Aku memandang sekeliling, semuanya masih tetap sama seperti dulu. Padang rumput yang hijau terhampar jelas di depan mata tumbuh dengan suburnya diatas tanah yang membentuk bukit-bukit kecil, beberapa pohon dan tanaman bunga hias yang seingatku dulu tidak ada kini menambah keindahan tempat ini. Dan aku disini, duduk di sebuah bangku panjang bercat putih, di bawah pohon besar kesayanganku. Aku menyebutnya pohon saksi, entah kenapa dulu aku menamainya seperti itu. Hanya ini yang tidak berubah. Sudah sangat lama aku meninggalkan kota ini, tepatnya negara ini. Aku meninggalkan semuanya, teman, para tetanggaku , sahabat baikku dan terutama dia. Hah! Aku lelah mengenang semua ini untuk yang kesekian juta kalinya."Aku kesini untuk jogging" kataku dalam hati. Aku memejamkan mataku sambil menghirup segarnya udara pagi ini. Berharap semua kenangan menghilang dan tidak membuatku sedih lagi.
-o0o-
"Cieee Ica!!!" teman-teman sekelasku menyoraki aku sambil menggoda. Aku bisa membayangkan betapa merahnya wajahku saat ini, aku benar-benar malu tapi juga senang, senang sekali. Ini hari valentine, valentine pertamaku sejak aku menjadi siswa di SMA ini. Ya, aku sekarang ada di kelas 1 SMA Harapan Mulia. Dan hal yang membuat teman-temanku bersorak riuh tak karuan adalah karena sekarang di depanku berdiri seorang lelaki yang sebenarnya memang aku kagumi sejak dulu sedang menyodorkan coklat dan bunga mawar merah padaku. Aku gugup setengah mati, teman-temanku mulai bersorak "terima..terima..!" ada yang bersiul-siul. Ya ampun, mereka tidak harus melakukan itu untuk membuat aku menerima pemberian lelaki pujaanku ini, aku jelas akan menerimanya, aku bersorak kegirangan dalam hati, sepertinya hatiku memang sedang jadi sasaran empuk panah-panah kecil dewa asmara .
Aku hampir gila karna senangnya. Aku sadar. Aku tidak mungkin membiarkan Kak Dimas menunggu terlalu lama. Akhirnya aku mengambil coklat dan bunga pemberian Kak Dimas dengan senyum semanis mungkin. Bagaimana mengekspresikan kegembiraan ini aku tidak tau, sorak-sorai teman sekelasku semakin menjadi-menjadi. Untung hari ini memang waktu santai jadi guru tidak terlalu memperhatikan. Kak Dimas masih berdiri di depanku sambil tersenyum dan mengajakku untuk pulang bersama nanti. Terang saja aku mengiyakan dan membalas tersenyum. Setelah itu Kak Dimas kembali ke kelasnya dan seketika itu pula para penonton telenovela yang tadi menyoraki aku bubar jalan. Kelas kembali ke keadaan semula dengan semua kesibukan masing-masing. Ahh! Aku bernafas lega, aku pandangi bunga pemberian Kak Dimas tadi sambil tersenyum, hampir seperti orang gila. Teman-temanku harus maklum, namanya juga kasmaran. Aku tertawa memikirkannya.
"Heii! Princess lagi seneng banget nih, mana pangerannya kok ngilang sih?" Sisy mengagetkanku dari belakang. Sisy ini sahabatku sejak di TK , kami selalu bersekolah di tempat yang sama, selalu sekelas, dan selalu sebangku. Komplit. Dia sudah seperti saudaraku dan sangat mengerti aku.
"Apaan ah Sy, jangan bikin muka aku kayak kepiting rebus lagi deh.."
"Udah ngaku aja, tadi sebenernya aku mau bawain kamu tabung gas oksigen yang 12 kilo takutnya kamu kehabisan oksigen saking gak bisa nafas, hahaha.." Sisy benar-benar menggodaku.
"Eh perasaan itu tabung gas elpiji deh, ahh dasar lo Sy.. awas ya, aku gak mau bagi coklatnya sama kamu yekkk" aku menjulurkan lidah tanda mengejek pada Sisy.
Kami saling bercanda sambil bercerita sampai bunyi bel pulang sekolah. Sisy sudah dijemput kakaknya yang sudah menunggu di depan gerbang, dan tinggal aku sendiri menunggu Kak Dimas.
Aku mulai mengenal Kak Dimas sejak di kelas 3 SD , dia adalah pindahan dari kota lain dan rumahnya hanya berselat 5 rumah dari tempat tinggalku. Dia lebih tua 2 tahun di atasku, sejak kecil kami sudah mulai bermain bersama, atau lebih tepatnya dia yang menjagaku saat bermain, padahal Kak Dimas juga memiliki 2 orang adik, satu perempuan dan satu lagi laki-laki, tapi aku tetap selalu di perhatikannya, malah terkadang waktunya lebih banyak bersamaku dibandingkan dengan adik-adiknya. Karna aku anak semata wayang, aku tidak tau rasanya memiliki kakak ataupun adik. Apapun namanya itu yang jelas kami sudah sangat dekat sejak kecil. Aku selalu merasa dialah malaikat penjagaku sampai suatu hari aku sadar kalau perasaanku padanya bukanlah hanya sekedar perasaan tentang saudara, adik-kakak dan hubungan kerabat lainnya. Aku mulai memandangnya sebagai laki-laki. Dan bisa dipastikan apa nama dari perasaan itu. Iya, Cinta. Cinta pertamaku.
YOU ARE READING
Dia yang Indah
Short StoryAlica dan Dimas adalah dua insan yang saling jatuh cinta sejak di bangku sekolah, terikat oleh sebuah janji dan teka-teki yang ditinggalkan sang kekasih saat salah satunya tiba-tiba pergi menghilang...