Namaku Calista. Aku cantik. Aku terkenal dan aku kaya. Semua orang selalu memujiku. Tubuhku sintal dengan proporsi wajah yang indah. Suaraku semerdu bidadari kata orang. Rambutku berwarna cokelat pirang, dengan mata hijau terang. Aku Calista dan akulah sang ratu hiburan.
Tapi, jauh menengok kebelakang. Aku bukanlah Calista yang sekarang. Aku geek. Aku pemalu. Aku gendut. Tidak ada yang menyukai ku. Tidak ada, bahkan keluarga sekalipun.
Aku sendirian.
Ketika menginjak SMA, aku belum mengalami perubahan. Siapa yang mau menengok kepada manusia buruk sepertiku? pembuli sekalipun enggan menganggu, sebab melihat wajahku saja mereka tak sudi.
Aku benar-benar sendirian.
Kapasitas otakku juga demikian. Aku tidak pintar, tidak jago dalam hitung-hitungan dengan seabrek rumus rumit, tidak pula pandai menghapal sekian banyak teori. Guru tidak pernah melirik diriku ini. Siapa memangnya aku? Pintar tidak, buruk iya.
Aku kesepian. Duniaku hitam-putih. Yang bisa kulakukan untuk mengusir rasa sepi ialah bernyanyi ketika aku sendiri.
Musim semi keduaku di SMA datang. Aku ingat sekali, aku suka melihat bagaimana tetumbuhan kembali bersemi. Biasanya aku akan menghabiskan waktu makan siang di taman sambil memperhatikan tumbuh-tumbuhan. Mereka indah dan bahagia.
Tidak seperti aku.
Kemudian di minggu pertama musim semi, seorang laki-laki untuk pertama kalinya menghampiri. Dia tidak begitu tampan namun memiliki tubuh tinggi dengan senyuman yang amat sangat manis. Dia menyapaku, lalu duduk disampingku yang sedang sibuk menghabiskan bekal. Aku menghiraukannya. Aku masih tidak tahu apa yang membuatnya mau menyapa orang sepertiku.
"Hei, apa kau bisu? aku tau kau bisa bicara. Suaramu enak kalau sewaktu bernyanyi." Ujarnya santai seraya tersenyum lebar. Sementara aku diam membeku. Bukan karena terpesona dengan wajahnya yang setelah dilihat ternyata rupawan, bukan pula karena beberapa orang kini menatap kearah kami dengan penasaran.
Fakta bahwa dia pernah mendengar aku bernyanyi adalah yang terburuk. Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri. Tidak boleh ada yang tahu tentang suaraku. Siapapun itu.
Dia malah terkekeh pelan setelahnya, lalu mengacak rambutku gemas. Sangat lembut.
"Namaku Sam! kau Calista, kan?" Katanya lagi. Aku mengangguk kaku, masih tidak mau membuka suara. Tapi dia masih bersih kukuh duduk disampingku. Matanya terang-terangan menatap diriku. Aku malu. Aku buruk, tidak pantas dia pandang.
"Ayo berteman, Calista." Ajaknya.
Aku segera menatap kedalam matanya, menelusuri dengan jauh, mencari tanda kebohongan. Nyatanya yang kulihat hanya kesungguhan dari Sam.
Tapi aku tidak mau. Aku bukannya tidak senang, hanya saja aku takut suatu hari nanti aku malah tersakiti. Semua orang bisa berkhianat, bukan?
"Jauhi aku...." aku membuka suara. Suaraku bergetar parah. Tanganku buru-buru merapihkan kotak bekal yang baru separuh kumakan.
Sebelum aku benar-benar pergi, Sam menarik tanganku.
"Aku seriusan mau berteman denganmu. Aku tahu kau merasa kesepian, Cal. Aku akan menjagamu. Aku janji."
Mataku mulai berair. Katakanlah aku berlebihan. Aku tidak peduli. Mendengar seseorang mengucapkan kalimat sebaik itu memunculkan harapanku padanya.
"A-apa kau serius?"
"Tentu saja! Laki-laki sejati tidak pernah berbohong. Lagian, aku sudah mengamatimu sejak kelas 1 tahu."
"Tapi aku jelek, aku buruk." Cicitku sambil menundukan kepala. Dia memutar tubuhku sehingga kami berhadapan, tangannya dengan lembut mengangkat daguku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kokoronashi
Short StoryKumpulan cerpen romance yang dibumbui sedikit tragedi. "Bagiku kau sudah cukup cantik, Cal. Jangan menangis...." - Sam [Missing] 'Kau spesial. Yang pertama. Tapi kau juga yang pertama kali menorehkan goresan dihatiku.' - Riz [Late] Note : Warning...