🍋10🍋

6.6K 812 67
                                    

Senyum itu masih betah bertahan di bibir Malik. Bahkan ketika pria itu berhasil memarkirkan mobil yang ia kendarai ke dalam garasi rumahnya, senyum tersebut tak juga pudar, seakan merayakan satu kemenangan besar yang didapatnya hari ini.

Dalam benaknya yang ternyata baru disadarinya masih menyisakan sisi kekanakkan, Malik merasa menjadi sang juara karena baru saja memenangkan suatu perlombaan besar yang hadiahnya begitu tak terhingga, yaitu berupa satu kepuasan karena telah berhasil mengalahkan si gadis pembangkang yang selama ini selalu menolak bantuannya, termasuk ketika Malik ingin mengantarkan gadis itu pulang ke rumah kontrakannya.

Malik yang melangkah memasuki rumah yang pintunya sudah terbuka tidak menyadari jika sang istri yang selalu diharapkan kehadirannya di rumah ternyata telah duduk di sofa ruang keluarga sembari membaca majalah wanita kesukaannya.

Kontan saja dahi Malik berkerut, senyumnya pun perlahan menghilang saat melihat Clara Nathania telah duduk santai di ruang keluarga, tampak sangat santai dalam membaca tiap kata yang ada di majalah tersebut. Malik pun tidak tahu apakah istrinya itu menyadari kepulangannya ataukah tidak.

Hidup satu atap sekian lama, tidak membuat hati mereka menyatu. Jarak yang membentangi mereka justru semakin jauh, dan Malik sendiri sudah merasa malas untuk melewatinya karena selama ini yang berjuang untuk mempertahankan rumah tangga mereka tetap utuh hanyalah dirinya seorang.

"Kamu kapan pulangnya?" tanya Malik yang memutuskan untuk menyapa terlebih dahulu sembari melangkah mendekat dan mendudukkan dirinya berhadapan dengan sang istri.

                                                              
"Tadi sore." jawab Thania singkat.

"Kamu kemana saja, sampai nggak sesuai sama kata-kata kamu waktu itu? Janjinya nggak sampai seminggu, tapi ini sudah seminggu lebih kamunya baru pulang."

Setelah mendengar kalimat yang menuntut jawaban darinya, barulah istrinya itu mengangkat kepala dari majalah yang sedari tadi ditekurinya. Terlihat jelas jika wanita yang dulu sangat Malik harapkan bisa menjadi istri sesungguhnya untuknya itu tak senang akan perkataannya.

"Mas ngapain nanya aku kayak ngintrogasi tersangka gitu?"

"Wajarlah aku nanya, Than, kan aku ini suami kamu. Lagipula apa yang aku tanyakan itu asalnya juga dari ucapan kamu sendiri."

Thania mengedikkan bahunya santai, "Aku ngumpul dulu sama teman."

Selalu dengan alasan yang sama

"Sampai nginap segala?" tanya Malik yang masih berusaha menyabarkan hatinya.

"Biasalah mas, namanya kan sahabat. Sudah lama nggak ketemu pastinya kangen dan ingin menghabiskan waktu lebih lama untuk bersama."

                                                          Seketika Malik berdiri usai mendengar penjelasan dengan ekspresi tak bersalah yang ditampilkan oleh istrinya itu. Sikap tubuh Malik pun menjadi kaku, serasa ada bara panas yang mulai membakar dalam dadanya dengan tatapan nyalang menyorot wanita yang sudah dinikahinya dalam kurun waktu yang tidak sedikit itu. Bahkan Malik yakin jika ia tidak sekuat tenaga mengumpulkan sekeping demi sekeping kesabarannya yang berserakan, ia pasti sudah berteriak marah saat ini juga untuk mengeluarkan unek-unek yang menyesakan dada. Bukan tidak mungkin bisa saja terjadi tindakkan kekerasan tanpa ia sadari telah ia lakukan.

"Kamu kenapa sih, mas, kayak orang mau marah gitu?"

Malik tersenyum penuh ironi. "Kenapa kamu bilang, Than? Pernah nggak sih kamu mikirin anak kamu yang mungkin saja mogok makan atau mogok ngomong karena rindu sama kamu? Atau pernah nggak sih kamu mikirin perasaan aku yang nungguin kabar kamu berhari-hari lamanya tapi kamu malah nyantai gini?"

Merangkai Angan Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang