DREAM.

34 2 1
                                    

Note: Cerita terinspirasi dari mimpi semalam. Masih panas, baru keluar dari oven. Jadi, jikalau menemukan kesalahan kata, maklumi saja.

————

Aku membisu cukup lama, membiarkan gadis berambut ikal yang kini tengah terpekur di hadapanku, berceloteh sesuka hati. Benar-benar sesuka hati, hingga jatuhnya tak masuk akal. Sejak awal pembicaraan di mulai, bahkan ketika aku baru saja mendudukkan bokong pada bangku cafe, Ia sudah mulai membuka pembicaraan dengan topik yang terbilang tak biasa.

"Apa kau percaya mimpi yang dapat menjadi nyata?" ucapnya tiga puluh menit lalu, terdengar tergesa-gesa dan menuntut. Tampak kontras pula perbedaan ekspresi terhadap wajahnya antar tiga puluh menit lalu dan saat ini. Jikalau tiga puluh menit lalu ia berlagak bak orang ketakutan setengah mati, kini, ia tengah berlagak bak orang depresi. Aku yang melihatnya merasa betulan terjangkit depresi.

Sebelum Ia mengoceh lebih jauh, aku lebih dulu menyela. "Apa kau sedang ada projek menulis? Dan ini adalah tema yang akan kau angkat?"

Ia menatapku dengan pandangan bertanya. Namun sedetik kemudian, Ia menghela nafas, yang membuatku bertanya-tanya, apakah salah menyela ceritanya? Lagipula dari pada Ia terus mengoceh dengan panjang kali lebar dengan aku yang tidak mendengarkan, lebih baik ku hentikan saja.

"Kau tidak mendengarkanku?" Ucapnya agak tersulut emosi. "Sudah ku katakan sejak awal, ini sungguhan terjadi!"

Hampir-hampir, aku memutar bola mata. Namun berfikir bahwasannya hari ini adalah pertemuan setelah sekian lama tak bersua ataupula berjumpa, aku mencoba tuk menahan diri. Lantas, dengan menantang, aku mengangkat dagu sembari mengulas lengkungan tipis. "benarkah? Apakah kau memiliki bukti?

Ia menutup mata sejenak, sebelum mengeluarkan robekan koran dari balik saku celananya, melemparkannya ke atas meja cafe, sembari berseru. "Ini buktinya!"

Aku menatap robekan itu lamat-lamat, agak ngeri kala menemukan nama-nama korban mutilasi yang baru saja terkuak kemarin malam. Dan sayangnya, pelaku tak kunjung di temukan setelah di lakukannya pencarian.

Aku mengalihkan pandanganku dari robekan koran, menatap tepat pada iris kelabu milik gadis berambut ikal yang tampak bergetar itu dengan seksama. Takut-takut, aku menunjuk robekan koran itu, sembari berujar pelan. "Apa hubungannya?"

"Sudah ku duga kau tak mendengarkan ceritaku." Pukasnya, tampak frustasi, Ia bahkan sampai menghela nafas berat berulang-ulang kali. Membuatku seakan turut masuk dalam atmosfer aneh yang secara tiba-tiba tercipta di antara kami. "Aku tidak bisa menceritakan secara rinci seperti berbelas menit lalu. aku hanya dapat mengatakan secara singkat; kita dalam bahaya."

Aku menganga, ingin menyangga namun tak kuasa kala gadis itu kembali membuka suara. "Aku sungguhan bisa melihat masa depan. Kendati secara spesifik tidak terlihat, namun aku melihat potongan-potongan aneh dalam mimpi. Kau bisa saja tidak mempercayai ku, namun nyawamu menjadi taruhannya. Maka dari itu, mau tak mau kau harus mempercayai seluruh ucapan ku. Atau kau akan mati."

Gadis ini sinting! "Apa maksudmu?"

"Ini!" Pukasnya menggebu-gebu, sembari menunjuk robekan koran. "Ini masuk dalam mimpiku! Aku mengetahui siapa pelaku di balik kekejian ini!"

"Jangan bercanda!"

Ia menatapku dengan keji. Tatapan yang tak pernah ku dapatkan dari siapapun sebelumnya. Sungguhan, mungkin gadis ikal yang tengah duduk dengan emosi yang menggebu di hadapanku saat ini bukanlah gadis ikal yang ku kenal. Atapula, ia tengah di rasuk oleh makhluk halus?

Ia tampak mencoba menenangkan diri, lantas kembali berujar. "Kau mungkin tak ingat. Aku pernah bercerita saat SMP, tentang mimpi akan Fikri yang sakit dalam mimpiku, lalu keesokan harinya, Ia di rawat setelah jatuh dari motor."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 10, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Creepy or Not?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang