Jason mematikan telepon genggamnya, lalu beranjak keluar dari mobilnya untuk segera masuk ke dalam rumah lagi. Saat kembali ke tempat di mana ia meninggalkan Sheri, ia bernapas lega karena kekasihnya itu masih ada di tempat, tidak berpindah sedikit pun.
"Sheri, aku membawakan ini untuk ayahmu. Aku ingin bertemu ayahmu sekarang." Jason mendudukkan dirinya di samping kekasihnya sambil menunjukkan bunga mawar yang ia bawa.
Sheri tertawa sambil memutar-mutar kepalanya ke sana ke mari sebelum menjawab.
"Hahaha, mawar hitam. Gila saja untuk ayahku, lebih baik aku yang menyimpannya." Tangan Sheri mulai terulur untuk meraih seikat bunga yang digenggam oleh Jason, namun secepat mungkin Jason menarik tangannya sendiri untuk menjauhi kekasihnya.
"Sheri, kumohon ... ini sebagai ucapan selamat dariku dan juga permintaan maafku." Jason menggertakan giginya sekali karena sudah tak tahan melihat kelakuan gadisnya itu.
"Permintaan maaf katamu? Siapa yang peduli dengan itu? Semua orang di sini sedang bersenang-senang! Tidakkah kau juga senang?" Sheri menggeliat manja di kursi itu, lalu ia mendekatkan tubuhnya pada Jason. Ia menggigit bibirnya sekali lalu mengalungkan kedua tangannya di leher lenjang milik Jason.
Astaga, Sheri ...
"Katakan apa yang kau mau, Sher." Jason mengharapkan Sheri mengatakan apa yang ingin ia dengar.
"Bagaimana kalau kita mendiskusikannya di kamarku? Di sini terlalu berisik."
Bagus!
"Kalau begitu, di mana kamarmu?" Jason merangkul tubuh kekasihnya untuk berdiri dari kursi itu. Tak lupa, ia juga menyelipkan bunga itu pada jas yang ia pakai. Terdengar aneh? Tapi memang seperti itulah kenyataannya.
Saat Sheri mulai melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang berada di lantai atas, ia mengikutinya di belakang.
Jason melirik ke arah kanan-kirinya untuk memastikan bahwa tak ada yang mengikutinya atau pun melihat mereka berdua hendak menuju ke mana. Ia juga memasukkan tangannya ke dalam saku celananya, lagi-lagi, untuk memastikan bahwa sebotol kecil obat tetes yang ia bawa masih tersimpan rapi.
Saat ia melewati sebuah meja yang menghidangkan beberapa gelas minuman, ia membawa satu gelas di antara yang lainnya. Sambil terburu-buru, ia mengikuti langkah gadisnya yang sudah mulai menaiki tangga. Sambil melihat ke sana kemari, Jason mengeluarkan obat tetes itu dari sakunya, lalu meneteskannya ke dalam gelas yang sempat ia bawa. Setelah sekitar 15 tetes sudah jatuh ke dalam gelas itu, ia kembali memasukan botolnya ke dalam saku belakang.
Sheri memperlambat langkahnya sambil menoleh ke belakang, memastikan bahwa Jason masih mengikutinya. Setelah melihat Jason di belakangnya, Sheri kembali menatap ke depan. Langkahnya terhenti di depan sebuah pintu ruangan terpojok yang jauh dari ruangan mana pun di lantai atas.
Jason melihat ke sekeliling ruangan, lalu matanya tertuju pada satu pintu yang berhadapan dengan pintu kamar Sheri.
"Sheri, apakah itu juga sebuah kamar?" Jason menunjuk pintu yang membuatnya penasaran.
"Oh, bukan, itu pintu menuju taman belakang di bawah sana."
Bagus.
Setelah itu, Sheri mengalihkan perhatiannya kembali pada pintu kamarnya.
Sebelum membuka pintu kamarnya, Sheri mempersilakan Jason untuk masuk terlebih dahulu, lalu ia pun memasuki kamar gelap gulita itu.
"Kau menguncinya?" Jason menanyakan hal itu saat mendengar gesekan logam dengan logam.
Walaupun kamar itu sangatlah gelap karena tak ada satu pun lampu yang menyala, namun Jason masih bisa melihat lekukan tubuh Sheri yang tersinari oleh rembulan. Ia menghampiri gadisnya yang masih berdiri di depan pintu. Sheri tak mengatakan apa pun saat Jason merangkul tubuhnya untuk digiring menuju ke atas kasur. Setelah membaringkan Sheri di atas kasur, Jason menyimpan bunga mawar yang ia bawa di atas nakas yang kebetulan berada di bawah jendela kamar Sheri. Saat Jason sempat melihat keluar jendela, ia melihat seseorang di luar sana, lalu ia mengacungkan sebelah jempolnya, seperti memberikan sebuah tanda.
"Sayang, boleh kuminta minuman yang kau bawa?" Jason terkesiap dengan ucapan Sheri. Ia tersenyum licik, lalu memberikan gelas itu pada tangan Sheri secara cuma-cuma.
"Well, tadinya aku membawanya untuk kuminum, agar aku bisa menikmati momen kita berdua ini tanpa beban pikiran. Tapi itu tak masalah bila kau memintanya dariku ... " Jason berbohong sambil menunjukkan cengiran lebarnya, lalu ia bergabung bersama Sheri di atas kasur.
Setelah Sheri meneguk habis minuman itu, ia merebahkan tubuhnya dengan manja. Setelah melihat itu, Jason memposisikan tubuhnya di atas tubuh kekasihnya yang terlihat sangat lemah itu.
"Aku pusing ... tapi, aku merasa luar biasa? Sepertinya sebentar lagi aku akan tidur ... sialan, sepertinya malam ini bukan malam yang tepat untuk melakukannya?" Sheri menggeliat di bawah tubuh Jason, lalu perlahan-lahan matanya tertutup rapat.
"Selamat malam, Sheri. Sampai jumpa ... " Jason mengecup leher Sheri untuk terakhir kalinya, lalu ia bangkit untuk mencari sesuatu di dalam kamar itu.
Ia membuka lemari pakaian berwarna hitam yang tak terkunci sama sekali, lalu ia mencari baju yang sekiranya cukup mampu untuk mengikat sesuatu. Setelah ia menemukan sebuah gaun panjang di lemari itu, ia kembali menghampiri tubuh Sheri. Lalu ia mengikat kedua lengan Sheri dengan gaun itu, tak lupa juga ia menyatukannya dengan bagian sandaran ranjang. Ia mengeratkan ikatan yang ia buat, lalu beranjak berdiri untuk meraih bunga mawar yang sudah ia letakkan di atas nakas.
Sambil melihat keluar jendela, Jason mencari-cari sekutunya yang berada di taman belakang rumah itu. Saat sekutunya itu melihat ke arahnya, ia memberikan isyarat agar sekutunya itu segera masuk ke dalam kamar gadisnya. Pria yang berdiri sendiri di taman itu segera melangkahkan kakinya untuk memanjat bangunan rumah agar segera meraih jendela kamar Sheri. Jason melirik ke sekeliling taman belakang untuk memastikan bahwa tak ada satu orang pun yang memerhatikan aksi temannya itu.
Saat kedua tangan temannya berhasil menangkap frame jendela, Jason meraihnya lalu menarik tubuh kawannya agar segera masuk ke dalam kamar. Pria itu bernapas lega saat aksinya berhasil, tanpa diketahui oleh siapa pun.
Jason melangkahkan kakinya untuk mendekati pria berjas hitam itu, lalu ia membisikan sesuatu di telinganya, "Segera amankan Sheri ke dalam mobil. Bawa dia melalui pintu yang ada di sebrang pintu kamar ini, di luar pintu itu ada tangga yang langsung menuju taman belakang. Jangan melajukan mobil sebelum aku datang."
Bersambung
10 votes untuk lanjut ke chapter berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENDAM (TAMAT)
Mistério / SuspenseAnak kecil itu menutup matanya rapat-rapat saat tembakan pistol terdengar di telinganya. "Pembunuh itu telah salah," kata hatinya. "Aku akan membalas kesalahannya." Beberapa part secaran random diprivate. Follow akun saya terlebih dahulu untuk memba...