Semburat jingga kala senja itu merupakan lukisan terindah sang pelukis agung. Tapi pria itu tidak dapat menikmati kecantikan senja. Hari itu, dada sang pria tengah dipenuhi oleh gumpalan nebula hitam, membuat kecantikan senja tak mampu menarik perhatiannya. Dan gumpalan nebula itu membuat ia melangkahkan kakinya menyusuri jalanan dengan langkah gamang.
Kim Myungsoo –nama pria itu— masih mengenakan setelan jas yang baru saja ia kenakan untuk menghadiri sebuah upacara sacral pernikahan. Pernikahan yang teramat membuat harga dirinya sebagai pria hancur. Bukan hanya harga dirinya, namun juga hatinya. Segalanya dalam dirinya.
Sejak kecil ia telah mengenal Choi Jinri, dan sejak saat itulah ia mulai memendam perasaan pada wanita yang berusia dua tahun lebih tua darinya itu. Lebih dari separuh hidupnya dihabiskan untuk mencintai wanita yang jelas-jelas tidak memiliki rasa apapun terhadapnya. Mungkin satu-satunya hal yang harus ia salahkan saat ini adalah kepengecutannya. Ketidakberaniannya untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan setiap kali melihat wajah wanita itu.
Tidak. Kim Myungsoo bukan tidak berani mengungkapkan perasaannya, melainkan tidak mampu. Bagaimana tidak, setiap kali ia menatap wajah Choi Jinri, untaian kalimat yang berdesakan di dalam Talamus-nya, menghambur begitu saja. Mereka menguap. Tak bersisa. Sehingga ketika ia berhadapan dengan sosok Choi Jinri, Kim Myungsoo hanya bisa mengucapkan kalimat seadanya. Berbasa-basi. Atau bahkan tidak berbicara sama sekali.
Ia— Kim Myungsoo— terus saja menyusuri jalanan seperti penjelajah kehilangan arah. Musim gugur ini adalah yang terburuk baginya. Ia pun merapatkan kedua tangannya, mencoba menghangatkan diri. Senja telah menjadi malam dan Kim Myungsoo tak tahu harus terus berjalan kemana lagi. Ia seperti kehilangan tujuan hidupnya. Akhirnya pria berbadan tegap dan berkulit kecokelatan itu berhenti di depan sebuah kedai kecil di sudut Kota Seoul. Ia pun memutuskan untuk mengisi perutnya yang sedari tadi ia biarkan kosong.
Perlahan, ia memasuki kedai itu. Ramai sekali, hampir tidak ada kursi yang tersisa. Mata serupa musang milik pemuda Kim itu mengelilingi tiap sudut kedai, mecoba mencari kursi yang kosong. Ah, ketemu! Ia pun berjalan menuju kursi paling pojok di kedai itu, ada satu kursi kosong disana. Tepat di sebelah sesosok gadis dengan penampilan kucel yang sedari tadi menggumamkan sesuatu yang tak jelas.
"Permisi, bolehkah aku duduk disini?" Kim Myungsoo memulai pembicaraan dengan gadis yang matanya tak bisa lepas dari jendela itu. Gadis berambut panjang kemerahan itu pun menoleh, kemudian tersenyum sinis dan mengeluarkan kata-kata yang tak dimengerti oleh putera tunggal keluarga Kim itu. Sejurus kemudian, pria itu pun menyadari bahwa ia tengah berhadapan dengan gadis mabuk. Hal itu terlihat dari berbotol-botol soju diatas mejanya dan racauan yang tak dapat dimengerti oleh manusia normal.
"Hei, apakah kau mengenal gadis ini? Ia sudah menghabiskan begitu banyak soju dan tidak bersedia pulang. Aish, aku jadi rugi!" seorang paman berperawakan tambun yang ternyata adalah pemilik kedai, meracau tak jelas. Myungsoo mengerutkan dahinya. Memasuki kedai itu adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya!
"Tidak, paman! Aku tidak mengenalnya," Kim Myungsoo berujar tegas, ia melihat ke arah sang gadis yang tergeletak lemah di mejanya. Ada seberkas rasa iba dalam diri pria bermarga Kim itu. Ia pun membayar berbotol-botol soju yang dihabiskan oleh gadis yang bahkan tak ia kenal, kemudian membopongnya keluar dari kedai. Satu-satunya yang ada dalam benaknya saat ini adalah ia bisa mengisi perutnya. Itu saja!
Myungsoo menatap gadis berpenampilan berantakan yang mulai lemas tak berdaya itu. Sial, ia merasa sangat iba, hingga akhirnya memutuskan untuk membayar berbotol-botol soju yang dihabiskan oleh gadis mabuk berambut panjang kemerahan itu. Pemuda Kim itu kemudian membopong tubuh sang gadis dan membawanya keluar dari kedai. Ia berharap semua ini akan segera berakhir, dan ia bisa segera mengisi perutnya yang sedari tadi berontak kelaparan.
"... Dasar lelaki brengsek!" gadis itu mulai meracau lagi, tatkala Myungsoo sudah mulai bisa membawanya keluar dari kedai. Entah siapa yang dimaksud gadis itu, ia benar-benar tak mau peduli. Ketika Kim Myungsoo mulai menyetop taksi yang sudah nampak dari kejauhan, gadis itu mencengkeram lengan Kim Myungsoo dan mendekatkan wajahnya yang berantakan pada wajah Myungsoo. Pria itu tertegun beberapa saat, hingga tanpa ia sadari cengkraman tangan gadis itu mulai mengendur dan tanpa bisa ia prediksi, gadis mabuk itu mengeluarkan seluruh isi perutnya tepat mengenai jas yang dikenakan pemuda Kim itu.
"AISH! Dasar tak tahu diri!" Kim Myungsoo mengumpat pelan melihat jasnya yang sudah dinodai oleh gadis itu. Ia terus saja memegangi tubuh sang gadis mabuk agar tidak terjatuh. Saat taksi sudah ada di depannya, ia buru-buru membuka pintu dan mendorong tubuh gadis itu masuk. Ia benar-benar berharap segalanya berakhir malam ini.
"Antarkan dia di alamat yang ada di kartu identitas ini," ujar Kim Myungsoo sambil memberikan sang sopir beberapa lembar uang dari dompetnya. Sang sopir mengangguk sambil membaca kartu identitas yang ia dapatkan dari tas gadis tak dikenal itu.
*****
Akhirnya Myungsoo dapat juga menikmati sepiring daging asap kegemarannya dan sebotol soju. Sebotol soju tak akan membuatnya mabuk seperti gadis asing yang baru saja ditemuinya tadi. Ia kini tak mengenakan jas, karena ia sudah membuangnya di tempat sampah depan kedai. Tiba-tiba sesuatu berdering, bukan dari ponselnya. Pria itu kemudian menengok ke meja sebelahnya –meja bekas gadis mabuk itu— Astaga, apa lagi ini?! Ternyata segalanya belum berakhir!
"Suzy!" pekik suara wanita saat pertama kali ia memutuskan membuka ponsel –yang diduganya adalah ponsel gadis mabuk— itu.
"Halo, tolong dengar aku sebentar,"
"Hei, siapa ini? Apa Suzy ada disana?" suara wanita itu terdengar khawatir.
"Pemilik ponsel ini meninggalkan ponselnya di kedai begitu saja. Tolong katakan padanya untuk menemuiku di kedai tempatnya menghabiskan berbotol-botol soju malam ini. Aku menunggunya pukul tujuh malam," jelas Kim Myungsoo sambil menahan segenap rasa kesal yang membuncah dalam dadanya.
"Baiklah, tapi apa aku boleh tahu dengan siapa aku bicara saat ini?"
"Myungsoo. Kim Myungsoo,"
Dan percakapan pun berakhir. Kim Myungsoo menghela napas berat sambil membanting tubuhnya pada sandaran kursi yang didudukinya. Tomorrow is gonna be another long day...
-To be Continued-
YOU ARE READING
Comes to Go
FanfictionSeperti sepasang burung dengan sebelah sayap patah, begitulah pertemuan antara Kim Myungsoo dan Bae Suzy dimulai. Mereka tak pernah menyangka bahwa pertemuan sesingkat itu, pada akhirnya akan mengubah jalan hidup keduanya. Sebenarnya apa yang telah...