narasumber tampaknya sudah terbalik. Namun, Yoongi melihat Seungwan menanggapi pertanyaan itu dengan santai. Mungkin gadis itu sudah terbiasa dengan situasi seperti ini.

"Satu kakak dan satu adik,"jawab Seungwan.

"Omo..jinjja??! Mereka pasti menikah sangat muda."

"Ya, mereka menikah saat kuliah. Mereka pernah berkata 'jika kau bertemu dengan orang yang membuatmu berpikir dialah orangnya, kau tidak boleh melepaskannya,"ucap Seungwan dengan bangga.

"Itu benar. Aku dan suamiku juga seperti itu. Kami jatuh cinta pada pandangan pertama dan memutuskan untuk menikah. Untungnya, keluarga kami mengizinkan. Yah, di jamanku, menikah di usia sangat muda tidak aneh. Kami menikah lalu diberi oleh Tuhan anak-anak yang lucu.  Kami sangat bahagia. Sayangnya, kebersamaan kami sangat singkat. Kecelakaan itu merenggut suamiku dan ayah dari anak-anakku. Duniaku hancur saat itu. Aku kehilangan pegangan dan tak tahu ke mana harus berpijak. Kebahagiaan dan kebersamaan kami tiba-tiba menjadi ingatan yang sangat menyakitkan. Aku tak bisa memandang rumah kami dan anak-anak kami tanpa merasakan sakit. Semua yang berhubungan dengannya membuat dadaku sesak sekaligus hampa." Choi Inha berbicara dengan mata setengah menerawang. Ada kerinduan dan kesedihan di mata dan suaranya.

Yoongi mencuri pandang ke arah Seungwan dan menemukan ekspresi yang sama di wajah gadis itu.

***

Wawancara itu berjalan mulus. Seungwan mendengarkan Choi Inha dengan penuh perhatian, memberikan pertanyaan dengan luwes dan sopan sambil sesekali tersenyum tulus atau menganggukkan kepalanya.

Yoongi kagum pada Seungwan, pada sikap ramah, tenang dan profesional gadis itu sehingga tanpa ragu si narasumber bercerita tanpa merasa sedang diwawancarai.

Namun ia tak bisa melupakan ekspresi samar di wajah gadis itu saat Choi Inha menceritakan suaminya yang meninggal. Yoongi melihat sorot mata Seungwan yang meredup dan rasa sakit yang terpancar dari mata itu. Itu bukan sekadar rasa simpati melainkan rasa duka yang nyata dirasakan seseorang yang pernah mengalami hal yang sama.

Seungwan masih berduka dan ia menyembunyikan hal itu di balik topeng tenang dan cerianya. Luka karena kehilangan itu masih basah dan Seungwan berusaha menahan perihnya di depan semua orang, kecuali Yoongi. Ya, sikap dingin gadis itu padanya tak salah lagi karena  keberadaannya mengorek luka itu kembali, membuatnya tak tahan dengan sakit itu sehingga lupa akan topengnya.

***

Menjelang makan siang sesi wawancara dan pemotretan Choi Inha sudah selesai. Mereka pun berpamitan dan membuat janji untuk sesi kunjungan ke salah satu restoran milik wanita itu.

"Seungwan-ssi, setelah ini mau makan siang?" Yoongi bertanya ketika mereka sudah berada di luar rumah Choi Inha.
Seungwan tampak sedikit tersentak mendengar pertanyaan itu.

"Aku harus segera kembali ke kantor,"jawab Seungwan.

"Tapi kau tetap harus makan siang kan meskipun di kantor? Jadi, ikutlah dengan kami,"kata Yoongi.

Sedetik ada keterkejutan di mata Seungwan. Yoongi memaklumi karena sejak mereka bertemu sepertinya inilah kalimat paling panjang yang diucapkannya.

"Ayolah, noona. Ikut saja dengan kami. Tempatnya bagus, makanannya enak." Jungkook tiba-tiba menimpali.

"Aku traktir,"tambah Yoongi, sudut bibirnya naik membentuk senyum kikuk.

"Kumohon..."tanpa sadar Yoongi bergumam.

Anggukan kecil Seungwan sudah cukup membuat jantung Yoongi bersorak.

***

"Kau mau pesan apa?"tanya Yoongi setelah mereka duduk di sebuah kafe di daerah Itaewon.

"Cream salad,"jawab Seungwan singkat.

"Minumannya?"

"Pineapple juice."

Tanpa banyak bicara, Yoongi memanggil pelayan dan menyebutkam pesanan mereka.

Sementara menunggu pesanan datang, Yoongi memutar otak mencari cara untuk memulai obrolan tapi merangkai kata-kata memang bukan keahliannya. Ia berharap si usil Jungkook akan membantunya tapi pemuda itu beralasan pergi ke toilet, seperti sengaja membiarkannya berdua dengan Seungwan.

"Sudah berapa lama kau bekerja di The Velvet?"tanya Yoongi.

"Hampir lima tahun." Seungwan menjawab tanpa menatap Yoongi.

"Lama juga ya. Apa alasanmu bekerja di bidang ini?"

"Tak ada alasan khusus. Aku hanya merasa ini menyenangkan,"jawab Seungwan, matanya terpaku pada meja kosong di depannya.

"Aku melihatmu tadi. Bagaimana kau bisa begitu santai sewaktu narasumber bertanya tentang hal pribadi?"

"Itu biasa. Mereka akan lebih terbuka kau kita membuka diri terlebih dulu."

"Apa tidak bisa itu juga berlaku untukku?"

Pertanyaan Yoongi kali ini berhasil membuat Seungwan mengangkat kepalanya untuk menatapnya.

"Apa maksudmu?"

"Kau menghindariku seolah aku ini penyakit. Kau bersikap dingin padaku sejak pertama kita bertemu. Dan kau tak mau menatap mataku bahkan ketika kita duduk berhadapan seperti ini,"cerocos Yoongi tanpa jeda.

Seungwan terpaku mendengar perkataannya. Matanya menyorot gugup.

"Apa karena peristiwa itu? Karena aku ada di sana sama seperti tunanganmu? Karena aku selamat dan dia tidak? Apa kau membenciku?"tanya Yoongi bertubi-tubi, matanya tak lepas memandang gadis itu.

Sesaat, hanya ada keheningan. Lalu tanpa diduga, setetes kristal bening jatuh ke pipi Seungwan yang mulus, diikuti oleh tetesan lainnya yang semakin deras.

Love to HealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang