Hujan 27 | 💕☔

818 71 3
                                    


Pagi ini mentari terbit dari timur.
Hawa dingin amat terasa disekujur kulit.
Masih enggan untuk menyapa air pagi.
Dengan wajah kusut, bahkan masih sering menutup mulut yang tak henti-hentinya menguap.
Aku berjalan menuruni tangga dan menuju meja makan.
Di sana ada mama dan papa.

"Eh anak mama, kok belum pakai seragam sekolah?" tanya mama sebagai awalan topik.

"Iya ma, males sekolah nih. Masih ngantuk!" jawab pelanku terdengar penuh keluhan.

"Yaudah Hujan nanti papa izinin ke wali kelasmu" tawar papa.

"Ah papa ini gimana? Hujan itu harus sekolah. Jangan di izinin buat jadi orang malas" tolak mama.

"Ah mama , padahal niat baik papa mau Hujan terima" keluhku kembali.

"Hujan, kamu itu harus sekolah. Tapi kalau kamu sedang sakit, boleh sebentar buat istirahat dari sekolah" pesan mama penuh halus.

"Kamu ini kan sudah kelas 11, sebentar lagi bakal kelas 12, usai itu kamu lulus. Bakal masuk Universitas? Bukankah butuh pasokan nilai banyak?" tambah mama.

"Hmm, iya deh ma. Hujan janji bakal gak males sekolah. Hujan pokoknya selalu semangat" tegasku sembari menyendok nasi dengan campuran lauk.

"Yaudah, Hujan buruan makan. Nanti ke Sekolahnya bareng papa atau gimana?" tanya papa.

"Nggak usah ditanya pa, tuh anak kan udah ada sopirnya" timbrung mama.

"Siapa ma?" tanyaku penuh kebingungan.

"Kent" penuh penekanan dari mama.

Aku hanya mendengus kesal disertai senyuman.

Seusai makan pagi alias sarapan, aku segera menaiki tangga dan menuju kamar. Untuk mandi dan persiapan berangkat sekolah.

Pukul 06.35 WIB, terdengar klakson mobil menyapa.
Dengan cepat aku menuju ke bawah, lebih tepatnya di halaman rumah.
Dari suara klaksonnya pun sudah tak asing lagi untuk didengar. Jelas sekali mobil itu pasti milik Kent, kekasihnya Hujan. Dan Hujan itu adalah aku.

"Pagi Ratu" sapa Kent yang sedari tadi berdiri di depan mobilnya.

"Semalem Tuan putri sekarang Ratu ntar siang apalagi?" tanyaku yang merasa heran.

"Ntar siang aku sapa kamu dengan kalimat Bidadari" gombal pagi dari Kent.

"Ah apaan sih Kent? Oiya Kent thanks yah buat semalem. Kamu masih ngantuk?" tanyaku lagi.

"Nggak ngantuk" balas Kent.
Baru mengucapkan kata itu, sebuah gerakan menguap dari rahang mulut milik Kent memulai.

"Tuh kan ngantuk, hm.. Kamu tidur aja deh. Gak usah jemput aku!" sahutku.

"Hujan, aku sudah jauh-jauh ke sini. Masa kamu suruh akupulang lagi?" omelnya.

"Iya santai aja Kent, yaudah yuk berangkat" ajakku.

Perjalanan menuju sekolah kali ini hanya menempuh sepuluh menit saja.
Sesampai di sekolah, aku segera turun dari mobil dan berlari menuju ke kandangku, lebih tepatnya kelas.

Rutinitas pagi ini adalah piket kelas, seusai itu baru ngerjain PR. Eh ralat bukan PR tapi PK. Ya Pekerjaan Kelas, soalnya ngerjain tugasnya di kelas. Anyway, kelas sudah aku anggap kayak rumahku.

"Hujan" suara itu terdengar jelas dari arah belakang.

"Iya" jawabku dengan segera menoleh ke belakang. Panggilan dari Afero kepadaku.

"Aku  bantu piket ya?" tawarnya yang seketika membuatku melebarkan mata.

"Hah?"

"Aku bantu piket" tekan Afero memperjelas maksud perkataannya yang barusan terucap.

Hujan Januari (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang