Chapter 1 - Rindu.
"Aku takut, kalau nanti kamu tidak ada di hadapanku lagi. Aku takut, kalau nanti kamu mulai pergi dari pikiranku."---------
Buat tunanganku, Mirat.
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut sendaSepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagi
Menarik menari seluruh akuHidupku dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah...Buat Miratku, Ratuku! Kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
Dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku...---------
"Lumayan. Untung diriku sudah luluh, kalau tidak, saya jatuh lagi menuju rasa!"
Tawa Rangga menggema di kelas kosong. Ia duduk di sebuah bangku tepat tersandar di belakang kelas, menghadap ke seorangnya lagi, yang sudah bersajak ria.
"Lebih baik jatuh daripada tidak sama sekali!"
Balas seorangnya lagi. Dilan, yang selesai membaca puisi karya Chairil Anwar, membungkuk hormat seakan depan kelas itu menjadi panggung megahnya.
"Terima kasih, terima kasih."
"Sudah sore, ayo pulang. Antarkan saya lagi ya."
"Dasar, maunya terus diantar. Memangnya saya ojek?"
"Ojek menuju hati kakak. Ayo pulang!"
Sebuah sore yang ceria. Sebuah pasangan yang memadukan rasa dengan sajak-sajak tanpa henti dari jam sepulang sekolah, meninggalkan kelas kosong itu dan berjalan, mencari kendaraan kesayangan Dilan.
Berdua mengarungi jalan di kota Bandung seakan menjadi kebiasaan bagi mereka. Tertawa, seringkali bercanda dan beriringan, Rangga dan Dilan terlihat seperti sebuah pasangan yang amat sangat romantis. Seharusnya Rangga yang menyetir, namun karena Dilan selalu memaksa untuk menyetir, katanya;
"Kamu duduk. Jangan nyetir, berat. Kamu gak akan kuat. Biar aku saja."
Gombalan lain dari Dilan. Rangga hanya bisa tertawa dan ikut mengiyakan saja, daripada urusan tidak selesai.
.
.
Kasmaran mereka terus berlanjut dan terus berlanjut.
Kisah cinta mereka seakan tidak ada noda hitam permasalahan, karena mereka sendiri sudah sedikitnya paham akan urusan dan sifat masing-masing. Mereka sudah sangat akrab, ditambah dengan waktu pendekatan yang tidak sebentar pula.
Pengejaran yang ditemani ketidakpastian adalah makanan mereka sesaat sebelum berpacaran. Sekarang mereka sudah menjadi satu, dan mereka merasa sangat nyaman disitu.
.
Namun, mulai tibalah suatu siang babak penentu kisah mereka.
"Dilan. Ayo ikut saya."
Dilan pun hanya bisa mengiyakan, karena terdengar dari nada Rangga yang serius, Dilan tidak bisa terus berperilaku santai.
.
.
"Saya akan kuliah ke New York."
Dilan pun terdiam.
YOU ARE READING
Buat Tunanganku, Mirat
RomanceSebuah kisah cinta yang sederhana antara dua penikmat sajak. Dimulai di kota Bandung, dimana ia telah menjadi saksi bisu terhadap sebuah cinta yang kian hangat dan memukau. Namun ia juga telah menjadi saksi dimana air hujan kalah bertanding dengan a...