•twenty; truly love•
Dear Saerin,
Sudah lama bukan?
Semenjak aku bertemu denganmu lagi.
Semenjak aku mengatakan semuanya padamu.
Sejak saat itu, aku belum memintamu kembali menjadi kekasihku 'kan?
Mungkin ini waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya.
Biarkan aku membuat beberapa potong sajak untukmu.Jejak kaki kini menjadi teman.
Angin yang berhembus berubah menjadi sahabat.
Daun yang berguguran pun ikut andil didalamnya.
Suara gemuruh petir menjadi pemanis hari.
Mereka seakan mengolok-olok. Mengejek, betapa lemahnya aku tanpa adanya dirimu.
Mereka mencela, menghina, dan tidak segan-segan untuk melukai.
Aku rapuh, tanpa dirimu.
Tanpamu, duniaku hampa.
Seakan berwarna abu-abu, tidak hitam dan juga tidak putih.
Kau hadir dan membuat duniaku yang hampa menjadi berwarna.
Aku bodoh memang, aku mengakuinya.
Meninggalkanmu yang memang sudah jelas menjadi takdirku.
Aku kembali menyusuri jalan yang telah kita tempuh bersama.
Terlalu banyak kenangan, terlalu banyak tawa bahagia, terlalu banyak cinta disana.
Memori itu seakan berputar, bagai kaset kusut yang tiada henti dan tidak kenal lelah.
Lagi, mereka seakan mengejek diriku yang semakin hari semakin dilanda rasa bersalah.
Hati ini pun sakit, ketika melihatmu mengeluarkan cairan bening itu.
Hati ini pun sakit, ketika tanpa sadar aku melukai fisikmu.
Hati ini pun sakit, ketika aku sadar bahwa semua luka milikmu, akulah penyebabnya.Saerin, aku ini mungkin sudah tidak pantas jika harus bersama denganmu lagi.
Tapi, jika hati sudah berkata, apa yang bisa aku lakukan?
Aku ingin membuat dirimu menjadi milikku.
Aku ingin membuat kisah baru denganmu.
Namun, percuma bukan jika kau tidak mau?
Terdengar egois memang, aku ingin kembali denganmu, setelah apa yang telah aku perbuat.Dan kini, dengan penuh perasaan cinta, perasaan bersalah, perasaan sayang, perasaan menyesal, aku menyampaikan apa yang dahulu ingin aku sampaikan.
WILL YOU MARRY ME?
Jadilah orang pertama yang aku lihat di pagi hari.
Jadilah orang terakhir yang aku lihat di malam hari.
Jadilah orang yang akan aku cintai selama hidupku.
Jadilah orang yang akan selalu aku kasihi setiap harinya.Buat itu semua menjadi kenyataan.
Bantu aku untuk mewujudkannya.
Akan terasa percuma jika hanya aku yang berharap.
Harus ada campur tangan dirimu disana, Saerin.Cukup sampai disini surat yang aku tulis untukmu.
Yang harus selalu kau ingat, setiap harinya, setiap jam, setiap menit, setiap detik, aku selalu mencintaimu.
Tidak perlu aku ucapkan setiap saat.
Aku bukan tipe laki-laki yang hanya berucap dimulut, tanpa adanya bukti.
Aku akan membuktikan, setiap harinya, jika aku mencintaimu.With love,
Hoseok.Saerin melipat kertas surat yang Hoseok tulis untuknya delapan belas tahun lalu. Ia kembali menangis. Sudah lebih dari tujuh hari Saerin terus-menerus menumpahkan air matanya.
Tangannya kini terulur untuk mengusap nisan, "Aku sudah mewujudkan harapanmu. Lalu, kenapa kau malah pergi meninggalkan aku?"
Suara isak tangis Saerin terdengar pilu. Ia mengusap air matanya yang semakin lama semakin deras dengan sapu tangan. Tangannya yang satu lagi masih setia mengelus nisan dengan lembut.
"Aku kembali membaca surat pemberianmu. Masih sama rasanya seperti delapan belas tahun lalu. Hati ini masih bergetar hebat setelah membacanya. Hoseok, apa disana menyenangkan?" gumam Saerin dengan senyum tipisnya.
Matahari tertutup awan-awan besar. Langit menjadi berwarna kelabu. Suasana seperti semakin membuat Saerin ingin menangis. Lagipula, Saerin mulai membenci matahari.
Karena, senyum hangat Hoseok sama seperti dengan hangat sinar matahari yang menerpa kulit.
Titik-titik hujan kini menemani Saerin. Saerin bahkan sudah tidak peduli, jika hujan besar akan datang beberapa saat lagi. Ia menelungkupkan kepalanya pada makam dan merasakan jika titik hujan tersebut sudah tidak mengenai dirinya.
"Ma, ayo kita pulang. Sebentar lagi hujan, besok kita kesini lagi." Jung Haerin, anak satu-satunya Saerin dengan Hoseok, tengah memayungi Saerin.
Haerin sama terpukulnya dengan Saerin. Sempat juga, Haerin mengurung dirinya di kamar, karena masih tidak terima dengan kepergian sang Ayah yang tiba-tiba. Namun, ia harus kuat didepan Ibunya.
Ibunya saat ini terasa kecil sekali, Haerin tidak tega melihatnya. Jadi, yang harus ia lakukan adalah bersikap tegar, untuk Ibunya.
"Ayo kita pulang, besok juga jadwalmu untuk praktek 'kan?" Saerin bangun dari duduknya dan tersenyum kepada Haerin. Haerin balas tersenyum dan menggandeng lengan Saerin untuk keluar dari area pemakaman.
"Pa, kita pulang dulu, ya. Besok kita kesini lagi. Papa yang tenang disana ya. Haerin dan Mama sayang sama Papa." ucap Haerin sebelum akhirnya membawa pergi Saerin untuk keluar dari area pemakaman.
Jung Hoseok
lahir; 18 Februari 1994
wafat; 10 April 2037-end-
•twenty; truly love•
aku menyatakan kalo ff ini sudah end, yeay!
JANGAN DIBAWA SERIUS, INI AKU NGASAL DOANG :")
jadi, Haerin ini ceritanya udah umur 17 tahun gitu ya.
ini happy ending kok, kan mereka bersatu, ampe nikah juga, punya anak :") intinya aku gak akan kasih extra chapter ;)
terimakasih yang udah support aku buat nulis ff ini, awalnya karena emang iseng, sih, terus juga kan emang project :")
semoga cerita ini berkesan ya dihati kalian, huhu,
silahkan yang mau menghujat, saya siap ^^
sampai bertemu di cerita selanjutnya ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunshine ✔
Fanfictionft. Jung Hoseok "Stop, it's over." - Hoseok Entahlah, ada sesuatu yang berbeda dengan Hoseok. Ia normal, seperti laki-laki pada umumnya. Namun, ketika ia bertemu Saerin, semua sifat Hoseok berubah. "Bukankah kita ini sama, Hoseok?" - Saerin Saerin i...