3. Rumah atau Neraka?

3.7K 127 1
                                    

"Nih, Pak. Jangan buka suara ya." ucap Raka sembari menyerahkan uang selembaran berwarna biru tersebut.

Hal tersebut tentu saja disambut antusias oleh pak Jono "Aman."

Raka mengangguk lalu menjalankan mobilnya memasuki pelataran rumah Bilqis. Rumahnya nampak sepi seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Raka memarkirkan mobilnya asal lalu dengan cepat membuka pintu untuk Bilqis, Raka tampak memikirkan sesuatu, beberapa kali ia menoleh kearah pintu rumah yang berada tak jauh dari tempatnya berada.

Kalo gue gendong Bilqis masuk kedalam rumah, dan papinya tau, pasti itu jadi masalah besar untuk Bilqis, dan bisa-bisa gue disuruh ngejauh lagi dari bilqis, apa gue bangunin aja ya?

Raka tampak menimbang-nimbang apa yang harus ia lakukan. Namun, ia tidak tega untuk membangunkannya. Tapi ia juga tidak ingin Bilqis diamuk besar-besaran hanya karena dirinya. Hubungan tanpa restu orang tua seperti ini cukup menyulitkan keduanya.

Setelah berfikir panjang. Akhirnya dengan sangat terpaksa Raka harus menarik paksa Bilqis dari alam mimpinya yang kemungkinan sudah bercabang-cabang.

"Hey,, sayang bangun, udah sampe rumah kamu ini." ujar Raka, berusaha membangunkan Bilqis dengan sedikit mengguncang tubuhnya. Sesekali Raka menepuk pelan pipi chubby gadis tersebut.

Bilqis tampak menggeliat beberapa kali karena merasa terganggu oleh kelakuan Raka, namun setelah beberapa kali mencoba membangunkan akhirnya, Bilqis mau membuka matanya. Bilqis mengerjap-erjapkan matanya.

"Uahhh, sayang kamu ken---"

"Shutt, jangan berisik sayang, nanti orang rumah kamu bangun." potong Raka yang membuat Bilqis terdiam.

Bilqis tampak melirik kesekeliling rumahnya, namun tak lama ia kembali menatap Raka. "Udah sampe ya?" tanya Bilqis seraya mengucek-ucek matanya.

"Iya sayang, nih minum dulu." Raka menyodorkan air mineral kemasan pada Bilqis, dan langsung dimimun olehnya. Raka gemas melihat cara Bilqis meminum air tersebut.

"By, aku masuk dulu ya." pamit Bilqis setelah menyerahkan kembali air mineral kemasan yang tinggal separuh tersebut pada Raka.

"Iya, aku juga mau langsung pulang." timbal Raka diselingi senyuman manisnya.

Bilqis tampak mendekati wajah Raka dan sedikit berjinjit, akibat tubuh Raka yang lebih tinggi darinya.

Cup

Satu kecupan hangat mendarat mulus pada pipi Raka. Raka sedikit terkejut namun tak lama ia memeluk tubuh mungil Bilqis.

"Good night, Honey. Have a nice dream." ujar Raka seraya melepaskan pelukannya. Tangannya mengelus lembut pucuk kepala Bilqis.

"Night too, by." balas Bilqis dengan wajah yang merah padam.

Setelah mengatakan hal tersebut Bilqis langsung ngacir terbirit-birit akibat malu, entah mengapa ia selalu merasa malu kalau melakukan hal manis pada Raka, padahal mereka sudah cukup lama berpacaran.

"Gimana gue gak tambah sayang coba?" gumam Raka melihat tingkah konyol pacarnya.

Tak lama, mobil Raka pun melaju keluar pagar rumah Bilqis, Bilqis menatap mobil Raka dengan tatapan yang sulit diartikan. Rasa cintanya sangat dalam pada Raka, ia tidak bisa hidup tanpa cowok itu, karena kiblat kebahagiannya ada pada sosok cowok tersebut.

Setelah mobil Raka tak bisa lagi dijangkau oleh mata. Bilqis pun berjalan kearah meja yang terletak tak jauh dari pintu Rumah. Tangannya Sibuk membolak-balikan beberapa vas bunga yang terletak di sana.

"Nah, loh. mana lagi kuncinya?" gumam Bilqis yang kebingungan mencari kemana duplikat kunci rumah yang biasa ia sembunyikan dibawah vas meja. Tangan Bilqis memijit pangkal hidungnya yang terasa sedikit pusing.

"Kamu nyari ini?" Bilqis tersentak ketika mendengar suara bariton yang sangat ia kenal.

Mati gue! batin Bilqis sembari memberanikan diri untuk berbalik badan.
"Kamu mencari ini? Iya?" pertanyaan datar lelaki paruh baya tersebut membuat Bilqis sedikit bergidig.

"Sudah jam berapa sekarang?" Bilqis lagi lagi tak menjawab, ia hanya terdiam lalu beberapa saat ia meninggalkan lelaki paruh baya tersebut. Kondisinya saat ini benar-benar malas meladeni ucapan lelaki paruh baya yang kini tengah menggertakan giginya tersebut.

Baru beberapa langkah hendak meninggalkan Arman-Papinya. Sebuah cengkraman menahan langkahnya "Anak gak sopan! Kalo orang tua bicara itu didengar, bukan malah pergi!"

Bilqis sedikit meringis merasakan cengkraman dari tangan Arman yang cukup kuat.

"Pi, le-lepasin tangan Bilqis." ringis Bilqis seraya mencoba melepaskan tangan Arman dari lengannya.

"Astaga Bilqis! kamu habis minum?!" Arman terkejut bukan main, ketika mencium bau alkohol yang sangat menyengat dari mulut anak gadisnya tersebut.

"Jawab!"

"Iya! Aku minum, Kenapa?!" jawab Bilqis balik menyentak. Arman mengeraskan rahangnya penuh amarah.

"Mau jadi apa kamu, huh?!" ujar Arman dengan berapi-api dan tanpa disadari ia melayangkan tangan kearah Bilqis.

Namun, hal tersebut langsung ditahan dengan sebuah tangan lain yang tiba-tiba datang dari arah belakang.

"Jangan coba-coba kamu sentuh anakku mas!" ujar Ratna yang tak lain adalah Mami Bilqis.

Bilqis yang sempat memejamkan mata akibat melihat tangan Arman akan memukulnya, langsung terbuka akibat mendengar suara serak Ratna. Bilqis mengendus. Maminya lagi-lagi habis menangis.

"Gak usah belain aku. Biarin aja dia pukul aku sampe puas!" ketus Bilqis dengan tatapan tajam kearah Arman.

"Kamu itu anak Papi Bilqis! Wajar kalau papi marah!" bentak Arman dengan nada tinggi.

"Udah stop! Jangan bentak-bentak Bilqis lagi mas, Cukup!" lirih Ratna. Seraya mengelus bahu Bilqis, namun langsung ditepis kasar Bilqis.

"Kalian gak pernah tahu apa yang aku rasain! Kalian itu terlalu egois!" Bilqis menatap nyalang kearah Arman "Terutama Papi!"

Bilqis yang sudah tidak tahan dengan situasi tersebut memilih untuk meninggalkan keduanya, dan berlari menaiki tangga.

"Bilqis Papi belum selesai bicara!" teriak Arman lagi-lagi dengan nada tinggi.

"Sudah mas, sudah!"

Arman menatap tajam kearah Ratna "Ini semua salah kamu yang terlalu memanjakan anak, lihat dia!" Arman menunjuk kearah pintu Rumah.

"Dia tumbuh jadi anak yang tidak tau aturan! sedangkan Vino karena didikan aku dia jadi anak yang berguna, tidak pernah melanggar aturan dan selalu mematuhi perintahku!" Lanjut Arman dengan Rahang yang mengeras.

"Ya! dan dia jadi sama kaya kamu, dia menjadi gila pekerjaan diusia muda dan tidak pernah ada waktu untuk keluarga!" Sanggah Ratna tidak terima.

"Apa?! Gila kerja kata kamu! Ini semua aku lakuin demi kalian, biar kalian bahagia!" sanggah Arman tak mau kalah.

"Kebahagiaan itu gak harus tentang uang dan uang mas! Kami butuh kehadiran kamu!" balas Ratna dengan mata berkaca kaca.

Arman mengendus kesal "Berdebat dengan kamu memang gak ada udahnya, bersetan dengan ada atau tidaknya aku dirumah. Hidup ini, Time is money! Ngerti kamu?"

Setelah berujar Arman meninggalkan Ratna begitu saja. Ratna yang kesal langsung mengejar Arman ke dalam rumah, tak lupa diiringi dengan dentuman pintu yang sengaja dibanting oleh Ratna, akibat kesal pada suaminya tersebut.

Dilain sisi ada Bilqis yang terduduk dibalik pintu kamar, Bilqis hanya terdiam, ia tidak menangis. Karena ia berbeda, Ia menikmati rasa sakitnya. untuk menumpahkan semuanya maka ia akan menghancurkan barang-barang diatas nakas. Tujuannya hanya satu, karena Bilqis benci mendengar kedua orang tuanya saling mengumpat satu sama lain. Mungkin, sesekali Bilqis hanya akan menjerit dalam hati, mencari jawaban atas semua ini, sebenarnya ini Rumah atau Neraka?. Kenapa tidak pernah ada ketenangan didalamnya?

To be continue...

Hijrah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang