Dia mempercepat langkahnya keluar dari ruang OSIS. Emosinya sudah naik ke ubun-ubun. Belum lagi seorang cowok yang mengejarnya di belakang. Sambil sesekali berteriak memanggil namanya.
Mengingat kejadian di ruang OSIS tadi saja sudah membuatnya malu sendiri. Bagaimana bisa dia menghakimi perasaannya. Mengingatnya membuat Gify menggelengkan kepala.
"GIFY!" teriak seseorang di belakangnya. Gify menghiraukan dan terus mempercepat laju jalannya. Sambil sesembari memberi isyarat 'minggir' kepada orang-orang yang berada di koridor.
"GIFY MERADITA JORAYA! FY! CEPET BANGET ELAH!" teriaknya kepada Gify 'lagi'. Membuat Gify menolehkan kepalanya dan menghentikan langkah, "nah gitu dong daritadi!"
Cowok itu berhenti. Sambil menarik napas dalam-dalam. Setelah itu pandangannya sepenuhnya menghadap Gify. Tak mau melepaskan pandangan itu walau seditik saja. Gify sendiri hanya diam terpaku menatap pandangan yang diberikan padanya. Rasanya jantungnya berdetak lebih cepat.
Di sinilah mereka-di tengah lapangan basket dengan banyak pasang mata yang menonton mereka.
Dia menggenggam tangan Gify, memberi pandangan dengan sorot penuh arti, seolah dunia hanya milik mereka berdua, "gue tau kalau lo cemburu." Dia terkekeh.
Gify gelagapan mendengar ucapan dia yang terlalu frontal. Seketika raut muka Gify menjadi merah padam, dengan cepat dia mengganti mimik wajahnya agar terlihat biasa saja, "nggak, siapa juga yang cemburu liat lo sama Teresa." Ucap Gify sambil mengalihkan pandangannya dari cowok itu. Bukan apa-apa, Gify tidak bisa terus ditatap dia se-intens itu.Cowok itu tersenyum, "bahkan lo langsung nyambung perihal Teresa, artinya lo cemburu 'kan?" Ejeknya. Gify terlihat panik setengah mati. Bahkan ada beberapa anak yang secara terang-terangan menertawakannya. "Lo salah pengertian, Fy. Lo belum denger semuanya. Jadi-"
"Apa?! Pokoknya gue gak cemburu ya! Asal aja lo kalau ngomong!"
"Nyadar nggak sih lo itu?" Dia jadi gemas sendiri melihat perilaku Gify yang salah tingkah, terkesan imut.
"Nggak tuh! Kenapa?!" Jawab Gify dengan acuh. Mengisyaratkan ketidaksukaannya pada dia yang terus bertele-tele.
Dia mendengus, "lo nggak nyadar? Gue suka sama lo! Satu bulan, waktu yang cukup buat gue mastiin perasaan gue ke lo!"
Gify terpaku karena terkejut, tak menyangka dia akan mengutarakan perasaannya di tempat yang tidak biasa-tengah lapangan basket. Gify inginnya ditembak oleh laki-laki yang romantis! Bukan laki-laki yang tingkahnya miris!
"Ta..ppii." Gify menyelesaikan kalimatnya dengan terbata,
---
Pengen aja buat prolog dulu. Sebenarnya aku punya dua akun wattpad. Akun yang satunya lagi ada di laptop. Tapi sayangnya, laptop aku rusak. Huhu:'( Padahal udah lumayan banget cerita Destiny ini yang aku simpen di laptop.
Aku harus berjuang dari awal lagi. Nyiptain fellnya, endingnya, alurnya.
Dan untuk yang penasaran aku kasih bocoran sedikit.
Nanti di bab selanjutnya, entah bab berapa. Ada 2 konflik, konflik pertama itu yang buat si dia-Gify deket, yang konflik kedua secret yah!
* Gify Meradita Joraya si cewek keras kepala.
* Si Dia seorang cowok yang disebut monster es.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Teen FictionTakdir memang tak ada yang tahu. Seberapa keras perjuangan kita untuk merubahnya, takdir tidak bisa dirubah tanpa kehendak Tuhan. Layaknya pertemuanku denganmu dan dengannya. *** Rega si Bad Boy sekolah dengan sifat dingin dan tak acuh dengan sekita...