Kamar itu terlihat sangat berantakan. Tisu bekas, botol anggur, bungkus snack dan beberapa hal lainnya tercecer di setiap sudut kamar. Membuatnya sedikit bau dan pengap karena jendela besar itu masih tertutup rapat dengan gorden yang membuat cahaya sulit untuk menerobos masuk.
Mungkin definisi rambut singa itu ada benarnya, terbukti dengan seorang gadis yang terduduk di sudut ruangan dengan sebatang rokok di ruas jari telunjuk dan tengahnya. Mengepulkan asab dari mulutnya yang kemudian menari nari di udara, membuat suasana kamar yang minim cahaya ini semakin terasa pengap.
Dirinya yang tersudut di dekat sofa merah beludru di tepi ranjang terlihat mengenaskan dengan cekungan hitam di bawah matanya, sangat kontras di kulit pucat wajahnya.
"Na jaemin"
Dengan satu panggilan, gadis itu mendongak. Menatap sosok tinggi menjulang di depannya. Mulutnya yang sudah berhenti menghisab batang nikotin tersenyum dengan amat lebar, terlihat aneh dan menakutkan.
"Ada apa denganmu!"
"Aku" jaemin menunjuk batang hidungnya sendiri, "memang kenapa? Aku baik baik saja" ucapnya dengan tawa yang terdengar sumbang, tak lama setelah tawa itu berhenti bibirnya bergetar kecil dan satu isakan berasil lolos dari pangkal tenggorokannya yang terasa kering, di susul air mata yang tak berhenti mengalir di kedua pipinya yang terlihat tirus.
Rokok yang masih tersisa setengah di ruas jarinya ia campakan begitu saja di atas lantai yang kotor, tubuhnya yang ringkih menabrak sosok kuat di depannya dengan keras. Menenggelamkan wajahnya di dada bidang si pemuda yang kini tengah mengelus rambutnya dengan lembut.
"Mark aku sakit" lirihnya dengan suara serak, terdengar amat pilu.
"Akan ku obati rasa sakitmu jaem, akan ku balas beribu kali lipat rasa sakitmu pada orang yang melakukan ini padamu"
Mark semakin mempererat rengkuhannya di tubuh jaemin, menenggelamkan sosoknya yang kecil juga berharap dapat menenggelamkan rasa sakit yang tengah melanda hatinya.
"Jangan!" dengan cepat jaemin mendongakan wajahnya, menatap wajah mark, disana! Di mata segelap malam itu ia melihat bayangan dirinya yang terlihat.. kacau.
Hatinya mencelos saat jaemin dengan begitu mudah menolak dirinya. Sebegitu besarkah berartinya orang itu bagi jaemin? Senyuman miris yang tersemat di bibir tipisnya dengan cepat ia ganti dengan senyum hangat yang biasa ia berikan kepada jaemin.
"Lalu aku harus apa? Katakan saja. Biarkan aku mengurangi rasa sakitmu, jaem"
"Apa kau benar benar ingin mengeyahkan rasa kecewaku mark?"
Mark mengangguk patuh, tangan kanannya ia gunakan untuk membelai sebelah pipi jaemin, sedang tangan kirinya ia sematkan di pinggang rampingnya.
******
Seminggu sudah berlalu paska peristiwa jaemin yang tak keluar kamar selama hampir seminggu penuh. Dan sudah sejak tiga hari yang lalu ia kembali masuk sekolah. Walaupun ia tak seceria dulu, tapi mark bersyukur karena jaemin masih bisa tersenyum seperti ini. Hal itu membuat sesuatu dalam dirinya terasa lega, seperti baru saja meluruhkan beban berat yang ia pikul beberapa hari ini.
"Kenapa kau senyum senyum seperti itu"
Mark hampir saja menjatuhkan wajahnya ke meja saat jaemin menyingkirkan tangan yang ia gunakan untuk menyangga wajahnya. Membuat tubuhnya sedikit ikut limbung kedepan.
"Aishh kau membuyarkan imajinasiku"
Jaemin mengeryit, wajahnya nampak jijik menatap mark "apa kau membayangkan hal jorok mark?"
Dengan cepat mark menggelengkan kepalanya, tangan kananya bergerak random di udara, mencoba menyakinkan jaemin bahwa ia tak secabul itu untuk membayangkan hal mesum. Itu perbuatan rendah.
"T-tidak.. Sungguh.. Aku tidak.
""Haha.. Aku hanya bercanda mark, kau tak perlu setegang itu. Kalaupun kau menghayal hal vulgar itu bukan urusanku"
Mark terdiam, terpaku. Sejak tiga hari ia masuk sekolah jaemin belum pernah tertawa seperti itu, bahkan ketika mark dengan sengaja membuat lelucon untuknya ia hanya akan tersenyum. Ini benar benar membuatnya bahagia. Karena mark menatap jaemin tanpa berkedip sontak hal itu membuat jaemin merasa ada yang aneh akan dirinya.
"Apa aku aneh mark? Kenapa menatapku seperti itu?"
"Teruslah tertawa, kau sangat cantik saat sedang tertawa seperti itu jaem"
.
"Jaem"
"Hm"
"Itu pacarmu sudah menjemput"
Jaemin mengangkat wajahnya, benar saja. Mark sudah ada di depannya, melambai dengan penuh senyum padanya. Dengan cepat ia memasukan peralatan alat tulisnya kedalam tas.
"Aku pulang duluan, renjun"
"Ya, hati hati jaem"
Jaemin tertawa saat mark mengampiri dirinya, menggandeng tangannya keluar kelas. Tepat di koridor dekat perpustakaan langkah jaemin terhenti, wajahnya menunduk dalam. Melihat gelagat aneh jaemin mark mengedarkan pandangannya, hingga ia melihat seorang pria tengah bersenda gurau dengan seorang gadis berambut pendek sebahu di depan kelas 2-3.
Mengerti penyebab kediaman jaemin, mark meremat jari jaemin dalam genggamannya. mencoba menguatkan hati jaemin.
Jaemin menoleh padanya "m-mark" cicitnya.
"Aku ada di pihakmu jaem" tukasnya mantap.
Tbc!
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin to you, babe!
Teen Fiction"Aku tak bisa mengantikan rasa kecewa di hatimu, tapi aku bisa mengobatinya untukmu, Apa yang bisa ku lakukan untuk mengobati kecewamu?" "Biarkan aku menjadi egois untuk kali ini, Jangan biarkan mereka bersama! Kumohon" WARNING GS!