Kugelar sajadah menghadap kiblat. Melaksanakan gerakan-gerakan salat dari takbiratul ikram hingga salam ke kiri. Salat Maghrib. Setelah itu tak lupa kupanjatkan doa. Semoga hari esok berjalan lancar.
Cicak berbunyi memecah senyapnya kamarku. Kemudian, dijulurkannya lidah hingga nyamuk didekatnya dilahapnya. Baru saja Aku melihatnya, dan baru saja Aku menyadarinya. Ternyata, Aku ini begitu sombong. Kenapa Aku memohon agar segala urusan esok hari dilancarkan? Padahal, Aku pun belum tahu apakah besok Aku masih dihidupkan. Sama seperti nyamuk itu. Ia mungkin mengira ia akan segera menghisap darahku. Bahkan, mungkin kemarin ia sudah berdoa agar hari ini bisa menghisap banyak darah.
Apapun bisa datang, apapun bisa pergi. Apapun yang hidup, ada saatnya dia mati. Apapun yang tumbuh, ada saatnya akan layu. Namun, ada pula yang berada di antaranya. Yang membuat pemerannya bahkan sulit menentukan sedang berada dimana... .
***
Qadar, dia sering chat Gue duluan. Gue juga sering chat dia duluan. Kita sering chat-an. Tapi, dunia kita seakan-akan cuma ada di layar HP. Di sekolah, kita gak pernah ngobrol. Di sekolah, gak satu pun dari kita nyapa duluan. Seolah-olah ada perbedaan rasa yang drastis antara dunia maya dan dunia nyata. Mungkin, karena dia emang pendiam.Gue suka merhatiin Qadar. Cuma merhatiin, gak ngobrol. Tapi, karena itu, juga karena dunia 'lain' kita, Gue jadi bingung dengan perasaan Gue. Dari suka merhatiin itu, Gue jadi mengaguminya. Gue selalu ngerasa bahagia kalo lagi chattingan sama dia. Gue selalu ngerasa ingin cari tahu sebanyak mungkin tentang dia. Rasanya gak tenang kalo Gue belum tahu satu hal aja dari dia. Ada rasa yang mengganjal setiap ada cewek yang deket sama dia. Apalagi Gue gak tahu cewek itu siapa!
***
Akhir-akhir ini Qadar jarang chat Gue. Mungkin karena belakangan ini, anak-anak kelas X termasuk Gue mulai aktif di organisasi dan ekskul-ekskul. Berbagai koneksi mulai terbentuk, membuat setiap anak mulai mengenal banyak orang. Qadar aja sekarang mulai tergabung dalam aktivitas membuat dan mengunggah video ke akun Youtube bersama dua orang temannya. Jadi, ya, maklumin aja kalo sekarang temen chat Qadar gak cuma Gue.Gue juga. Berbagai koneksi mulai terbentuk antara Gue dengan orang-orang di sekolah. Gue mulai kenal dengan Senja. Gue mulai main bareng Nisa. Gue mulai pulang bareng Lail, dan sebagainya.
Hari ini, tugas mapel Agama Islam dikumpulkan. Tugasnya bikin film pendek tentang kejujuran. Karna itu, Gue juga mau jujur. Di sini, ada sesuatu yang mengusik pikiran Gue.
Video film pendek dari kelas lain diputar juga di kelas Gue. Ada satu video tanpa cover pembuka. Anak-anak yang belum kenal orang-orang dalam video itu bertanya-tanya dari kelas mana asal video itu? Gue, sih, udah bisa liat ada Nisa di sana. Jadi, udah tau kalo video itu dari kelas X-IPA-3.
"Dar, ini video dari kelas mana, sih? Ngeditnya gitu, yak."
Reza, teman seprofesi Qadar sebagai Youtuber—yang tentu sudah mahir mengedit video—itu bertanya padanya.
"Eehmm, dari X-IPA-3, lah. Tuh, ada Nisa," jawabnya dengan nada sedikit bangga, kemudian tersenyum bangga juga.
"Eheh, ciyeee Qadar," Reza membalasnya dengan nada meledek.
Qadar langsung menahan Reza mengatakan sesuatu yang lebih banyak lagi.
Tiba-tiba Ayu yang duduk di depan Gue nanya.
"Rin, Qadar kenal Nisa?"
"Hah?"
"Baek-Baek(*24. Hati-hati), lho, Rin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
RandomAir hujan bersama kita. Terik matahari bersama kita. Suara tawa bergema di antara kita. Air mata membasahi pipi kita. Selalu kita, bukan hanya Aku, atau hanya Kamu. Namun, ada waktunya "selalu bersama" tak lagi menjadi milik kita.