Soal pernyataan cinta Raka waktu itu, apa masih berlaku? Atau Raka sudah lupa? Apa aku memang harus lebih sabar untuk Raka? Bisa saja perasaan seperti ini memang hanya sementara. Seperti yang orang-orang katakan.Hari ini hari terakhir bersekolah sebelum libur panjang. Tandanya, aku dan Raka tidak akan bertemu tanpa alasan. Bisa saja jika tiba-tiba tante Emil menelfonku agar menemaninya belanja bahan kue. Atau Raka yang mampir kerumahku untuk sekedar pinjam DVD. Harus dengan alasan untuk bisa bertemu jika libur sekolah. Apa aku harus mencari alasan untuk bertemu Raka nanti?
Seperti biasa aku tenggelam dalam pikiranku, sambil menunggu Papi menjemput. Papi akan berangkat lagi ke proyeknya di Bandung nanti sore menjelang malam, sehingga aku akan menghabiskan waktu dengan Papi sepulang sekolah.
Aku sedang membolak-balik majalah sekolah yang ada dipangkuanku. Lembar demi lembar aku perhatikan coretan-coretan gambar Raka. Aku membatin,
Ini gambar Raka? Gambar-gambar yang selama ini selalu dia kerjain sama Kak Dania? Bagus. Ini keren. Tulisan-tulisan Kak Dania juga indah.
"Weeey!!!!"
"Eh!!! Raka ih"
"Papi belom dateng ya?"
"Belom lah, kalo udah juga ngapain aku masih disini" jawabku menjulurkan lidah.
"Galaknya! Oiya Papi berangkat lagi jam berapa? Aku mau ajak Oca makan sama temen Mama"
"Temen tante Emil? Kenapa aku musti ikut?"
"Mama pengen Oca ikut katanya hehe"
"Oh... emmm Papi jam sekitar jam 7 mungkin"
"Oke kalo gitu, jam segitu aku kerumah yaaa"
Aku tidak menjawab, tetapi aku tersenyum dan mengangguk.
***
Ruang OSIS
Dania
"Lo nggak papa Dan?"
"Nggak papa Ter, nggak balik lo?" balasku seadanya sambil merapikan beberapa perkakas bekas class meeting.
"Bentaran deh, supir gue udah gue suruh makan siomay bentar, hahaha...." tawa Tere kemudian diikuti berpindah ke bangku disebelahku.
"Oh..." jawabku hemat.
"Dan, lo..."
Ucapan Tere seperti terpotong karena ada seseorang yang masuk.
"Ter... Dan..." ucapnya menyapa.
Melihat aku dan Tere yang terlihat sedang berpandangan intens dan banyak arti, dia hanya berdiri di ambang pintu dan menunggu dipersilahkan masuk. Sesaat kemudia Tere setengah berbisik padaku,
"Lo mau gue disini atau gue keluar aja Dan?"
"Terserah lo Ter" Tere seperti tau bahwa jawabanku tidak sepenuhnya terserah, tetapi Tere mengambil pilihan yang tepat, setidaknya untukku.
"Yaudah, gue balik aja ya, gaenak sama supir udah nungguin daritadi" pamit Tere tidak lagi berbisik lalu berlalu dan tersenyum pada sesosok pria jangkung di pintu, "temenin gih..."
"Makasih Ter..."
Raka kemudian duduk di kursi yang ada di hadapanku. Dia tampak seperti ingin membicarakan sesuatu, tetapi seperti tidak juga. Setelah Raka duduk, dia hanya tersenyum dan mendekatkan kursinya ke hadapanku.
"Kamu nggak pulang?"
"Tadinya mau pulang, mau ambil tas, tapi pas lewat kalian masih disini jadi aku mampir hehe..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Times
Teen FictionBaru saja menyandarkan badan di kursi ruang lukis, dengan keringat mengucur dan napas agak sengal karena hampir terlambat masuk kelas, tiba-tiba Kak Dania berlari menghampiriku dengan tatapan secemas seperti sebelumnya pernah kulihat. "dek... ke UKS...