Adis terjaga kala udara dingin yang berhembus dari ventilasi sukses menerpa kulit tubuhnya yang tak tertutup selimut dengan baik. Sepasang mata kecil itu membuka perlahan --tertegun. Di hari-hari lalu, jika Adis terbangun jam segini, pemandangan Davin yang tengah mencumbu Allah dalam sujud tahajudnya menjadi sebuah kedamaian tersendiri bagi Adis. Meski hanya Adis telan sendiri perasaan aneh ini, tapi nggak bisa dipungkiri Davin perlahan namun pasti mengusik celah-celah hati Adis yang kosong. Terkadang Adis penasaran do'a apa yang tengah dipanjatkan laki-laki itu. Suaranya terdengar berat dan bergetar. Ada isakan dalam sarat ucapannya. Adis tahu pernikahan adalah ibadah terpanjang yang harus dilalui sepasang anak manusia. Tapi, Adis nggak pernah bisa yakin dengan rasanya sendiri.
Bayang-bayang wajah Tristan mulai timbul tenggelam dalam ingatan. Adis takut, takut sekali.
'Dis, aku nggak rela.'
Suara Tristan masih berdengung-dengung di gendang telinga Adis. Bukan sekadar bisikan, tapi ucapan yang penuh dengan luka. Adis terenyuh. Berdosa. Melukai hati laki-laki dengan janji yang diingkari. Adis mengubah posisi tidurnya jadi terlentang. Menatap langit-langit kamar nanar. Banyak pertanyaan memenuhi isi kepala, tapi hingga detik ini tak kunjung menemukan jawaban.
*****
Barak menjadi satu-satunya tempat persembunyian paling jitu dan aman. Di sanalah seorang Tristan Purwandhana berada. Membaur dengan acara disko dadakan ala serdadu. Musik dangdut yang disetel cukup keras berasal dari sebuah speaker mini yang terhubung dengan ponsel. Tawa, obrolan, menciptakan rima yang untuk sementara waktu bisa menutupi ruang kosong di hati. Beginilah kehidupan tentara. Kesederhanaan. Sama sekali nggak ada kemewahan. Hiburan diciptakan dari diri sendiri. Bayangkan saja, tak satu dua prajurit yang pergi ke medan perang dalam keadaan melow, patah hati, galau.
Tristan menyerah. Suara-suara itu justru semakin membuatnya sesak. Berpura-pura bahagia itu melelahkan. Sangat melelahkan. Tristan berjalan ke pinggir menjauhi para anggotanya yang masih menikmati hiburan kecil ala kadarnya itu. Halaman belakang barak menjadi tujuannya. Duduk di sebuah bangku beton seorang diri, hanya ditemani sebatang rokok yang tersisa setengah.
Adis bukan lagi miliknya. Sudah ada laki-laki yang mempersuntingnya beberapa bulan lampau. Sekeras apapun perasaan ingin memiliki, semua hanya akan berakhir pada titik yang sama. Titik nol. Tristan menyentil sisa batang rokok asal. Mengusap wajahnya dengan kasar.
Adis berjanji padanya untuk menunggu. Harusnya Adis bersabar. Harusnya Adis nggak membohonginya. Jika sudah begini, bolehkah Tristan marah? Bolehkah Tristan merebut Adis? Toh, Adis tak pernah menginginkan pernikahan dengan Davin. Semua hanya akal-akalan si anak Pangdam itu.
"Sialan!" umpat Tristan menahan gelagak amarah di hati.
*****
Sepagi ini camp darurat yang didirikan satuan tugas dari batalyon dimana Davin bekerja tampak ramai. Sebagian anggota sibuk dengan secangkir kopi yang masih mengepul bersanding dengan peta kontur dan sejumlah peta-peta kosong. Tak terkecuali Davin dan Abraham. Keduanya tampak terlibat dalam sebuah perbincangan serius seputar navigasi darat. Sesekali Davin dan Abraham bergantian menujuk bagian-bagian peta yang sengaja digelar di atas meja. Menyingkirkan cangkir dan sarapan keduanya ke kursi yang menganggur.
"Sakti!" Sebuah suara menghentikan perbincangan Davin dan Abraham. Keduanya bersamaan menoleh.
"Izin, Bang! Ada telegram masuk, memberitahukan bahwa Tim Delta datang untuk bergabung," ucap seorang anak buah Davin. Kontan saja kening Davin berkerut. Melempar pandang pada Abraham yang sama terkejutnya. Soalnya nggak ada pemberitahuan jika akan ada tambahan pasukan.
Davin segera keluar dari camp bermaksud untuk menyambut pasukan yang baru datang. Davin menghentikan langkah, bertepat dengan seseorang yang terakhir turun dari kendaraan Rio. Waktu seketika itu juga seperti sengaja dibuat slow motion. Cowok berseragam loreng yang sama dengan Davin, pangkat di pundak yang juga sama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dingin Hati
Romance"Kata siapa tentara nggak boleh patah hati? Kata siapa tentara nggak boleh melankolis? Dan, sejak kapan aturan itu diberlakukan? Tentara juga manusia. Punya jiwa, punya rasa, dan punya hati." -Krysandavin Erlandhyto- "Aku nggak suka sama tentara. Ti...