Sebelas: Waktu

2.9K 282 21
                                    

○○○

'Kau masih mencintaiku. Mengaku saja.'

Arthit menggeram kesal. Hidup damai nya selama dua tahun yang susah payah ia bangun, hancur dalam sekejap.
Ibarat menara, maka yang Arthit alami lebih dari yang namanya kehancuran.
Rasanya ia ingin mati saja.

Kenapa ia membalas ciuman Kongpob?

Uh, jujur saja itu sangat memalukan. Arthit tak berhenti mengutuk dirinya sendiri, tubuhnya ternyata masih ingat dengan semua sensasi itu.
Bahkan untuk sekedar membalas perbuatan kurang ajar Kongpob, ia tidak mampu lagi. Tubuh dan kestabilan hatinya sudah amburadul, jadilah ia bagai anak perawan yang baru saja direnggut keperawanan bibirnya, cuma bisa berlari sekencang-kencangnya.
Demi apapun sekarang Arthit tak sanggup bertemu Kongpob!
Jantungnya bermasalah dan ditambah wajahnya otomatis memanas sampai merambat ketelinga.

Dia tidak mau jatuh cinta lagi pada Kongpob!
Katakanlah jika Arthit kini sedang berusaha menguatkan dirinya sendiri.

"Aaaarrgh"

Terimakasih pada bantal putih nan empuk dikamar hotelnya. Setidaknya Arthit bisa membenamkan wajahnya disana dan berteriak sesuka hati.
Arthit menggeram, ia lapar sekali. Waktu juga sudah menunjukkan pukul 9 malam, tapi ia sama sekali tak punya nyali keluar dari kamar.
Alasannya? Arthit malu sekali jika bertemu Kongpob.
Terimakasih juga untuk ciuman maut dari Kongpob. Kini Arthit menjelma bak keong dalam cangkang.

Tok tok.

Arthit terkejut saat pintu kamarnya diketuk. Astaga, bahkan untuk membuka pintu saja ia takut. Siapa tahu itu Kongpob yang datang lalu menerkam nya tiba-tiba.
Persetan! Buru-buru Arthit bangkit, ia mengintip melalui lubang kaca kecil dipintunya. Ia bernafas lega ternyata itu bukan hantu apalagi Kongpob.

"Selamat malam. Saya mengantarkan paket makan malam untuk anda."

Arthit disambut oleh seorang staff hotel yang tersenyum ramah padanya.
Arthit terkejut karena wanita dihadapannya sedang membawa sebuah troly. Makan malam? Sebanyak ini?

"Uhm. Saya tidak memesan apa-apa."

"Ini pesanan dari seseorang."
Jawab staff hotel itu ramah.
Arthit mengernyit bingung.

"Siapa?"

"Dia melarang saya menyebutkan namanya. Tapi beliau menyuruh saya memastikan jika anda menerima paket makan malam ini."

Astaga, Arthit hampir mati kelaparan. Masa bodo siapa yang mengirim semua makanan ini.
"Baiklah. Saya akan terima."

"Mari saya bawakan kedalam kamar anda."

Arthit menggeleng, "Tidak perlu. Biar saya saja. Terimakasih banyak."
Staff hotel itu berbinar melihat senyum lebar Arthit. Segera ia memberi wai dan pamit undur diri.

Arthit buru-buru menutup pintu. Ia sudah kelaparan. Padahal makanan-makanan itu masih tertutup tudung saji, tapi baunya sudah membuat air liur nya menetes.
Arthit membuka satu persatu. Matanya berbinar saat melihat isi dibalik semua tudung saji itu.
Mie kuah Tom Yum porsi jumbo dan segelas jus strawberry.
Arthit sejuta persen yakin ia bisa memakan habis tanpa sisa. Ingat? Ia kelaparan.

Addicted [Sotus Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang